Kerajaan Fiktif Banjir Investasi, Ciri Stress Rakyat Meninggi

Oleh : Nuraeni Erina Aswari

Dalam perkembangan penanganan penyidikan di polisi, pengikut Keraton Agung Sejagat diketahui wajib membayar uang Rp3 juta untuk masuk sebagai anggota kerajaan. Uang itu digunakan sebagai biaya pendaftaran. Setelah membayar uang pendaftaran, Keraton menjanjikan para anggota akan mendapat gaji dalam bentuk dolar tiap bulan. (m.cnnindonesia.com, 15/01/2020)

Istilah putus satu tumbuh seribu rasanya patut sekali disandarkan pada kondisi Indonesia hari ini. Baru saja usai proses hukum kasus kerajaan fiktif berkedok penipuan yakni Keraton Agung Sejagat di Purworejo, kini kerajaan fiktif di beberapa daerah Indonesia satu per satu ikut terungkap. Diantaranya adalah Sunda Empire - Eart Empire di Bandung dan Kesultanan Selacau Patrakusumah di Tasik Malaya.

Ratusan masyarakat yang berbondong-bondong menjadi pengikut kerajaan tentu memilih jalan ini bukan tanpa sebab, ada "return" investasi yang sangat menggiurkan, dijanjikan oleh sang raja  dan dirasa mampu memenuhi semua kebutuhan hidup yang selama ini tidak pernah menemui kata cukup. Tidak peduli  sebesar apa risiko yang diambil pada investasi yang dilakukannya, tawaran tidak rasional itu mereka telan.

Terlihat adanya kerinduan masyarakat terhadap pemimpin yang adil dan mensejahterakan setelah selama ini mereka hanya dikecewakan. Di tengah ramainya media sosial yang selalu menampilkan gaya hidup papan atas, faktanya masyarakat Negeri ini justru mengalami hidup sulit dengan lapangan pekerjaan yang sangat sempit.

Kenaikan tarif menjadi suguhan tahun baru yang mencekik. Sementara kasus korupsi para petinggi negara membuat masyarakat semakin tak percaya. Akhirnya tumpukkan persoalan ini datang satu paket bersamaan dengan ide yang muncul dari kalangan yang hendak mencari keuntungan materi lalu disambut sumringah oleh masyarakat yang sedang stress tinggi.

Gemasnya, meski kasus seperti ini berulang, tidak ada tindakan tegas dan antisipatif dari pemerintah. Masyarakat tetap diresahkan dan lagi-lagi menjadi korban kerugian harta. Sehingga masyarakat tidak hanya sakit fisik, melainkan sakit jiwa. Sekularisme memang sama sekali tidak mengingkari adanya agama, namun tidak juga memberikan ruang kepada agama untuk mempunyai peran dalam kehidupan.

Padahal jika Islam terinstall dalam setiap jiwa umat muslim, maka dalam himpitan kondisi saat ini yang akan terpatri di dalam hati mereka adalah mengingat kembali bahwa Islam dalam masa kejayaannya melahirkan pemimpin-pemimpin umat yang penuh tanggung jawab. Namun sayangnya pemimpin mulia itu tidak akan lahir dengan sendirinya tanpa ditopang dengan sistem yang mulia juga, sistem yang lahir dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala yaitu Islam Rahmatan Lilalamin.

Post a Comment

Previous Post Next Post