Oleh: Nuraeni Erina Aswari
Saat ini, kita sudah berada di awal tahun 2020. Waktu yang tepat untuk membuat sebuah resolusi. Sehingga harapannya, tahun ini bisa jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kita pun mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang pada tahun sebelumnya tidak mampu diselesaikan.
Jika kita merenungi, tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Berbagai persoalan demi persoalan terus bermunculan tanpa pernah bisa diselesaikan. Mulai dari masalah politik, ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, dsb. Padahal, tahun tersebut merupakan tahun dimana sebagian rakyat berharap adanya perubahan. Sebab tahun 2019 merupakan tahun pergantian rezim.
Namun kenyataannya, rakyat dibuat kecewa. Pemilu yang sudah mengorbankan banyak rakyat, tidak memberikan perubahan. Bahkan, di awal kepemimpinannya, rezim justru malah membuat kebijakan-kebijakan baru yang membuat rakyat semakin menderita.
Di bidang ekonomi, pemerintah membuat kebijakan menaikkan iuran BPJS hingga 100%, menaikkan pajak di sebagian sektor, menaikkan iuran tol, dll. Selain itu juga ada wacana kenaikan tarif dasar listrik yang meski untuk sementara dibatalkan, namun ada kemungkinan suatu saat akan direalisasikan.
Di sisi yang lain, pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur yang tentu saja membutuhkan biaya besar. Biaya ini diambil dari skema utang luar negeri. Akibatnya, hutang negara semakin membengkak, rakyat yang harus menanggung resiko. Padahal, berbagai pembangunan tersebut hanya akan menguntungkan para pengusaha saja.
Di bidang politik, perhatian rezim di awal kepemimpinannya justru malah pada isu yang absurd yakni "perang melawan radikalisme". Perang yang notabene perang melawan pergerakan Islam kaffah jelas-jelas menjadi tagline pemerintahan. Nyaris semua kerja kementerian strategis diarahkan untuk menjalankan agenda pesanan ini. Kementerian agama, kementerian dalam negeri, kementerian pertahanan, kementerian pemberdayaan aparatur negara, bahkan hingga kementerian pendidikan, semua berbicara tentang deradikalisasi.
Yang lebih berbahaya, rezim pun tak ragu melakukan politik belah bambu. Merangkul sebagian kalangan tokoh umat dengan harta dan kekuasaan, namun ‘menginjak’ dengan mempersekusi, mengalienasi, bahkan mengkriminalisasi sebagian yang lainnya.
Di bidang hukum, rezim pun menampakkan ketidakadilannya. Kasus pelecehan Rasulullah saw. oleh Sukmawati dan Muwafiq hanyalah sebagian contoh. Betapa tumpulnya pisau hukum penguasa atas mereka. Sementara mereka yang kritis atas kebijakan penguasa, tak perlu waktu lama untuk mendekam di penjara.
Di bidang sosial, kita menyaksikan kasus pornografi pornoaksi semakin mengiris hati. Narkoba dan miras semakin merebak bahkan di kalangan remaja, calon penerus generasi. Komunitas LGBT yang kian banyak pun sudah tak lagi menyembunyikan diri. Belum lagi tingkat perceraian yang kian tinggi. Ditambah dengan angka kriminalitas yang semakin tak terbatas.
Namun, rezim malah membuat kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya yakni dengan menaikkan batas usia pernikahan bagi perempuan. Ada juga wacana wajib sertifikasi nikah bagi mereka yang hendak menikah. Dua kebijakan ini oleh sebagian pihak dipandang akan mempersulit mereka yang hendak menikah, sehingga bisa jadi malah semakin membuka peluang terjadinya seks bebas.
Semestinya, semua problem di atas membuat umat semakin sadar bahwa berharap adanya perubahan pada pergantian rezim hanya akan berakhir pada kekecewaan. Pemimpin yang sederhana atau pemimpin yang dikenal sangat kental dengan agama pun, ternyata tidak bisa merubah kondisi yang ada.
Sebab, problem dari segala problem yang ada hari ini pada dasarnya adalah karena tidak diterapkannya aturan Islam. Sistem sekuler, aturan yang memisahkan agama dari kehidupan, juga sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, menjadi pangkal penyebab semrawutnya keadaan masyarakat dan negara hari ini.
Oleh karena itu, harus ada upaya untuk menyelesaikan berbagai problem tersebut dengan aturan Islam. Hanya saja, pengambilan Islam sebagai solusi tidak boleh dilakukan hanya dengan tujuan mendapat maslahat semata atau mengambil aturan Islam hanya sebagian saja. Misal di bidang ekonomi dengan meninggalkan Bancassurance agar tida terulang kasus jiwasraya. Atau melakukan dedolarisasi dan menggunakan dinar agar mata uang stabil.
Pengambilan Islam sebagai solusi haruslah didasari keimanan kepada Allah swt. Bahwasannya, semua aturannya adalah yang terbaik dan yang akan memberikan kemaslahatan bagi kita. Dan bahwasanya, kita wajib untuk tunduk pada semua aturan-Nya. Ketundukan kita akan memberikan keberkahan dan pahala. Dan pembangkangan kita akan menyebabkan penderitaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Mahabenar Allah dengan firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96)
Dan firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman,‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.’.” (QS Thoha : 124-126)
Penerapan aturan Islam secara menyeluruh hanya bisa diterapkan oleh sistem khilafah. Secara empiris maupun historis, sistem ini terbukti mampu menyelesaikan berbagai problem dalam kehidupan. Selama lebih dari 13 abad, sistem khilafah menaungi umat Islam dan juga non Muslim. Mewujudkan kesejahteraan dan persatuan yang hingga kini tak mampu dilakukan oleh negara mana pun. Di bawah sistem ini, umat Islam menjadi umat terbaik, pemimpin peradaban, ditakuti lawan dan disegani kawan.
Oleh karena itu, resolusi hakiki sebagai jalan perubahan di tahun 2020 ini semestinya diarahkan untuk perubahan sistem. Kapitalisme, sekuler dan demokrasi sudah tidak layak diharapkan lagi. Sebab bukti kegagalannya sangat banyak dan nyata. Oleh karena itu, pergantian rezim pun tidak pantas menjadi harapan akan adanya perubahan.
Hanya Islam, dengan sistem khilafahnya yang layak untuk diharapkan, diperjuangan dan diterapkan. Dengan demikian, kesejahteraan, kestabilan sosial dan politik tidak hanya jadi impian. Semoga di tahun 2020 ini, khilafah bisa tegak, sebagaimana yang diprediksi National Intelelligence Council’s (NIC) yang dirilis dalam sebuah laporan berjudul, “Mapping the Global Future”. Aamiin
Post a Comment