(The Voice Of Muslimah Papua Barat)
Baru-baru ini muncul sebuah kebijakan yang di ambil oleh salah satu mentri yang menggegerkan hampir seluruh warga +62. Pasalanya kebijakan yang diambil buat geleng-geleng kepala, antara masuk akal atau tidak.
Kebijakan untuk memungut pajak dari asap kendaraan adalah sebuah lelucon yang bahkan akan membuat seorang anak kecil tertawa. Pertanyaanya apakah hutang Indonesia semakin tinggi angkanya? Sehingga subjek pajaknya bisa bikin semua orang geleng-geleng kepala. Jika negara berhutang untuk mensejahterakan rakyat, apakah saat ini rakyat telah merasakan kata "sejahtera" itu? Faktanya berbalik, justru rakyat saat ini merasa seperti dicekik dengan hutang-hutang yang katanya demi "mensejahterakan rakyat". Bahkan infrastruktur yang dibangun dengan hutang luar negeri justru dijual kepada investor asing. Maka terjadilah istilah tuan rumah ngontrak dirumah sendiri, mereka harus membayar dan berkerja keras demi kelayakan kehidupan mereka di negara sendiri.
Tetapi, beginilah sistem saat ini berkerja. Pajak dijadikan sumber penghasilan untuk kemakmuran negara dan rakyat. Hal ini sesuai berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Merasa tertipu? Iya, rakyat merasa tertipu. Tertipu dengan janji-janji awal kampanye saat masa pemilihan dulu. Bernostalgia dengan semua janji manis kampanye yang akan mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, mengharapkan yang lebih baik malah faktanya terbalik. Kecewa? Iya kecewa. Maka, tidak salah banyak terjadi demo dimana-mana dan protes. Itu adalah wujud rasa kekecewaan dan kemarahan karena merasa tertipu.
Kebijakan pemerintah yang semena-mena menambah kegeraman rakyat dan muncul pertanyaan-pertanyaan yang itu menjurus kepada rasa keraguan terhadap kepemimpinan pemerintah saat ini. Ini adalah hal yang wajar jika terjadi, karena efek ketidak puasan rakyat terhadap kepemimpinan pemerintahan saat ini.
Terlihatlah betapa bobroknya sistem yang dipakai untuk menjalankan negara ini. Bagaimana kebijakan itu diambil dengan hanya menggunakan kejeniusan manusia. Terlihatlah betapa lemahnya manusia itu jika hanya bergantung pada kejeniusannya saja. Kebijakan yang seharusnya menjadi solusi tuntas untuk negara malah menjadi sebuah lelucon.
Dalam sistem pemerintahan Islam pajak bukanlah sumber utama negara untuk memenuhi kebutuhannya dan kesejahteraan rakyatnya. Sebuah negara memiliki banyak sekali potensi dari segi sumber daya alamnya. Terkhusus Indonesia yang mana sudah sangat terkenal dengan alamnya yang kaya. Minyak bumi, batu bara, hasil laut yang berlimpah, rempah-rempah, emas dan lain sebagainya. Seharusnya dengan potensi yang dimiliki oleh Indonesia, rakyatnya tidak akan merasakan kesengsaraan hidup. Dan tidak perlu mencari kehidupan yang layak dengan cara membanting tulang. Tidak hanya sumber daya alam yang kaya, Indonesia juga memiliki sumber daya manusia usia produktif yang banyak. Inilah aset negara yang bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyatnya, bukan dengan cara berhutang sana sini.
Diperparah dengan sekolah dan sektor pendidikan saat ini yang mendidik pelajarnya untuk menjadi pekerja keras. Mengapa hanya menjadi pekerja saja? Mengapa tidak mennjadi pengusaha yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan? Bukankah itu bisa mengurangi pengangguran di Indonesia?
Sedangkan dalam Islam para pemuda (pelajar) dituntun untuk produktif. Maka, tidak heran pada masa Abasyiyyah banyak sekali ilmuan yang bermunculan. Buku-buku yang diciptakan pun banyak dan perpustakaan keliling pun ada. Banyak sekali ilmuan muslim yang melahirkan karya-karya gemilang. Karya-karya itu pun masih digunakan hingga saat ini, contoh Ibnu Sina yang dikenal sebagai Avisena sebutan buat beliau adalah Bapak Kedokteran. Buku yang beliau tulis sampai saat ini masih digunakan.
Ada pula Muhammad Al-Fatih yang diumurnya baru menginjak 21 tahun telah berhasil menaklukkan Konstantinopel yang memiliki berlapis-lapis Benteng dan penjagaan. Dengan kecerdasan yang dimiliki dan dibungkus dengan iman yang kuat Muhammad Al-Fatih paham dengan usaha sungguh-sungguh dia akan mampu menaklukkan Konstantinopel. Tapi, Muhammad Al-Fatih paham usaha saja tidak cukup, maka dia melakukan segala upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., menyiapkan para tentaranya yang dinamakan dengan pasukan intisyaria, pasukanyanya adalah orang-orang terpilih yang semua adalah penghafal al-qur'an.
Siapa yang tidak mengenal Umar bin Abdul Aziz yang disebut-sebut sebagai Umar kedua. Selama kepemimpinannya, Umar bin Abdul Aziz mampu mensejahterakan rakyatnya. Hanya selama 2 tahu kepemimpinannya, tidak ada seorang pun yang berada digaris kemiskinan. Hingga baitul mal dipenuhi dengan harta, sebab tidak ada seorang pun dari rakyatnya yang menerima zakat, tetapi mengeluarkan zakat.
Masyaa Allah, betapa Islam mampu melahirkan seorang yang sholeh, politisi dan ilmuan sekaligus. Tidak hanya ilmu dunia yang dikuasai namun, juga ilmu akhirat. Kembali pada Islam dengan menerapkan seluruh aturanya merupakan solusi terbaik.
Post a Comment