Oleh : Nursyam
(Anggota MT Khairunnisa Bal-Tim)
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru akan segera direalisasikan. Seperti yang telah diwacanakan pemerintah bahwa pertengahan tahun 2020 pembangunan IKN akan dimulai. Meskipun pembangunan IKN tersebut menuai pro dan kontra di berbagai kalangan, baik di masyarakat maupun bagi anggota DPR.
Seperti pernyataan yang disampaikan oleh Ahmad Hafidz Tohir wakil ketua komisi 4 (DPR) yang mempertanyakan urgensi pemindahan IKN jika dibandingkan dengan kemiskinan yang semakin tinggi. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh wakil ketua (DPR) Fadli Zon, yang menilai pemindahan IKN tidak masuk akal, karena menurut dia keuangan negara saat ini sangat sulit. (Merdeca.com 5/5/ 2019).
Namun presiden Joko Widodo tetap saja mengambil keputusan untuk memindahkan IKN dengan alasan kawasan IKN yang ada saat ini sangat padat, macet dan berbagai alasan lainya, yang mengharuskan IKN tetap harus dipindahkan. Membahas mengenai biaya yang sangat banyak dibutuhkan untuk membiayai IKN tersebut, dalam hal ini Jokowi mengundang seluruh negara di dunia untuk menanam investasi di IKN yang baru.
Pembangunan IKN yang diperkirakan akan menelan biaya senilai Rp 466 triliun, sedangkan dana dari pemerintah hanya bisa menyumbang 30% dari total biaya yang dibutuhkan. Sehingga pemerintah harus melibatkan investor asing dalam pembangunan IKN ini. Dalam kesempatan yang sama Jokowi menjelaskan bahwa pada prinsipnya pemerintah menawarkan kerja sama antara Indonesia dengan negara yang ingin menanamkan modalnya. Ini merupakan bentuk kerja sama bukan bentuk hutang atau pinjaman. (Kompas TV 2/1/2020).
Kebijakan yang dilakukan oleh para pemangku kekuasaan untuk menjalin kerja sama dengan berbagai negeri untuk membangun IKN sangat menampakkan bahwa posisi mereka yakni sebagai pembuat hukum, justru lebih memihak kepada sang pemilik modal.
Jokowi menjelaskan mengenai kerja sama investor negara luar dengan Indonesia yang tidak berbentuk hutang atau pinjam yang harus dibayar atau harus dikembalikan oleh negara, akan tetapi para investor yang menanamkan modalnya pasti menginginkan keuntungan.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya sistem kapitalisme dari sejak lahir diciptakan untuk menguasai aset ekonomi. Sehingga bagi para pemilik modal tujuannya hanyalah dagang dan tidak ada kamus untuk berbuat baik. Artinya apabila suatu kegiatan tidak mendatangkan keuntungan maka kegiatan tersebut tidak perlu dilakukan. Saat ini segala sesuatunya diukur dari takaran untung dan rugi materi saja, maka sangat tepat mereka memiliki semboyan bahwa tak ada makan siang gratis.
Bahwa sesungguhnya jalinan kerja sama dalam bentuk investasi oleh negara asing merupakan sebuah bentuk penjajahan gaya baru, lebih modern, dan lebih humanis yakni “Neo Imperialisme”. Penjajahan ini tidak langsung menusuk ke dalam jantung pertahanan politik atau penjajahan secara fisik melainkan melalui pembajakan simpul-simpul perekonomian. Salah satunya adalah hutang luar negeri.
Sadar atau pun tidak hal inilah yang terjadi di berbagai negara-negara adidaya. Saat ini sistem sekularisme membuka jalan untuk merongrong kekayaan alam yang dimiliki oleh umat muslim di berbagai negara.
Oleh itu sebagai umat Islam, tidak sepantasnya berdiam diri, menutup mata dan telinga. Umat Islam harus bangkit untuk melawan penjajahan yang dilakukan oleh para kapitalis rakus ini. Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang memiliki seperangkat peraturan dan memiliki solusi atas semua persoalan yang terjadi saat ini.
Satu-satunya jalan untuk keluar dari penjajahan kapitalisme, yakni dengan menegakkan khilafah Islam, dengan kepemimpinan seorang kholifah yang mampu menerapkan syariat Islam. Karena dengan tegaknya sistem ini maka seluruh hukum-hukum Allah bisa dijalankan. Islam memiliki seperangkat peraturan untuk mengatur seluruh urusan manusia, baik itu secara Individu, berkelompok, bahkan sampai ke dalam tatanan bernegara. Waalahu alam bishowab.
Post a Comment