Oleh: Rati Suharjo
Pegiat Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif
Indonesia merupakan negara kaya di segala bidang. Selain dari sumber daya alam, Indonesiapun mempunyai bermacam- macam seni. Di antaranya; seni rupa, seni musik, seni kerajinan dan seni tari.
Untuk itulah pemerintah dalam 5 tahun ke depan akan menggenjot devisa di sektor pariwisata. diberitakan oleh CNN Indonesia, 2/12/2019.
Di samping itu juga sektor pariwisata adalah surga buat wisata mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.
Inilah salah satu yang akan menjadi modal ekonomi Indonesia untuk memperkuat ekonomi. Di saat perekonomian Indonesia saat ini sedang menghadapi perang perdagangan As melawan China.
Namun, selain menambah devisa, tentu semua itu ada dampak negatif dari pentas seni, seni tari misalnya. Seperti halnya kejadian di Sumedang. Puluhan penari dari 5.555 peserta pada acara Tari Umbul Kolosal di Waduk Jatigede jatuh pingsan dan beberapa di antaranya mengalami kesurupan pada akhir tahun lalu. Dilansir oleh priangan.com 13/12/2019.
Di daerah lain, Tanjung Redeb tradisi sekaligus ajang pariwisata Buang Nahas membuat warga berpolemik dengan camat. Camat berkeyakinan Tradisi Buang Nahas dianggap tak sesuai dengan akidah dalam Islam.
Camat tidak memberikan restu dan tidak bersedia menghadiri acara adat masyarakat pesisir Berau tersebut. Namun, walau tanpa dukungan dari camat dan Dinas Kebudayaan Pariwisata Berau, masyarakat tetap melaksanakan acara adat tersebut.
Inilah sedikit fakta pariwisata yang memiliki dampak negatif. Di antaranya;
(1) Penyesatan akidah secara publik, menyesatkan masyarakat bahwa kita masih dijajah kapitalis.
(2) Kemaksiatan akan semakin tumbuh subur.
(3) Adat akan dijadikan hukum di masyarakat ketimbang syariah Islam.
Tentu hal tersebut akan membuat kesyirikan di masyarakat secara halus. Inilah akibat adat tunduk kepada masyarakat bukan adat tunduk kepada syariah. Jadi hal- hal yang dianggap mendapatkan manfaat akan terus dilestarikan tidak memikirkan apakah halal atau haram.
Seharusnya permasalahan tersebut lebih dipertimbangkan daripada menyibukkan diri tentang pariwisata yang tidak menentu. Lebih baik memperbaiki SDA yang sedang dikuasai kapitalis yang hasilnya sangat melimpah ruah. Rakyat akan hidup aman dan sejahtera karena banyak yang dilayani pemerintah secara gratis.
Selain menghasilkan manfaat, ada yang beranggapan bahwa pariwisata menjadi solusi menghadapi perang As terhadap China.
Penyataan tersebut justru akan menyesatkan publik seolah-olah Indonesia hanya dari sektor pariwisata saja yang unggul dalam menambah devisa negara.
Dilansir oleh liputan6.com 16/10/2019, walaupun naik dari tahun ke tahun sampai 2019 mencapai 20 milyar dolar As. Bagaimana dengan pulau Natuna yang memiliki cadangan gas terbesar di dunia?
Bukankah hasilnya akan sangat melimpah dibanding sibuk mengurusi pariwisata yang tidak sebanding besarnya dengan Natuna.
Ini baru satu yang belum disahkan. UU apakah yang akan ada lagi? Apakah UU migas yang terkait dengan Natuna atau tidak? Belum dari sektor perkebunan, perikanan, pertanian, perhutanan, pertambangan dan lain-lain.
Seharusnya pemerintah lebih memikirkan sumber daya alam. Dan memperhentikan segala UU penanaman modal dengan kapitalis. Baik kapitalis domestik maupun kapitalis asing.
Inilah fakta bahwasanya di balik pariwisata, masih banyak sumber lain untuk memperkuat perekonomian negeri yang merosot.
Berbeda dengan aturan Islam ketika di jadikan mabda negara. Pariwisata di dalam Islam bukan dijadikan obyek devisa negara akan tetapi hanya dijadikan sarana dakwah untuk tadabur alam yang bertujuan meningkatkan keimanan terhadap masyarakat.
Sebab, seorang khalifah akan selalu membentengi akidah masyarakat dari segala kesyirikan dan kemaksiatan.
Lalu, dari mana pendapatan perekonomian negara ketika menghadapi perang perdagangan seperti saat ini?
Yaitu, sumber perekonomian negara selain mengelola sumber daya alam, seperti sumber lain yang didapat dari fai, ghanimah, zakat, jizyah, kharaj, dan dharibah. Inilah yang akan menjadi poros perekonomian negara sehingga mampu bersaing bahkan menjadi negara adidaya.
Untuk itu sudah saatnya Kita kembali kepada aturan Illahi dalam bingkai khilafah. Karena hanya dengan khilafah sumber daya alam akan diolah secara benar dan akan dikembalikan kepada pemiliknya, rakyat.
Sehingga rakyat akan hidup sejahtera, aman dari penjajahan akidah, dan fokus dalam beribadah.
Seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah dari Bani Umayyah saat kesusahan untuk membagikan zakatnya ke masyarakat yang telah sejahtera semua.
Wallahu a'lam bish-shawab
Post a Comment