Ormas Hanya Pendongkrak Suara Rezim?

Oleh : Kusmiati, S.Pd

Habis manis sepah dibuang, itulah kata yang pantas untuk di lontarkan terhadap nasib ormas sekarang. 

Seperti sebuah pengakuan yang dilontarkan oleh Said Aqil  "Ketika Pilpres suara kita dimanfaatkan. Tapi ketika selesai, kita ditinggal" (rmolbanten.com). 
Sudah menjadi rahasia umum bahwa ormas selalu menjadi rebutan partai atau kontestan pemilu, untuk meraup suara memenangkan sang kontestan. Di tengah arus politik sekuler yang transaksional, sang kontestan memberi sejumlah janji dan menawarkan ‘imbalan’ atas dukungan tersebut. 

Pernyataan Said Aqil tersebut mengundang komentar dari Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli, beliau mengatakan "Pemimpin-pemimpin formal NU membuat NU menjadi kecil dengan menjadikannya sekadar kendaraan sewaan, bahkan bersedia pakai plat merah. Padahal akar NU adalah plat hitam, organisasi masyarakat yang berjuang untuk keadilan dan kemakmuran rakyat," tulis Rizal akun Twitter @RamliRizal.

Said Didu juga ikut mengomentari janji Sri Mulyani ke PBNU. Melalui akun Twitternya, Said mengatakan ada hal prinsip yang harus diketahui publik terkait janji Sri Mulyani tersebut. Said mempertanyakan kewenangan Menkeu bagi-bagi uang kepada ormas. Jika sumber keuangan dari APBN, apa dasar hukumnya? Jika sumbernya perbankan, berarti Menkeu mengintervensi bank. Jika demi suara, berarti Menkeu sudah berpolitik (pojoksatu.id, 28/12/2019)

Tagihan yang dilakukan oleh Said Aqil bukanlah sesuatu yang tidak mendasar tetapi memang karena sudah ada perjanjian. Dan ini mengakibatkan masyarakat mencium adanya jual beli suara. 

Ormas dalam sistem Demokrasi Sekuler

Pengakuan ketua ormas ini hanya menegaskan bahwa rezim sekuler demokrasi  berkarakter ingkar janji dan hanya memanfaatkan rakyat dan ormas sebagai mesin pengeruk suara dan  pendorong mobil mogoknya. Karena semua kemenangan distandarisasi suara terbanyak, bukan kebenaran. 

Rakyat kecewa begitu pun dengan ormas yang hanya diberikan janji-janji palsu pemulus kampanye demi meraup suara. Sehingga mengakibatkan banyakanya kader-kader partai yang lebih memlilih keluar dari partai. 

Demokrasi sekuler dengan wataknya yang akan terus menipu rakyat, akan terus memanfaatkan suara rakyat ketika diperlukan dan membuangnya jauh-jauh ketika tidak lagi dibutuhkan. Dan akan terus melakukan segala cara demi mempertahankan posisinya walaupun harus "membunuh" lawan politknya.

Peran Ormas dalam islam

Hendaknya menjadi I’tibar bahwa ormas tidak boleh beralih dari tanggung jawab amar makruf nahi mungkar (QS Ali Imran 104) dan muhasabah lil hukkam sesuai misi kehadirannya di tengah masyarakat. Semua dilakukan tanpa imbalan dari penguasa, tidak berkompromi dengan kezalimannya dan selalu teguh berpegang pada prinsip syariat dengan hanya mengharap ridla Allah. Amal inilah yg saat ini menjadi kebutuhan hakiki umat, bukan dana dan suntikan modal yg justru membuat umat tidak menyadari pertentangan rezim dengan system kepemimpinan islam.

Memuhasabah pemerintah adalah kewajiban bagi ormas sehingga umat akan mengetahui mana kebijakan-kebijakan yang benar dan salah sehingga jika ada kebijakan yang salah bisa segera diluruskan. 

Ormas dalam memuhasabah penguasa bukan karena menginginkan imbalan melainkam bentuk dari penerapan firman Allah dalam Al-Qur'an. 

Ormas Islam haruslah yang menjadi terdepan dalam menyampaikan kebenaran bukan malah menjadi cukong rezim khianat. Menjadi pengingat bagi kita hadis Nabi Saw, dikutip oleh Imam an-Nawawi, dalam kitab Al-Majmû’ Syarh al-Muhaddzab :

 “Orang yang paling keras azabnya pada hari kiamat, adalah orang alim yang ilmunya tidak bermanfaat". Wallahu a'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post