Oleh: Afika Khairunnisa
(Aktivis Dakwah Kampus)
Ya, Muslimah berjilbab memang bukan
berarti malaikat, namun ia berusaha taat kepada Allah ta'ala, karena berhijab
adalah kewajiban bukan pilihan. Bahkan batas-batas aurat wanita pun telah
jelas, yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Namun, belum lama ini, Ibu Sinta
Nuriyah mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib memakai jilbab karena
memang begitu adanya yang tertulis di Alquran jika memaknainya dengan tepat.
Selama ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Alquran secara kontekstual bukan
tekstual. Sinta juga mengakui bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan
ayat-ayat Alquran karena melewati banyak terjemahan berbagai pihak yang mungkin
saja memiliki kepentingan pribadi (tempo.com, 16/1/2020).
Menanggapi pernyataan Ibu Sinta
Nuriyah tersebut, maka ada beberapa hal yang
perlu diajukan untuk memastikan wajib tidaknya muslimah mengenakan
jilbab, yaitu: tidak terjadi perbedaan pendapat di kalangan jumhur ulama
tentang wajibnya menutup aurat. Empat Imam Madzhab (Maliki, Hanbali, Hanafi,
Syafi'i) bersepakat muslimah wajib menutup aurat, meski berbeda pendapat
terhadap batas aurat yang ditutup.
Sesungguhnya ada beberapa komponen
bagaimana wanita seharusnya berbusana.
1. Perintah wajibnya muslimah
mengenakan khimar (kerudung).
Khimar adalah kain penutup kepala
muslimah yang diulurkan hingga batas dada. Dalam Alquran, Allah Swt telah
memerintahkan muslimah untuk mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab sebagai
pakaian penutup aurat. Perintah mengenakan khimar terdapat dalam Q.Surat
An-Nuur Ayat 31:
(Katakanlah kepada wanita yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya....)"
Disini adalah kata "khumur"
yang berarti khimar yang ditutupkan sampai ke dada.
2. Perintah wajibnya muslimah
mengenakan jilbab
Perintah berjilbab ada dalam Q. Surat
Al Ahzab ayat 59.
(Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang).
Selain dalil naqli sebagaimana
tersebut di atas, dalam kitab An-Nizham Al-Ijtima'i fi Al-Islam karya Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani, dijelaskan bahwa merujuk dalam kamus al-Muhith dinyatakan:
"Jilbab itu adalah seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong)."
Adapun dalam kamus ash-Shihhah,
al-Jawhari menyatakan, "Jilbab adalah milhafah (mantel/jubah) dan yang
sering disebut mula'ah (baju kurung). Di dalam hadits, kata jilbab dinyatakan
dalam makna al-mula'ah (baju kurung) yang dikenakan wanita sebagai penutup luar
pakaian kesehariannya di dalam rumah.
Dari Ummu 'Athiyah r.a., ia berkata:
"Rasulullah Saw. memerintahkan agar kami mengeluarkan para wanita, yaitu
hamba-hamba sahaya wanita, wanita-wanita yang sedang haid, dan para gadis yang
sedang dipingit, pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sementara
wanita-wanita yang sedang haid, mereka memisahkan diri tidak ikut menunaikan
shalat, tetapi tetap menyaksikan kebaikan dan (mendengarkan) seruan untuk kaum
muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak
memiliki jilbab.” Rasulullah pun menjawab, “Hendaklah saudaranya memakaikan
jilbabnya kepada wanita itu.” (HR Muslim)
Apabila kita cermati Surat Al Ahzab:
59, maka ayat ini secara jelas mengandung perintah Allah Swt. kepada kaum
mukminah agar mengenakan jilbab. Pun dari hadist Ummu 'Athiyah di atas,
Rasulullah Saw. memerintahkan agar muslimah mengenakan jilbab ketika keluar
rumah. Bahkan jika tidak memiliki, saudaranya harus meminjamkannya. Ini
menunjukkan betapa wajibnya berjilbab bagi wanita muslim.
Alquran tentu hanya boleh ditafsirkan
lafadz dan kalimatnya dengan pengertian bahasa (etimologi) dan syar'i. Dan tak
boleh ditafsirkan di luar kedua jenis pengertian tersebut. Pengertian ayat
tersebut secara bahasa sudah jelas, yaitu merupakan perintah (wajib) kepada
mukminah (muslimah) mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka. Yakni
menghamparkan pakaian yang mereka kenakan di luar pakaian keseharian, ke bawah
hingga menutupi kedua (telapak) kaki. Hukum wajib berarti jika tidak
dilaksanakan akan menuai dosa, dan apabila tidak bertaubat maka dosa pasti akan
berakibat pelakunya diganjar neraka, kecuali Alloh mengampuninya.
Sejatinya, perkara wajibnya menutup
aurat seperti berkhimar dan berjilbab
masuk kategori “ma’lumun min ad-dien bi adz-dzarurah." Pemahaman agama yg
secara umum umat Islam sudah memahami sebagai kewajiban dan tidak ada perbedaan
di dalamnya. Seperti wajibnya sholat lima waktu, puasa Ramadhan.
