Sistemik Korupsi, Solusinya kebingitan

Oleh: Afika Khairunnisa
(Aktivis Dakwah Kampus)

Korupsi. Ya! bicara masalah korupsi sepertinya kita sudah jenuh ya mendengarnya, karena masalah yang satu ini memang sudah biasa terjadi bahkan menjamur di tengah masyarakat. Hampir setiap bulan selalu saja ada kasus korupsi. Seperti yang terjadi baru-baru ini. Kejaksaan Agung, Senin (13/01/2020), memanggil tujuh orang saksi terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (persero). Adapun kasus ini terkuak setelah perusahaan asuransi itu memastikan pembayaran kewajiban sebesar Rp 12,4 triliun yang dijanjikan pada Desember 2019 tak bisa terlaksana.(www.kompas.com,13/01/2020).

Tidak hanya kasus jiwasraya saja, KPK juga menahan Agustina Tio Fridelia setelah terjaring operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024(republika,10/01/2020).

selain itu, ada juga kasus dugaan suap yang menimpa komisioner komisi pemilihan umum(KPU) wahyu setiawan. dia dikatakan tidak hanya merusak demokrasi tapi juga mengkhianati kedaulatan politik rakyat(rmol.id,10/01/2020)

Penegak hukum kini juga harus bersiap menangani kasus yang diperkirakan tak kalah besar. MENKOPOLHUKAM mahfud MD menyatakan ada informasi korupsi di PT Asuransi Sosial angkatan bersenjata republic indonesia (ASABRI).(www.jawapos, 12/01/2020).

ketua BPK Agung Firman sampurna juga mengungkapkan empat proyek di lingkungan pelindo II merugikan Negara lebih dari Rp 6 triliun. hal itu terungkap berdasarkan laporan hasil pemeriksaan.(www.faktakini.net, 11/01/2020)

Terbongkarnya skandal kasus korupsi semakin menyakitkan hati umat. Apalagi Korupsi yang terjadi itu tidak hanya di skala nasional saja, tapi juga di level daerah. Bahkan hampir di setiap daerah terjadi kasus korupsi. Mengapa korupsi semakin marak terjadi? Jika kita menelusuri dengan seksama maka akan menemukan beberapa faktor penyebabnya, diantaranya:

1. Faktor individu. 
Yaitu lemahnya keimanan dan ketaqwa dari individu dari pelaku korupsi. Mengapa ini bisa terjadi? Karena asas sekulerisme telah merasuk dalam diri individu-individu. sehingga mereka berfikiran agama hanya mengatur perkara  ibadah ritual saja. Akhirnya pribadi-pribadi muslim banyak yang sholat, puasa, zakat haji tapi korupsi. Mereka tidak takut untuk memanipulasi dan mengambil harta yang bukan miliknya. Mereka lupa bahwasanya Allah tidak hanya ada di masjid saja. Allah senantiasa mengawasi kita dalam segala aktivitas kita. mereka lupa Allah tidak hanya menghisab ibadah mahdhah kita. mereka lupa bahwa Allah tidak hanya mengatur masalah ibadah mahdlah saja tapi Allah mengatur seluruh aspek kehidupan kita termasuk tidak boleh adanya riswah(korupsi).

2. Factor masyarakat.
Karena sifat individualisme yang telah merasuk masuarakat, maka menyebabkan masyarakat memiliki sifat acuh tak acuh dengan keadaan sekitar. Sehingga ketika ada yang melakukan praktik korupsi, masyarakat tampak enggan menegurnya hingga berujunglah praktik tersebut menuju megapraktik.

3. Factor negara. Negara tidak tegas dalam menindak para pelaku korupsi. Hukumnya selama ini terkesan runcing kebawa tumpul keatas.  Akhirnya tidak ada efek jera pada diri pelaku dan masyarakat yang lain cenderung tidak takut untuk melakukan hal yag serupa alias meniru. Bahkan semakin banyak yang di bui karena kasus korupsi, namun semakin banyak yang mempraktikkannya. Mengapa bisa begitu?

4. Factor ideologis. System yang diterapkan di negeri ini adalah system kapitalisme sekuler. system ini memisahkan agama dari kehidupan. agama tidak boleh ikut campur mengatur kehidupan. system ini berasaskan kemanfaatan. standarisasi segala sesuatunya adalah bukan halal haram. tapi asas manfaat. jika dirasa bermanfaat bagi dirinya maka dilakukan, jika tidak bermanfaat tidak akan dilakukan. manfaat disini maksudanya adalah manfaat karena materi. yakni kekayaan dan kekuasaan. Aplikasinya jika seseorang ingin kekuasaan, atau ingin menjadi pejabat,maka apapun dilakukan meskipun dengan membayar segebok uang. Akhirnya ketika menjadi pejabat, dia akan melakukan berbagai hal yang mendatangkan manfaat bagi dirinya. Seperti menerima suap, sebagai makelar kekuasaan dan lainnya. Itulah gambaran mata rantai korupsi di negeri ini.wajar jika korupsi bak jamur yang takkan pernah pupus.

