Oleh : Sumiati, ST
(Pemerhati Sosial dan Masyarakat)
Rencana sejumlah negara Islam untuk menjadikan emas sebagai alat pembayaran pengganti Dollar AS disebut Pemrakarsa Modern Monetary Theory (MMT), Mardigu Wowiek sebagai bagian dari upaya untuk melepas ketergantungan dolar, mengingat AS mencetak dolarnya tidak menggunakan jaminan emas. Melalui dedolarisasi lewat penggunaan Dinar berbasis emas ini diharapkan bisa menjadi patokan mata uang sehingga nantinya inflasi akan bernilai 0 dan merubah tatanan ekonomi baru. (CNBC Indonesia, 26/12/2019).
Negara-negara muslim tersebut antara lain Malaysia, Iran, dan Qatar. Gagasan tersebut pertama kali diperdebatkan sekitar tiga dekade lalu pada puncak Krisis Keuangan Asia (AFC). Alasan rencana penerapan ide tersebut tidak lain karena dolar AS semakin tidak stabil, dan terpapar pada fluktuasi nilai untuk melayani sebagai mata uang internasional utama.
Gagasan tersebut juga telah disetujui dan akan dikaji oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad. Gagasan penggunaan emas sebagai alat pembayaran mendapat persetujuan dari Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad yang juga mengusulkan penggunaan emas dengan sistem barter untuk seluruh Asia Timur. Hal tersebut disampaikan Mahathir saat konferensi Nikkei Future of Asia di Tokyo pada minggu lalu. “Di Timur Jauh (Far East), jika anda ingin datang bersama, kita harus mulai dengan mata uang perdagangan bersama, bukan untuk digunakan secara lokal tetapi untuk tujuan penyelesaian perdagangan,” katanya. “Mata uang yang kami usulkan harus didasarkan pada emas, karena emas jauh lebih stabil.” Selain itu, Presiden Iran Hassan Rouhani juga menginginkan dominasi dolar AS diakhiri dengan gagasan satu Cryptocurrency yang dapat digunakan antara negara-negara Muslim. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk melawan sanksi AS yang kerap kali menimpa negara-negara Muslim, juga upaya dedolarisasi AS sebagai mata uang internasional. (Repelita.com,26/12/2019).
Aksi ‘buang dolar’ atau de-dolarisasi sempat ramai diberitakan sejumlah negara. Salah satu alasannya karena pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sengaja menggunakan dolar untuk menekan negara lain, termasuk pemberian sanksi Dolar Amerika Serikat (AS) memang telah menjadi mata uang cadangan utama dunia selama beberapa dekade.
Menurut lembaga Dana Moneter Internasional (IMF), dolar AS saat ini mencakup 58% dari total mata uang cadangan devisa di dunia dan sekitar 40% dari utang dunia dalam mata uang dolar.Namun, Selama ini mata uang dolar sering dijadikan alat oleh Amerika Serikat untuk mempermain-kan ekonomi dan moneter suatu negara. Bahkan Amerika sebagai pencetak dolar bisa dengan mudahnya bisa membeli barang-barang dari negara-negara berkembang dengan mata uang dolar yang mereka miliki. Namun demikian, itu tidak menunjukkan bahwa ekonomi kapitalis yang diterapkan oleh Amerika dan negara-negara Barat merupakan sistem yang tangguh dan teruji. AS menghendaki seluruh negara yang ada di dunia merujuk pada USD, karena hal ini dapat dijadikan senjata dan alat imperialisme baru AS untuk menghancurkan atau mengekploitasi kekayaan negara-negara lain di dunia. Kita tidak bisa memperkirakan secara pasti kapan ekonomi kapitalis ini akan benar-benar runtuh. Namun, secara subjektif dalam pandangan Islam, sistem ekonomi kapitalis dengan pilar-pilarnya secara internal substansial memiliki pondasi yang rapuh. Akan tetapi, jika tidak ada kekuatan yang menggantikannya maka ekonomi kapitalis akan tetap terkesan kokoh dengan melakukan upaya tambal-sulam dan penjajahan yang semakin masif terhadap negeri-negeri Muslim.
