Oleh
: Melitasari
(Komunitas Muslimah Perindu Syurga)
Risih
lagi-lagi public dibuat geram dan tak nyaman atas statement dari Sinta Nuriyah,
istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mengatakan bahwa
perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia mengakui bahwa setiap
muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang begitu adanya yang
tertulis di Al Quran jika memaknainya dengan tepat. "Enggak juga (semua
muslimah harus memakai jilbab), kalau kita mengartikan ayat dalam Al Quran itu
secara benar," kata Sinta. (TempoTEMPO.CO 16/01).
Selama
ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Al Quran secara kontekstual bukan
tekstual. Sinta juga mengakui bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan
ayat-ayat Al Quran karena sudah melewati banyak terjemahan dari berbagai pihak
yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi. Pernyataannya juga dipertegas
putri bungsu Sinta Nuriyah dan Gus Dur, Inayah Wulandari atau Inayah Wahid, ia
menambahkan penjelasan bahwa menjadi seorang penafsir Alquran harus mempunyai
berbagai persyaratan yang begitu komplet. Tidak ada satupun persyaratan itu
yang boleh terlewatkan. (Okezone.com, 16 Januari 2020).
Istri
Gus Dur pada awalnya hanya menyoroti ada miskonsepsi tentang jilbab yang berkembang
saat ini. Dalam pengertian jilbab dan hijab, ada kesalahan yang umum terjadi dalam
pemahaman masyarakat.
"Istilah
jilbab dengan hijab itu beda sekali pengertiannya. Kalau jilbab itu untuk menutup
kepala, hijab itu pembatas. Karena hijab itu pembatas, maka bahannya dari bahan
keras seperti kayu dan sebagainya. Kalau jilbab itu barang-barang yang tipis seperti
kain dan sebagainya. Itu saja sudah kesalahan," kata Sinta dalam video yang
diunggah di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Rabu (15/1/2020).
Miris
ketika statemen-statemen menyesatkan ini selalu terlontar dari mulut tokoh-tokoh
petinggi negeri, bukannya memberi figure
yang baik malah mengajak orang beramai-ramai berbuat kebathilan dengan membuat pernyataan bahwa memakai jilbab
tak wajib, padahal menurut hukum syara dan para fuqaha sepakat bahwa menutup
aurat adalah sebuah kewajiban yang perintahnya jelas terdapat dalam Al-Qur'an yaitu
surat Al-Ahzab ayat 59 tentang perintah memakai jilbab yang artinya:
"Hai
nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang
demikian itu supaya mereka mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
maha pengampun lagi maha penyayang."
Dan
Qur'an surat An-Nur ayat 31 tentang memakai kain penutup kepala hingga juyub(Khimar)
yang artinya:
"Dan katakanlah kepada para
perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang
(biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)...
(QS.
An-Nur 24: Ayat 31)
Memang
benar terdapat miskonsepsi tentang jilbab yang berkembang di masyarakat saat
ini, kebanyakan orang menganggap jilbab adalah kain penutup kepala atau disebut
juga kerudung sama seperti yang dikatakan istri gusdur Sinta Nuriyah. Dia berupaya
meluruskan miskonsepsi tersebut dengan memberi pemahaman tapi tidak didasarkan
pada sumbernya . Sejatinya jilbab bukanlah sejenis barang-barang yang tipis
seperti kain dan sebagainya. faktanya para ulama berbeda pendapat mengenai
makna jilbab, Namun menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, bahwa makna jilbab
yang benar adalah sebagai berikut:
اَلْجِلْبَابُ بِكَسْر الْجِيمِ هُوَ
الْمُلَاءَةُ الَّتِي تَلْتَحِفُ بهَا الْمَرْأَة فَوق ثِيَابهَا هَذَا هُوَ
الصَّحِيح فِي مَعْنَاهُ
“Kata
jilbab—dengan diberi harakat kasrah pada huruf jim—adalah mula`ah (kain panjang
yang tidak berjahit) yang digunakan perempuan untuk berselimut (menutupi) di
atas baju yang kenakannya. Ini adalah makna jilbab yang benar. (Muhyiddin
Syaraf an-Nawawi, Tahriru Alfazh at-Tanbih, Damaskus-Dar al-Qalam, cet ke-1,
1408 H, h. 57)
Adapun
kain kudung/penutup kepala adalah Khimar.
Dengan
demikian sangat jelas bahwa hukum memakai jilbab bagi setiap muslimah adalah wajib
berdasarkan perintah Allah dan rasulnya bukan karena ajaran nenek moyang terdahulu
yang diwariskan secara turun temurun. Rasulullah memerintahkan setiap muslimah
agar memakai jilbab ketika keluar rumah, bahkan jika seorang muslimah tidak
memiliki jilbab maka yang lain harus meminjamkannya. Hal ini juga bermakna
bahwa Rasulullah sebagai kepala Negara turut mengatur agar bagaimana setiap
muslimah menjalankan kewajibannya memakai jilbab.
Berbeda
halnya dengan para penguasa hari ini, bukannya mengatur setiap rakyatnya agar
tunduk terhadap syari'at malah membiarkan bebas opini-opini nyeleneh yang
diangkat melalui publik figure untuk
menyesatkan pemahaman umat. Menganggap syari'at hanyalah sebuah wawasan bukan
tuntunan. Rezim demokrasi tak pernah geram atas suatu tindakan ataupun
pernyataan yang tak sesuai dengan tuntunan syariat, apalagi mewaspadai
orang-orang yang melakukannya. Pasalnya bagi mereka yang patut diwaspadai
hanyalah orang-orang yang dianggap bertentangan dengan misi dan tujuan para
penguasa Negeri.
Patut
disadari bahwa para penguasa hanya mengatur apa-apa yang menjadi kepentingannya,
tidak banyak mengatur urusan umat saat ini. Jangankan urusan besar perkara
kecil yang harus ditanamkan dalam setiap individu saja tentang memakai jilbab
mereka tidak menghiraukan nya. Padahal begitu penting peran kepala Negara untuk
menyerukan yang Haq adalah Haq dan yang bathil adalah bathil, mengurus semua
tatanan masyarakat sesuai tuntunan syariat termasuk penting dan wajibnya
memakai jilbab bagi seorang muslimah saat keluar rumah serta menangkal setiap
opini yang dapat menyesatkan pemahaman umat. Sehingga akan terciptalah suatu negara yang
Baldatun Thoyibun wa robbun Ghofur Wallahu 'alam bishowab.
Post a Comment