Jika kita telisik kembali, jilbab dan
khimar adalah 2 hal yang berbeda. Terkadang kita sendiri bahkan masih keliru
dalam memaknai jilbab dan khimar. Sejatinya khimar telah jelas seperti yang di
jelaskan Allah dalam q.s an-nur:31 tsb yaitu yang menutupi kepala hingga batas
dada wanita muslim. Dan kewajiban jilbab pun telah jelas dalam q.s al-ahzab:
59, yaitu sesuatu yang menutupi seluruh tubuh wanita muslim. Dan keduanya
merupakan komponen pakaian muslimah yang wajib dikenakan oleh muslimah. Jilbab,
adalah pakaian wajib dipakai ketika beada di kehidupan umum (keluar rumah).
Sebab jilbab merupakan pakaian luar yang menutupi.
Kewajiban berjilbab (menegenakan
pakaian luar) juga dipertegas dalam Q.Surat An-nur:60.
Allah SWT berfirman:
"Dan para perempuan tua yang
telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka
tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan; tetapi memelihara kehormatan adalah lebih baik bagi
mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
dosa bagi wanita yang tidak memiliki lagi keinginan untuk menikah lagi untuk
menanggalkan pakaian luarnya (jilbab) namun tetap menutup aurat, namun tetap
memakai jilbab (pakaian luar) bagi wanita tua itu lebih baik untuk menjaga
kehormatannya meskipun dia sudah tua dan tak ada keinginan untuk menikah lagi. Apa
maknanya? Maknanya adalah tidak ada dosa bagi wanita tua (yang sudah menopause
dan tak ada gairah menikah) untuk
berpakaian seperti biasanya (pakaian potongan_ seperti yang biasanya kita lihat
wanita berpakaian pada saat sekarang ini) yang tetap menutup aurat, dan tetap
mengenakan khimar tapi tidak mengenakan jilbab (baju kurung panjang yang lebar
(gamis), dalam artian berdosa bagi wanita yang belum tua (masih produktif dan
masih ada gairah menikah) untuk menanggalkan pakaian luarnya (jilbab) ketika
keluar rumah, meskipun sudah terkategori menutup aurat (memakai baju potongan,
mentup aurat, namun tidak mengenakan jilbab (gamis/jubah/kain seperti mantel). Jadi,
dalam ayat ini semakin jelas, meskipun wanita tua tidak diharuskan untuk
berjilbab tapi dia diharuskan untuk tetap menutup auratnya. Maka disini yang
perlu dipahamkan kembali adalah makna jilbab yang sebenarnya. Namun terkadang,
manusia banyak yang pongah, sudah tau menutup aurat, berkhimar dan berjilbab
itu adalah wajib namun masih saja berani berdalih. Naudzubillah mindzaliq.
Lantas, siapa yang dia tentang disini? Mengapa
berani sekali menentang aturan Tuhan?.
Tapi, melihat sistem yang diterapkan
hari ini, kejadian seperti saat ini memang sangat wajar terjadi. Mengapa begitu?
Karena semenjak runtuhnya daulah Khilafah pada tahun 1924 M, umat memang dalam
keadaan tidak baik-baik saja. Banyak pemikiran Islam yang dijauhkan dari umat
Islam. Bahkan, semanjak itulah makna jilbab yang sesungguhnya di otak atik oleh
kafir penjajah pengusung liberal. Sehingga umat benar-benar tidak paham lagi
bagaimana identitas Islam yang sebenarnya. Semenjak itu jugalah banyak
bertebaran perancang mode pakaian wanita yang justru malah menjauhkan identitas
kemuslimahan dan kehormaran wanita muslim. Naudzubillah mindzaliq. Saatnya kita
bangkit, dan Back To Muslim Identity, jangan mau lagi diberanguskan dan di otak
atik ajaran Islam yang begitu mulia oleh para pengusung liberal.
Wacana muslimah tidak wajib
menggunakan jilbab/pakaian penutup aurat patut diduga banyak disampaikan oleh
kalangan Islam liberal. Berjargon "Islam yang Membebaskan," mereka
berupaya melepaskan umat Islam dari keterikatan hukum Allah Swt. Atas nama
kebebasan tanpa batas yang berlindung di bawah ketiak HAM dan sebuah kredo yang
masyhur di kalangan feminis: "My Body My Authority". Saatnya Umat
Bangkit, dan berhentilah tidur panjang. Sebab, beginilah cara kaum kafir
penjajah merusak umat Islam. Mereka tidak akan mau memaksa umat Islam
meninggalkan ajaran Islamnya, tetapi mereka menggunakan cara "perang
pemikiran" dan menjajakan pemikiran umat Islam dengan menjauhkan pemikiran
Islam yang sebenarnya dari umat, sehingga dengan begitu umat islam itu sendirilah
yang telah tercacati pemikirannya untuk meninggalkan ajaran Islamnya dengan
suka rela tanpa paksaan. Maka dengan begini siapakah yang diuntungkan? Tentu
kafir penjajah akan berlonjak bahagia. Dan perlu diketahui perintah wajib
berhijab khususnya dengan berjilbab hendaknya dikembalikan pada asal muasal
kewajiban bagi seorang perempuan muslim (muslimah) untuk menutup auratnya. Itu
prinsip yang harus dipegang teguh oleh wanita muslimah yang mengaku beriman
kepada Allah. SWT.
Wallohu a'lam bishowab..
Post a Comment