Oleh : Cucu Aprilianti, S.H.
(Sekben Dept. An-Nisa LDK UMMI UNIKOM Periode 2016/2017)
Indonesia kembali menghadapi konflik dengan China terkait perairan Natuna. Komplik dipicu dengan masuknya kapal berbendera China ke perairan Natuna tanpa izin. Tetapi, pemerintah China bersikukuh negaranya tidak melanggar hukum Internasional yang ditetapkan lewat konvensi hukum laut PBB (UNCLOS), landasannya, menurut juru bicara Kementerian Laut Luar Negeri China, Geng Shuang bahwa perairan Natuna termasuk dalam Nine Dash Line China. (Dikutip, kompas.com, 4-1-2020)
Ternyata Natuna menyimpan beragam potensi hasil laut, mulai dari cumi-cumi, lobster, kepiting hingga rajungan. Plt Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggoro mengungkapkan bahwa cumi-cumi menjadi komoditas laut dengan potensi hasil paling banyak. Setidaknya ada 23,449 ton potensi cumi-cumi pertahun di Natuna. Kemudian wilayah Natuna jadi incaran kapal nelayan asing juga karena kaya hasil laut dan tempatnya pun strategis. Puluhan ribu kapal dari China bolak-balik ke Natuna. (Dikutip, m.detik.com, 5-1-2020)
Cadangan minyak bumi di Kabupaten Natuna mencapai 298,81 juta barel minyak, sedangkan cadangan gas bumi mencapai 55,3 triliun kaki kubik. Laporan itu menyatakan dengan estimasi produk maksimum 1 triliun kaki kubik pertahun diperkirakan umur cadangan mencapai 50-100 tahun. (Dikutip, m.cnnindonesia.com, 7-1-2020)
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dinilai bersikap lunak dalam insiden kapal China yang wara-wiri diperairan Natuna. Prabowo menyatakan akan menempuh jalan yang baik. “Saya kira ada solusi baik. Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimana pun China negara sahabat”, ujar Prabowo usai rapat di Gedung Maritim Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi. Jakarta, Jumat (3/1). (Dikutip, m.cnnindonesia.com,7-1-2020)
China berdalih pada peta Nine Dash Line padahal argument ini tidak diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) dan sebagai salah satu negara yang turut serta menyepakati UNCLOS China tidak boleh menyerobot kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. China cari masalah dengan negara Indonesia maka dalam hal ini pemerintah Indonesia harus bersikap tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh China untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Namun, sangat disayangkan penyataan menhan Prabowo Subianto “akan menempuh jalan yang baik, karena China negara sahabat”, pernyataan tersebut hanya untuk menutupi rasa takut terhadap China karena negara Indonesia sudah jatuh dalam jebakan utang dan investasi yang menggadaikan kedaulatan negara. Demikian juga umat harus mengkritisi sikap lunak penguasa sehingga umat harusnya tersadarkan akan lemahnya rezim saat ini akibat buah dari kapitalisme. Tujuan kapal-kapal China memasuki perairan Natuna yaitu mengeruk kekayaan sumber daya alam di Natuna karena begitu banyaknya kekayaan tersebut, itulah yang diincar oleh China (kapitalis).
Menyikapi permasalahan diatas, ditinjau dari sudut pandang Islam yaitu negara membutuhkan perisai politik yang sejati supaya negara-negara penjajah kapitalis itu tidak melakukan pelanggaran terhadap batas teritorial politik negara. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai dimana (orang-orang) akan berperang dibelakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuatan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud,dll). Kedudukan Imam sebagai perisai yaitu menjadi pemimpin baik itu dalam menjalankan pemerintahan maupun dalam peperangan yang terdepan dari warga negaranya dan untuk para pemimpin yang terkait seperti tameng untuk orang-orang yang dilindunginya.
Al Imam harus mempunyai sikap tegas dan berani untuk melindungi dan mempertahankan wilayah negara dan termasuk yang ada di dalamnya. Menjaga wilayah perbatasan adalah wajib kifayah sebagai jihad, Allah SWT telah memerintahkannya didalam Firman-NYA: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran:200). Menjaga perbatasan wilayah adalah amal yang utama dan taqarrab yang Agung sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Ribath (menjaga perbatasan wilayah Islam dari serangan musuh-musuh Islam). Sehari semalam lebih baik daripada puasa sunnah selama sebulan penuh. Dan jika seorang murabit mati ditengah ia melakukan ribath, maka amal perbuatan itu akan terus berpahala dan ia diberikan rizkinya di surga kelak, serta tidak ditanya di dalam kubur (oleh malaikat Munkar dan Nakir).” (HR Muslim). Imam Haramain Al-Juwaini berkata, “Perhatian para pemimpin untuk mendukung perbatasan merupakan perkara yang cukup penting, yaitu dengan mempertahankan benteng, menyimpan cadangan makanan yang cukup, mencari parit, menyediakan alat-alat perlengkapan militer untuk kawasan perbatasan dan membantu para pasukan di sepanjang hubungan perbatasan. (Al-Juwaini, Ghiyasul Umam, hal.156). pendapat ini dikuatkan oleh Al-Mawardi dalam Ahkamu Sultaniyah, hal. 15, dan Abu Ya’la dalam Ahkum Sultaniyah, hal. 27)
Islam pun mengatur hubungan dengan negara-negara kafir. Jika negara tersebut Harbi Fi’lan yakni negara yang terlibat secara aktif memerangi umat Islam. Maka tidak boleh ada hubungan diplomatik maupun ekonomi dengan negara-negara tersebut. Namun jika negara kafir tersebut tidak memerangi umat Islam, maka diizinkan membuat perjanjian, sambil mengamati skenario politik internasional dan dilakukan sesuai syariat Islam.
Pemimpin negara wajib tunduk dan patuh pada Syariat Islam dalam menjalankan amanah kepemimpinannya serta menerapkan Syariat Islam wajib dalam semua aspek kehidupan termasuk di dalamnya yang berhubungan dengan kadaulatan negara untuk menjadikan negara yang di segani dan mempunyai kedudukan tinggi sehingga tidak ada negara-negara lain yang berani mengambil alih wilayah negara tersebut.
Post a Comment