Lagi, indonesia idap penyakit korupsi kronis

By : Endang Rahayu Apt

Belumlah sepi pemberitaan mengenai ambruknya perusahaan asuransi Jiwasraya, khalayak dikejutkan kembali dengan kasus korupsi perusahaan asuransi plat merah ASABRI yang disinyalir menjadi kasus megakorupsi karena nominalnya yang sangat besar. Mahfud MD selaku menteri menkopolhukam segera setelah mendengar berita korupsi ASABRI memanggil menteri-menteri terkait salah satunya Menteri BUMN Erick Tohir yang langsung mengkonfirmasi pada dirut ASABRI, Sony Widjaja. 

Tak berselang lama, Mahfud MD merevisi pernyataannya sendiri tentang kondisi perusahaan asuransi ASABRI setelah Sony Widjaja mengatakan tidak ada dana penyetor yang dikorupsi, semua aman. Mahfud MD mengatakan sudah ada ada yang mengurusi kemungkinan perkara korupsi ASABRI sehingga masyarakat di himbau tak perlu membesar-besarkan. Padahal isu megakorupsi ASABRI diungkapkan sendiri oleh menkopolhukam.
Isu korupsi ASABRI hanya satu kasus dari puluhan kasus korupsi dengan nilai kerugian bagi negara mencapai ratusan triliun. Ditengah berbagai bencana dan masalah yang terjadi di negeri ini uang dengan angka triliunan tentu bukan nominal yang kecil. Namun, meski sangat merugikan negara, korupsi seakan tak bisa mati. Setelah pengesahanan UU terkait tugas KPK, khalayak semakin sanksi dengan komitmen negara dalam memberantas korupsi. Bahkan korupsi kini banyak melibatkan orang-orang terdekat Istana.

Adapun, KPK semakin mati kutu karena UU baru dan orientasinya yang hanya bersifat kuratif, berupa penindakan dan sanksi. Padahal banyak pintu dalam sistem politik dinegeri ini yang membuka pintu korupsi. Diantaranya adalah pertama, biaya politik demokrasi yang super mahal. Untuk bisa duduk dalam kekuasaan para pejabat membutuhkan pundi-pundi untuk memastikan kursinya tidak digeser oleh pejabat lain yang juga bertaruh pundi-pundi. Tak dapat dipungkiri, salah satu daya tarik menjadi pejabat adalah jumlah materi yang bisa didapat sangat besar dan kemudahan relasi yang menguatkan kekuasaan. Kedua, proses birokrasi administrasi yang sangat berbelit-belit. Hal ini membuka peluang terjadinya rasuah dalam memudahkan upaya perizinan, administrasi, dan sebagainya. Ketiga, adanya perselingkuhan antara 3 kaki demokrasi yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.  Ketiganya saling menarik kaki lawannya. Semua demi keamanan dan kenyamanan masing-masing. Kasus yang menjerat komisioner KPU adalah salah satu contohnya. Komisioner KPU,  Wahyu Setiawan tertangkap karena menerima suap dari salah satu kader PDIP berkaitan dengan pemilu dan pilkada serentak lalu.

Maka, lingkaran setan ini tidak akan pernah berakhir meski dengan semakin kuatnya KPK. Sebab yang dibutuhkan bukan sekedar tangkap menangkap dan sanksi men sanksi. Namun yang dibutuhkan  adalah pemberantasan hingga tak ada lagi korupsi. 

Islam, sebagai agama yang komprehensif,  memberantas korupsi bukan hanya dengan pengejaran tak henti-henti atas pelaku korupsi.  Tapi, Islam mengatur bagaimana fungsi negara agar tidak ada lagi korupsi di negeri ini. Dari sisi preventif, negara akan memberikan edukasi untuk meningkatkan ketakwaan individu, mendorong kaum muslimin untuk taat pada Allah dan Rasulnya. Dari sisi rehabilitatif, negara akan menghilangkan sistem pemilu mahal dan meminimalkan dana dalam upaya mendapatkan pemimpin. Rasulullah dan para sahabat mencontohkan pemilihan pemimpin dimasa Islam adalah dengan alul ahli wal adhi dengan mekanisme yang singkat dan tidak bertele-tele. Negara juga akan menerapkan sistem administrasi yang bebas ribet sehingga rakyat bisa teriayah tanpa masalah baru. Dari sisi kuratif, sanksi tegas akan diberikan pada mereka yang melakukan korupsi sesuai dengan hukum yang dilegislasi oleh Khalifah. 

Tentu semua aturan itu didasarkan Al quran dan sunnah yang kebenarannya tidak akan lengang meski terhapus waktu. Al berfirman dalam surat Al Maidah 49
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

Demikianlah Allah perintahkan manusia untuk berhukum menurut apa yang Allah turunkan. Maka, jika mengaku taat pada Allah penuhilah seruanNya untuk hanya menjadikan Allah dan Rasulnya menjadi pemutus perkara ditengah-tengah umat. Termasuk dalam masalah korupsi.  Wallahu a'lam bi showab

Post a Comment

Previous Post Next Post