Korupsi Sistematis, Solusinya Bikin Pesimis

Oleh : Nurul Miftahul Jannah

Kurang lebih 75 tahun Indonesia merdeka dari segala bentuk penjajahan fisik yang dilakukan oleh bangsa asing. Kemerdekaan Indonesia yang semestinya terbebas dari segala tindakan yang merugikan, seakan hanyalah mimpi yang sulit untuk menjadi kenyataan. Terbukti Korupsi terus menemani perjalan bangsa ini dari tahun ke tahun. Awal tahun 2020 kasus korupsi sudah menghiasi layar televisi. Dilansir dari Republika.co.id, Jakarta, Komisi pemberantasan korupsi (KPK) menetapkan Komisionar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan pada rabu, 8-1-2020 siang kemarin. Wahyu diduga menerima suap terkait penetapan anggota DPR-RI terpilih tahun 2019-2024. 

Terbongkarnya kasus atau skandal korupsi makin mengerikan dan menyakitkan hati umat. Jiwasraya, Asbari, Pelindo, Proyek fiktif di Kemen PUPR, Suap di KPU libatkan partai penguasa, Kasus di Garuda dan seterusnya. Dari kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa negeri ini belum benar-benar Merdeka dari tindak Korupsi. Seperti yang kita ketahui, kasus korupsi sama dengan fenomena gunung es, yang terlihat dan terekspos hanya bagian kecil dari apa yang belum terekspos.

Kasus Korupsi yang terus menghantui negeri ini mampukah diberatas dengan kerja KPK? mengingat KPK yang lebih beroriantasi pada penindakan dan sanksi? Korupsi bukanlah sebuah kasus baru di negeri ini, jika hanya diberikan sanksi masuk penjara saja tidak akan bisa membuat jera para pelaku apalagi memberantasnya. Lebih-lebih sanksi kurungan yang diberikan di lain pihak menguntungkan para pelaku.

Korupsi di lingkaran kekuasaan adalah penyakit bawaan system sekuler dan mustahil diberantas oleh lembaga semacam KPK. KPK hanya dijadikan sebagai lembaga formal untuk menangani para elit politik yang terlanjur menumpuk uang rakyat. Korupsi bukanlah sebuah kasus kecil yang hanya diserahkan pada lembaga tertentu tanpa ada negara yang ikut mengontrol. Seharusnya negara berperan aktif dalam memberantas pelaku korupsi mengingat ini menyangkut amanah umat. Bahkan tidak sedikit orang-orang yang diamanahkan menjadi bagian dari KPK ikut merasakan uang suap. Ini merupakan tugas negara sebagai penjaga dan menyejahterakan masyarakat. 

Sistem Islam memberantas korupsi dengan lahirnya ketakwaan individu, yang hanya takut kepada Allah, sehingga kecil kemungkinan mereka mengkhianati amanah yang diberikan. Sistem atau regulasi menciptakan  segala bidang yang tidak rawan kepentingan sehingga tidak rawan penyalagunaan wewenang. Lebih-lebih dalam khilafah sanksi yang diterapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan orang-orang yang menyaksikannya, serta berlaku tanpa tebang pilih. Sedangkan dalam sistem kapitalisme sanksi yang diberikan, selalu menilai dari derajat status sosial pelaku. Fungsi utama sanksi dalam negara islam adalah sebagai penebus di akhirat sehingga tidak dihisab atas perbuatan yang bersangkutan serta membuat efek jera bagi orang-orang di sekitarnya.
Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post