Oleh : Eviyanti
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif
Masyarakat Indonesia kembali dipusingkan dengan iuran BPJS yang akan dinaikkan dua kali lipat dari iuran sebelumnya. Entahlah, di mana hati nurani para penguasa yang terus memalak dengan pembayaran-pembayaran wajib.
Seperti yang dilansir oleh detiknews.com, kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah resmi diteken Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober lalu.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tentu menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Respons masyarakat rata-rata keberatan dengan kenaikan yang akan dimulai pada 01 Januari 2020. Publik membandingkan kualitas pelayanan yang dinilai masih banyak masalah dengan rencana kenaikan iuran hingga 100 persen tersebut.
Adapun sanksi yang bakal menjerat bagi siapa pun yang menunggak iuran BPJS Kesehatan adalah tidak bisa mengakses layanan Izin Mendirikan Bangunan, Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Sertifikat Tanah. (Tagar.id, 12/10/2019). Selain itu, jika terlambat lebih dari 1 bulan sejak tanggal sepuluh, fasilitas BPJS Kesehatan peserta diberhentikan sementara. Di samping itu, peserta tidak akan dilayani oleh Puskesmas dan Rumah Sakit. (https://duwitmu.com)
BPJS Kesehatan bukanlah solusi bagi kesehatan rakyat. Sebaliknya, BPJS Kesehatan menjadi pemalak rakyat yang semakin menyengsarakan. Iuran BPJS Kesehatan dinaikkan. Namun, pelayanan terhadap masyarakat tetap buruk.
Kezaliman ini jelas sangat merugikan rakyat, terutama kalangan menengah ke bawah. Rakyat sudah sangat terbebani dengan mahalnya berbagai kebutuhan hidup, masih ditambah lagi dengan iuran BPJS. Kacaunya tata kelola BPJS Kesehatan adalah bukti negara tidak mampu mengurusi kesehatan rakyatnya.
Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Rumah Sakit, klinik dan fasilitas kesehatan lainnya merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh kaum muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Semua itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya. Namun, penguasa saat ini tampak berlepas tangan dari kewajiban untuk menjamin berbagai kebutuhan dasar yang menjadi hak rakyatnya.
Dahulu, sebagai kepala negara, Nabi Muhammad saw. pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat. (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa saat menjadi khalifah, Khalifah Umar bin al-khaththab ra. juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam. ( HR. al-Hakim).
Masih ada nas-nas lainnya yang menunjukkan bahwa negara menyediakan pelayanan kesehatan secara penuh dan cuma-cuma untuk rakyatnya. Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat tanpa memperhatikan tingkat ekonominya.
Ini semua hanya bisa diwujudkan ketika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Tugas kita adalah mengingatkan penguasa bahwa kepemimpinan mereka kelak akan ditanya.
Wallaahu a'lam bishshawaab
Post a Comment