Oleh : Intifada Birul Umaroh
(aktivis mahasiswi Jember)
Kesejahteraan adalah harapan setiap rakyat. Terjangkaunya harga, terjaminnya layanan publik, serta mudahnya akses lapangan pekerjaan menjadi dambaan setiap manusia. Tapi, jauh panggang dari api, realita jauh dari ekspektasi.
Kemiskinan masih menjadi siklus permasalahan yang tak kunjung rampung di berbagai belahan dunia, termasuk negeri kita yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo, Indonesia. Dilansir dari bisnis.tempo.co pada Oktober 2019 lalu Victoria mengatakan, “Saat ini Bank Dunia memperkirakan hampir seperempat penduduk di negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik hidup di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia mengukur tingkat kemiskinan ini dengan batas Upper Middle-Income Class (UMIC) dengan pendapatan US$ 5,5 (setara Rp 77 ribu) per hari. Hasilnya, jumlah penduduk miskin di bawah garis ini justru naik menjadi 24 % pada Oktober 2019, lebih tinggi dari April 2019 yang sebesar 23,7 %.” Begitu hanya dengna Indonesia, penghasilan dibulatkan keatas menjadi 800.000 perbulan sehingga angka dianggap berkurang menjadi 70 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bukan realitas kemiskinan yang menurun, tetapi angka kemiskinannya saja yang menurun karena standarnya dinaikkan. Bukankah ini sama saja sebuah kebohongan?
Angka kemiskinan dunia menjadi dorongan PBB untuk melakukan upaya. Mereka mengadakan KTT dengan tindakan melakukan perpanjangan proyek MDGs menjadi SDGs yang akan di dijalankan hingga 2030 mendatang. Mereka menempuh 17 langkah untuk mengentaskan kemiskinan dan poin kelima dari langkah tersebut adalah gender equality (kesetaraan gender). Langkah planet 50:50 menjadi tujuan mereka untuk menciptakan kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan. Belum lagi, perempuan bukan hanya dijadikan sebagai objek tapi juga subjek yang mengharuskannya untuk begerak dalam mengatasi permasalahan ekonomi dunia. “Bahkan dengan adanya optimalisasi peran perekonomian global dapat menyumbang US$ 128 triliun ke produk domestic bruto (PDB) global. Dilihat dari konteks PEP nasional, perempuan dapat menyumbang sekitar US$ 135 miliar terhadap PDB nasional,” (bisnis.com).
Ketika kini perempuan ramai turun ke ranah publik menjadi pelaku ekonomi, apakah gelombang kemiskinan kita mulai surut? Ternyata tidak. Justru yang terjadi adalah kekerasan terhadap perempuan makin tinggi, degradasi moral generasi makin mengiris hati, kemiskinan yang harusnya tersolusi masih saja bercokol di bumi pertiwi. Tak cukup sampai disitu, angka perceraiaan juga semakin meningkat karena masalah ekonom. “Ada 80% yang mengajukan perceraian dari istri, yakni cerai gugat. Sebab tak tercukupinya kebutuhan hidup oleh suami,” ungkap Humas Pengadilan Agama Jember Anwar, Kamis (2/1).
PEP yang diagung-agungkan sebagai solusi kemiskinan ternyata tak mampu mencabut wabah kemiskinan. Kesetaraan gender dengan pemberdayaan ekonomi perempuan hanya menjadi ilusi kesejahteraan ekonomi. Sistem kapitalisme-sekuler yang berbasis kebebasan justru menjadi sumber masalah kemiskinan. Mulai dari pasar bebas, liberalisasi sumber daya alam, penghapusan subsidi, dan ekonomi ribawi. Hal inilah yang membuat lapangan pekerjaan semakin sempit, hutang semakin meroket, pajak makin tinggi, dan maraknya investasi yang membuat negeri kita tidak dapat merdeka secara hakiki. Negara bukan lagi melayani rakyatnya, tetapi justru berselingkuh dengan pengusaha hingga akhirnya semua kebijakan berbasis pesanan pengusaha hingga akhirnya angka kemiskinan terus menganga.
Maka, seharusnya kita menyadari bahwa akar masalah kemiskinan di negeri ini adalah buah dari sistem kapitalisme. Karena itu, mari kita hempaskan cengkeraman kapitalisme ini dengan solusi yang benar, yaitu penerapan sistem Islam Kaffah dengan menerapkan seluruh syariat dalam segala aspek kehidupan. Sebab dengan diterapkannya sistem Islam Kaffah, kebutuhan rakyat akan terjamin, kesejahteraan rakyat akan terakomodir, dan peranan perempuan sebagai ibu sekaligus pengatur rumah tangga tak akan ternodai. Hanya dengan pengaturan sistem Islamlah perempuan akan mulia dan benar-benar berdaya.
Post a Comment