Sarjana, Intelektual atau Tukang?



Oleh: Yuli Mariyam Pendidik Generasi Tangguh, Member Akademi Menulis Kreatif



VIVAnews – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebutkan, dunia perguruan tinggi (PT) sedang menjadi “terdakwa” dari kekacauan tata kelola pemerintahan dan munculnya korupsi di mana-mana. Hal itu dikemukakan Mahfud MD saat menyampaikan stadium generale pada acara wisuda 750 sarjana dan magister Universitas Islam Kediri, di Kediri, Jawa Timur, Sabtu, 21 Desember 2019. VIVAnews(21/12/2019)

Masih menurut penuturannya, pelaku korupsi adalah para lulusan sarjana tukang, yang keahliaanya bisa dijual-belikan. Hal ini tidak sepenuhnya salah, korupsi di alam kapitalis seakan sudah menjadi hal yang biasa, di mana para koruptor tidaklah bertindak sendiri, terbukti ketika tertangkap selalu mencatut nama-nama yang lain. Nepotisme, undang-undang akan dibuat untuk meloloskan permintaan para pemesan, para pemilik modal, bukan untuk kemaslahatan bersama seperti yang ada pada sila ke lima pancasila, yang berbunyi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sarjana yang berprofesi sebagai tukang ojek, menurut beliau adalah orang yang salah dalam memilih jurusan saat kuliah, sehingga tidak menggunakan skillnya secara benar. Adalah Zulkarnain, 43 tahun, pria berkepala plontos itu masih berdiri tegak walau hari sudah terik. Hanya dengan dipayungi topi, ia mengatur parkir di seputar Jalan Mawar Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau. Pria yang akrab disapa Bang Zul itu sudah melakoni kerjaannya sebagai juru parkir sejak 5 tahun terakhir. Perawakannya yang sederhana ternyata lulusan Sarjana Muda. Selain menjadi juru parkir, ternyata dia juga staf honorer di salah satu SD Negeri di 'Kota Minyak' Duri, Kabupaten Bengkalis. www.goodnewsfromindonesia.id (20/06/2019)

Zul adalah salah satu contoh dari sekian sarjana yang tidak bisa menggunakan kemampuannya secara maksimal, apakah ia yang termasuk sebagai orang yang salah dalam memilih jurusan saat kuliah? Adanya kebijakan yang salah, impor tenaga kerja dari luar negeri yang membuat lahan pekerjaan semakin minim di negeri ini, bahkan sampai yang kelasnya bukan ahli, membuat persaingan dalam mencari pekerjaan semakin sempit.

Pemikiran kapitalis telah merasuki para pembuat kebijakan, sehingga korupsi di dalam demokrasi adalah hal yang lumrah, adanya kesempatan dan hukum yang tidak memberikan efek jera pada pelakunya membuat korupsi tetap merajalela. Bahkan, menurut Wikipedia, Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan.

Islam Meriayah Tenaga Ahli dan Mencegah Tindak Korupsi.

Selama 13 abad Islam memimpin dunia, perkembangan pembangunan dengan berbagai infrastruktur di dalamnya tidak lepas dari peran para ahli pembangunan, arsitek, ilmuwan-ilmuwati yang ada. mereka berlomba-lomba memberikan yang terbaik untuk daulah, dan sebaliknya daulah menghargai jasa mereka, membeli dengan harga yang pantas untuk sebuah penemuan. seperti dikisahkan, satu buku hasil tulisan para ilmuwan akan di timbang dengan emas dan di berikan kepada penulis sebagai penghargaan atas sumbangsih ilmunya kepada masyarakat daulah.

Infrastruktur dibuat untuk melayani umat, secara gratis, lapangan pekerjaan akan terbuka luas karena kekayaan tidak boleh ditimbun oleh sekelompok orang kaya saja, negara akan mengingatkan para pemilik harta agar menggerakkan hartanya pada sektor real, yang dengan itu akan ada peluang untuk para pencari kerja.

Para intelektual akan berlomba-lomba membuat teknologi untuk negeri. Teknologi yang berbasis jihad ini akan senantiasa bergerak selama negara melakukan futuhat-futuhat untuk memperluas wilayah pembebasan dari penghambaan selain Allah. Hingga Islam menjadi rahmatan lil alamiin.

Wallahu a'lam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post