Nasib Horor Guru Honorer : Gaji Dibayar 3 Bulan Sekali, Ratusan Guru Datangi DPRD Jember

By : Nuning Wulandari S.Tr.T
(Aktivis Muslimah)

Ratusan guru honorer berkumpul dihalaman DPRD Jember pada Rabu, 15 Januari 2020 siang kemarin mengiringi salah satu perwakilan guru yang masuk ke ruang banmus membahas permasalahan guru honorer. Tak ada orasi apapun yang dilontarkan, lewat istighosah dan doa ratusan guru honorer ini hanya memohon pertolongan Allah akan nasibnya yang semakin hari semakin horor. Raut kekecewaan dan penuh harap sangat nampak diwajah mereka. 

Para guru honorer ini menuntut  “Tuntutan pertama, masukan anggaran untuk  APBD 2020,” kata Ilham Wahyudi, salah satu perwakilan guru pada  Kompas.com. Menurutnya guru harus sejatera dengan gaji UMK (Upah Minimum Kabupaten). Benar saja para guru honorer seringkali melayangkan tuntutan kepada pemerintah terkait gaji yang diterimanya setiap bulan jauh dari kata cukup namun tidak juga mendapatkan respon positif dari negara. Nasib guru honorer ini nampaknya semakin horor saja. 
Bagaimana tidak ? gaji para GTT diambilkan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Dicicil selama tiga bulan sekali, ada yang Rp 250.000 - Rp 700.000” Ungkap Ilham Wahyudi (Kompas.com). Gaji guru honorer yang tak seberapa itu pun ada yang dicicil selama enam bulan. Sungguh ! profesi mulia sebagai guru  jauh dari kata sejahtera.
Bukan hanya itu saja, guru honorer di Jember pernah melakukan mogok kerja pada tahun 2018 dengan beberapa tuntutan diantaranya menerbitkan SK bupati. “Para guru honorer juga masuk data pokok pendidikan, mereka wajib memiliki sertifikat pendidik. Banyak guru terpanggil ikut sertifikasi, namun regulasi mensyaratkan adanya SK bupati,” kata Supriyono Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Jember (15/01/20). Jika guru lulus sertifikasi mereka bisa mendapat tunjangan Rp 1,5 juta. Bak menelan pil pahit untuk kedua kalinya ternyata Pemkab Jember hanya menerbitkan surat penugasan (SP) yang tidak bisa digunakan untuk sertifikasi. Surat Penugasan membuat kewenangan kepala sekolah diambil alih Pemkab Jember. Penempatan tugas mereka diacak yang bahkan bisa di sekolah yang berbeda kecamatan dan jauh dari domisili. Jauhnya jarak rumah tak berimbang dengan honor yang rata-rata hanya Rp 300 ribu per bulan. Semakin horor lah nasib guru honorer dinegeri ini. 
Gaji minim yang kerap ditunggak, medan tempuh berat yang harus dilalui, dan fasilitas seadanya adalah secuil fakta yang harus mereka hadapi dalam kesehariannya. Wajar saja bila mereka menuntut kesejateraan kepada para penguasa negeri ini dengan penuh harap. Namun jeritan hati mereka tak lagi digubris, nampaknya negara telah gagal dalam memberikan solusi tuntas serta kesejateraan kepada setiap warga negaranya. Guru honorer sebagaimana guru PNS lainnya memiliki tugas yang sama yakni menyiapkan generasi berkualitas dimasa depan, sebagaimana diketahui bersama bahwa guru dengan status PNS kondisinya jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan para guru berstatus honorer. Padahal mereka adalah sama-sama guru.
Negara mengklaim permasalahan guru honorer ini telah selesai dalam sebuah kebijkan  PP 56 Tahun 2012, pemerintah telah memberikan kesempatan terakhir kepada Tenaga Honorer Katagori 2 (termasuk guru di dalamnya) untuk mengikuti seleksi pada tahun 2013. Lalu bagi eks THK2 yang tidak memenuhi persyaratan dalam seleksi CPNS 2018 dapat mengikuti seleksi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) alias tenaga kontrak setelah pemerintah menetapkan peraturan untuk PPPK. Dan yang tidak lolos seleksi CPNS dan PPPK maka dilakukan pendekatan kesejahteraan (melalui UMR) oleh pemda dengan wacana penambahana transfer keuangan dari pusat untuk dana alokasi umum di daerah, salah satunya untuk peningkatan kesejahteraan para guru honorer.
Namun realita tidak sesuai dengan ekspektasi persyaratan yang ketat seperti usia serta kuota yang sangat terbatas untuk menjadi PNS dan PPPK justru membuat jumlah honorer yang terserap hanya sedikit. Hal ini semakin menunjukkan bahwa negara tidak serius dalam menetapkan pendidikan sebagai salah satu investasi masa depan generasi. Wajar saja jika level keseriusan negara dalam menyelesaikan carut marut masalah gaji honorer masih sangat rendah.
Berbeda dengan sisitem Islam pendidikan adalah salah satu manifestasi penerapan sistem islam dalam seluruh aspek kehidupan yang dikenal dengan khilafah islamiyyah. Pendidikan gratis, santunan bagi pelajar, lembaga-lembaga pendidikan berkelas dan mudah diakses, gaji guru yang fantastis, dan lain-lain adalah perkara-perkara yang lumrah ditemui sepanjang sejarah peradaban Islam. Hingga dunia pendidikan yang diatur oleh khilafah berhasil menghantarkan umat Islam sebagai umat terbaik bahkan menjadi mercusuar peradaban dunia di era kegelapan.
Kiprah para guru bahkan diapresiasi sedemikian besar oleh negara. Tercatat, dimasa kekhalifahan Umar Bin Khatthab, seorang guru setingkat TK saja diberi gaji 15 dinar emas per bulan (1 dinar=4,25 gr emas). Para guru atau ulama yang berhasil menyusun kitab ajaran, diapresiasi dengan emas seberat buku yang diterbitkan. 
Sungguh luar biasa. Peri’ayah yang begitu sempurna dalam khilafah sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang saat ini sedang diterapkan. Sistem kapitalisme meniscayakan pengaturan dan proses mengurusi urusan umat didasarkan pada asas manfaat belaka. Negara justru mengatur urusan rakyatnya Ala perusahaan, dimana kewenangan telah didominasi atau beralih dari negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintah dipimpin secara sistem afiliasi korporasi (perusahaan). Negara model ini dikenal dengan Korporatokrasi (pemerintahan perusahaan).
Sehingga wajar dalam negara model ini urusan vital rakyat tidak lagi memilki perhatian penuh dari penguasa, karena para penguasa sudah sibuk mengurusi permintaan pengusaha (perusahaan besar/kaum kapitalis) yang menginginkan keuntungan sebesar – besarnya dalam negara tersebut. 
Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post