Merdeka Belajar sama dengan Merdeka Berfikir

Oleh : Fitri Handayani  
(Alumni UIN Raden Fatah Palembang)

Pernyataan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim saat menghadiri rapat kerja Komisi X DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Menjelaskan Empat Pokok kebijakan Pendidikan “ Merdeka Belajar “ Program tersebut meliputi perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional ( USBN ), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan  Peraturan  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Selain itu Nadim menilai bahwa saat ini dunia tidak butuh siswa yang hanya jago menghafal. Sebagaimana yang disampaikan Nadiem Makarim terkait ujian nasional (UN) hanya menuntut siswa menghafal seluruh pelajaran.  Penghafalan itu menurut  Nadiem  hanya menyentuh aspek memori saja. untuk itu UN memang tidak dihapus namun diganti dengan asesmen Kompetensi. Sebab dengan asesmen ini siswa tidak lagi menghafal, melainkan ada aspek kognitif siswa yang ditest. Kognitif yang dimaksud adalah penalaran dan pemahaman  siswa atas mata pelajaran yang dimaksud.  

Nadiem juga menilai UN belum menyentuh  kepada karakter siswa. Maka tak heran jika ujian nasional hanya akan ada sampai tahun 2020. Setelah itu asesmen kompetensi minimum dan survei  karakter akan diterapkan pada tahun 2021. Hal ini juga akan mendorong kompetisi guru untuk lebih berinovasi dalam mendidik siswanya. 

Merdeka Belajar adalah Kemerdekaan Berpikir.  Nadiem Makarim menjelaskan konsep Merdeka Belajar yang diusungnya. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid,” kata Nadiem dalam diskusi Standard Nasional Pendidikan, di hotel Century Park, Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019. 

Ada banyak problem di dunia pendidikan  saat ini namun  kebijakan baru  sang menteri untuk menyelesaikan problem tersebut  lebih berorientasi menyiapkan kerja saja. Kebijakan pendidikan dalam  program  merdeka belajar hanya memberikan  kebebasan liberal dalam  memaknai materi pelajaran dan berujung pada perilaku dan  karakter liberal tanpa dukungan batasan agama islam pendidik hanya dituntut mengasilkan  materealistik semata dan menyiapkan siap kerja pembelajaran hanya sebatas transfer ilmu.

Jika kita melihat bahwasanya kebijakan itu semuanya masalah teknis, Namun pernyataan Nadiem  menjadi  kontroversi. Bagaimana sekolah  tanpa menghafal? Padahal banyak fakta dasar yang harus dihafal ketika anak pertama kali belajar membaca, menulis  maka dia harus menghafal bentuk huruf, bentuk angka  dan lain sebagainya  memang hafalan sangat penting untuk beberapa profesi seperti dokter, apoteker ataupun pilot, guru dan profesi lainnya tetapi semua pendidik juga paham bahwa menghafal bukan segala-galanya.

Memang dunia pendidikan tidak boleh menghasilkan SDM yang hanya pandai menghafal tanpa memahami  maknanya dan  menginternalisasi pemahamannya harus juga ditanamkan bahwasanya apa yang dia hafal haruslah di amalkan tidak seperti buku berjalan hanya sebatas teori tanpa pengamalan ini lah salah satu  problem pendidikan  yang terjadi selama ini siswa hanya dituntut menghafal tanpa diberikan  penekanan apa dihafalkan harus lah di amalkan jika tidak diamalkan  maka timbul lah kelupaan. 

Islam sebagai agama yang paripurna hadir untuk memecahkan segala problematika yang dihadapi oleh manusia, baik tatanan pendidikan maupun hal lainnya,  individu, masyarakat maupun negara. Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 89 yang artinya, “kami telah menurunkan kepadamu (muhammad) Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu; juga sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim” (TQS. An-Nahl [16]:89).

Kurikulum pendidikan dalam Negara islam terbagi menjadi  tiga komponen  : pertama, pembentukan  kepribadian  islam pola pikir (aqliyah) dan jiwa (nafsiyah) bagi umat ;yaitu dengan cara menanamkan tsaqafah islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku islami kedalam akal dan jiwa anak didik. kedua penguasaan tsaqafah islam dan yang ketiga penguasaan ilmu kehidupan seperti sains dan teknologi kepakaran serta kemahiran terutama tentang menghafal dalam  islam sangat menganjurkan kaum muslim bisa menghafal  terutama  menghafal Al-qur’an Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman pernah berkata kemampuan siswa menghafal Al-Qur’an telah membuktikan bahwa mereka adalah siswa yang cerdas dengan demikian mereka tidak perlu lagi dites kecerdasannya. Semua ini membutuhkan peranan  negara dalam merealisasikan tujuan tersebut dalam bingkai syariat kaffah. 
Wallahu a’lam bishshawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post