Oleh : Bunda Atiqoh
(Member Revowriter Bondowoso)
Sudah jamak diketahui, setiap pergantian tahun masehi masyarakat menyambutnya dengan antusias. dengan berbagai acara, pesta kembang api, bakar ikan, konser musik semalam suntuk, begadang menunggu detik-detik pergantian tahun, konvoi di jalan-jalan. Mayoritas ummat Islamlah yang merayakan. Perayaan besar ini dilakukan secara massif oleh masyarakat bahkan di seluruh dunia.
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Mayoritas masyarakat yang merayakan tidak tahu latar belakang perayaan ini. Dan kapan pertama kali dilaksanakan.
Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu. Dahulu orang-orang Romawi mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah. satu wajah menatap ke depan, dan satu lagi menatap ke belakang. filosofinya, masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun.
Fakta ini menggambarkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali bukan budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang nota bene mereka masyarakat paganis Romawi. Mayoritas masyarakat yang merayakan tak paham latar belakang perayaan ini. mereka menyambut pergantian tahun dengan antusiame yang tinggi, dengan berbagai kemeriahan.
Merayakan tahun baru masehi bagi ummat Islam, sama halnya dengan merayakan hari raya orang kafir. hukumnya terlarang. ada beberapa alasan, diantaranya :
pertama, menyerupai orang kafir, berdasarkan sabda Rasul Saw “ Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadist Shahih riwayat Abu Daud).
Kedua, ikut merayakan hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. padahal Allah melarang sebagaimana termaktub dalam firmannya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS Al mumtahanah : 1)
Ketiga, hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan perkara hiburan dan dunia semata. ketika Nabi Saw datang ke kota madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda dihadapan penduduk madinah, “ Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i)
Penduduk Madinah mengisi dua hari raya tersebut dengan main-main dan makan-makan. sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun karena dua hari raya ini adalah hari raya orang kafir, Nabi Saw melarangnya. Ikut bergembira dalam perayaan orang kafir, walau hanya main-main tanpa ikut ritual keagamaan mereka, adalah perbuatan yang terlarang karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.
Maka sebagai muslim tidak sepatutnya ikut-ikutan merayakan tahun baru masehi. kita punya tahun baru sendiri, yaitu 1 Muharram. Itu pun tidak ada anjuran untuk merayakannya. Hanya untuk muhasabah diri, introspeksi amal perbuatan yang telah lalu. Islam adalah agama yang tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam.
Hentikan kegiatan-kegiatan yang menyemarakkan tahun baru, karena kita bukan bagian dari mereka. Kita adalah ummat Nabi Muhammad Saw yang mulia. Bukankah kita ingin bertetangga dengan Nabi Saw kelak di akhirat?
Bondowoso, 31 Desember 2019
Post a Comment