Berdasarkan hal ini, tidak mungkin suatu negara menerapkan dan mengubah mata uangnya menjadi dinar dan dirham yang syar‘î, kecuali negara tersebut mampu melawan hegemoni politik, ekonomi, dan militer negara-negara adidaya saat ini, terutama AS. Sebab, AS tidak akan tinggal diam terhadap keberadaan negara lain yang akan menghancurkan sistem ekonomi kapitalis yang dibangun untuk melayani kepentingan-kepentingannya di seluruh dunia.
Karena itu hanya Khilafah yang akan mampu mengubur sistem ekonomi kapitalis dan menggantikannya dengan sistem ekonomi Islam. Langkah-langkah praktis yang mampu menjaga dan menambah ketersediaan emas atau perak antara lain: Negeri-negeri Muslim saat ini harus mengurangi atau bahkan menghentikan impor barang-barang luar negeri. Sebab, hal ini hanya berakibat pada pelarian modal keluar negeri (dalam bentuk emas/perak dan mata uang asing).
Meningkatkan ekspor ke luar negeri, dengan pembayaran berupa emas/perak atau mata uang asing yang digunakan untuk pembayaran impor (jika negara masih melakukan impor terhadap komoditi tertentu yang sangat diperlukan).
Menghentikan dan mengambilalih perusahaan-perusahaan pertambangan (termasuk pertambangan emas dan perak) yang dikonsesikan kepada pihak asing. Dengan begitu, negaralah yang akan memproduksi, mengontrol, dan menjadikannya sebagai cadangan devisa untuk mem-back-up penerbitan dinar dan dirham yang syar‘î.
Negara memaksakan setiap transaksi perdagangan dengan luar negeri untuk menggunakan standar dinar dan dirham (atau mata uang yang berbasis pada logam emas dan perak). Dalam hal ini, negara Khilafah dapat memperoleh keuntungan kapital berupa emas dan perak dari pembayaran komoditi strategis yang dibutuhkan oleh dunia internasional, seperti minyak. Sistem moneter yang syar‘i (termasuk mata uang dinar dan dirham syar‘i) tidak akan berhasil diwujudkan pada suatu negara yang terkungkung oleh dominasi ekonomi kapitalis dan sangat tergantung pada kekuatan ekonomi global (terutama ekonomi negara-negara kafir Barat). Untuk itu, umat Islam maupun para penguasa kaum Muslim saat ini harus mulai mempersiapkan ketersediaan dan ketercukupan cadangan devisa (dalam bentuk emas dan perak) agar dengan berdirinya Negara Khilafah kaum Muslim dapat menerapkan secara total seluruh hukum-hukum Islam, termasuk hukum-hukum tentang moneter dan mata uang. Tanpa konsep dan tahapan-tahapan yang jelas, cita-cita besar dan gamblang, serta kerja keras dan perjuangan yang tak mengenal lelah, yang disertai dengan kesiapan kaum muslim untuk berkorban maka keinginan itu tidak mungkin terwujudkan.
Penyelesaian dengan solusi Islam tentu bukan hanya berharap aspek maslahat yang diiambil secara parsial di satu aspek. Misal, di bidang ekonomi dengan meninggalkan praktik Bancassurance agar tidak terulang kasus jiwasraya, atau melakukan dedolarirasi dan menggunakan dinar agar nilai tukar uang kita stabil dst,.
Solusi Islam harus diambil total mulai akar hingga daun, dari asas dan seluruh sistemnya. Bisa terwujud dengan adopsi system politik Islam/khilafah. Secara Imani, kita yakin tegaknya seluruh syariat Allah akan mendatangkan maslahat. Dan secara empiris maupun historis, khilafah adalah system politik yang terbukti mengatasi beragam krisis yang hari ini tak mampu diatasi. Hasil pemberlakuan khilafah adalah kehidupan sejahtera, mulia dan jaya.
Wallahu'alam bisshawab.
Post a Comment