5. Tingginya biaya politik. Ketua KPK Agus Raharjo menilai tingginya biaya politik menjadi salah atu penyebab demokrasi indonesia procedural dan transaksional. Karena untuk menjadi bupati saja seorang calon harus mengeluarkan uang puluhan miliar dan menjadi gubernur ratusan miliar (www.republika.co.id , 25/01/2018).
Ketua MPR Zulkifli Hasan pun menilai masih banyaknya pelaku koruptif itu berkaitan erat dengan system demokrasi yang berbiaya tinggi(www.detik.com, 02/11/2017). Korupsi dalam wadah demokrasi subur bagai jamur yang takkan pupus (pejabat Negara terjerat korupsi secara berulang dan massif). Tidak ada jaminan orang baik akan selamat dari korupsi karena demokrasi menghalalkan segala cara.

Lantas bagaimana solusinya?
Solusi Dalam Islam
Menilik solusi yang digunakan oleh system kapitalis demokrasi selama ini adalah solusi parsial, yang sangat kebingitan. Solusinya terkesan tambal sulam yang tidak menyelesaikan masalah, apalagi menuntaskan. Adanya lembaga yang bernama KPK, tak mampu memberantas korupsi. Dengan adanya perombakan sistem di tubuh KPK baru-baru ini, mampukah memberantas korupsi? itu juga membuat kita semakin pesimis, sangat kebingitan. Karena korupsi di lingkaran kekuasaan adalah penyakit bawaan system sekuler dan mustahil diberantas dengan kerja lembaga semacam KPK. Perlu ada solusi alternative yang bisa meyelesaikan secara tuntas masalah korupsi ini agar tidak terjadi lagi.

Menilik dari solusi Islam, yang dimana Islam merupakan agama yang sempurna, aturannya sangat komprehensif. Mengatur seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, pendidikan, politik, pemerintahan dan lainnya. Islam memiliki solusi yang bisa menuntaskan masalah korupsi, diantaranya:

1. Pilar individu. Yaitu ketakwaan individu harus senantiasa ditancapkan di tengah-tengah masyarakat. karena ini adalah pondasi setiap individu. Jika individu masyarakat adalah manusia-manusia yang memiliki ketakutan yang tinggi kepada Allah maka dia akan takut untuk melakukan tindak korupsi. Karena korupsi sangat bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh sang khaliq. Meskipun tidak ada lembaga yang mengawasi, dia takut karena merasa selalu diawasi oleh malaikat dan Allah sang pecipta jagad raya. 

2. system yang diterapkan di Negara dalam segala bidang haruslah system yang shahih yang berasal dari sang pencipta(islam) yang tidak memihak kepada siapapun, tidak rawan kepentingan dan tidak rawan penyalahgunaan wewenang. itulah system islam. Dalam pemerintahan islam terdapat larangan keras menerima harta ghulul yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil(kepala daerah setingkat walikota/bupati) dan para pegawai negara dengan cara yag tidak syar’i baik diperoleh dari harta milik negara maupun harta milik masyarakat. Pejabat akan memperoleh gaji/tunjangan. Selain itu harta-harta yang diperoleh karena memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya seperti suap, korupsi maka termasuk harta ghulul / harta yang diperoleh secara curang : korupsi, suap, markup anggaran dan lainnya.(abdul qadim zallum, al amwal fi daulah khilafah hlm.118-121).

3. Sanksi yang diterapkan haruslah sanksi yang menjerakan, berlaku tanpa tebang pilih. Itu hanya ada di system islam. Ibarat buah busuk, atau diibaratkan akar busuk, maka kita tak akan segan-segan untuk mencabut akarnya dan membuangnya serta menggantikannya dengan yang lebih menjanjikan. Sama halnya dengan system secular kapitalis yang ada di negeri ini sekarang. Jika sudah jelas bahwasanya system itulah penyebab semua permasalahan di Negara kita saat ini termasuk masalah korupsi, maka sudah selayaknya kita membuangnya dan menggantinya dengan system yang lebih baik yakni islam. Karena hanya kembali pada system islam, keberkahan akan menyelimuti negeri ini sehingga terciptalah negri yang penuh dengan kerahmatan, yaitu rahmatan lil 'alamin
Wallaahu a’lam bi asshowaab.

Post a Comment

Previous Post Next Post