(Aktivis Muslimah)
Tahun 2019 telah berakhir, tahun 2020 telah dimulai. Tetapi nasib rakyat tak kunjung membaik. Tak ada kabar yang menggembirakan. Bahkan nasib lebih buruk datang menanti. Bagaimana tidak, di tahun baru ini rakyat diberi kado pahit berupa kenaikan berbagai tarif yang bersangkutan dengan hajat hidup rakyat.
Memasuki tahun 2020, pemerintah akan mengerek sejumlah tariff. Tak tanggung-tanggung, daftarnya lumayan banyak, mulai dari kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tarif jalan tol, kenaikan cukai rokok, sampai kenaikan tarif sejumlah ruas jalan tol. (Kontan.co.id, 30/12/2019)
Sistem kapitalis menciptakan banyak kebijakan yang menyengsarakan rakyat, menyulitkan pemenuhan hajat hidupnya dan menghalangi pemanfaatan kekayaan negeri untuk kemaslahatan rakyat. Terutama terkait dengan kenaikan tarif sejumlah ruas jalan tol.
Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Disebutkan bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi kota tempat tol berada.
Terbaru, PT Lintas Marga Sedaya selaku pengelola Ruas Tol Cikopo-Palimanan yang kini memilki brand name ASTRA Infra Toll Road Cikopo-Palimanan (ASTRA Tol Cikopo-Palimanan) mulai memberlakukan penyesuaian tarif.
Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1219/KPTS/M/2019 tanggal 27 Desember 2019 tentang Penyesuaian Tarif Tol Pada Jalan Tol Cikopo-Palimanan. Penyesuaian itu mulai berlaku pada 3 Januari 2020, pukul 00.00 WIB.
Berdasarkan rilis LMS yang diterima CNBC Indonesia, untuk golongan I naik menjadi Rp 107.500 dari Rp 102.000. Sedangkan golongan II naik menjadi Rp 177.000 dari Rp 153.000.
Setelah ini, tarif sejumlah ruas tol juga akan mengalami kenaikan, misalnya Tol Dalam Kota Jakarta, Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, dan Surabaya-Gempol.
Setelah kado pahit kenaikan tol, kado pahit berikutnya yang tak kalah menyayat hati rakyat adalah minimnya penyediaaan lapangan kerja. Dengan berbagai kenaikan tarif di tahun baru 2020, pemerintah bukannya menyediakan lapangan kerja yang menjadi jalan rakyat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, malah memberikan lapangan kerja itu pada pekerja asing.
Menjelang tahun baru 2020, kebijakan seputar nasib dan hidup buruh sedang digodok pemerintah. Mulai dari rencana upah per jam, sampai terbukanya keran pekerja asing. Buruh harus lebih bersiap dalam menghadapi persaingan antar pekerja. Pasalnya, pemerintah akan mempermudah perizinan TKA (tenaga kerja asing) untuk masuk ke dalam negeri. Yakni melalui RUU Omnibus Law soal Cipta Lapangan Kerja. (CNBC Indonesia.com, 29/12/2019)
Sistem kapitalis sukses membuat rakyat Indonesia terjebak dalam kemiskinan dan ekonomi tak berkecukupan. Sebaliknya, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat dalam sistem Islam dalam bingkai khilafah. Khilafah berorientasi untuk menjamin terpenuhi kebutuhan dasar rakyat per individu. Khilafah akan memberi peluang masuknya asing baik permodalan maupun orang jika bermanfaat bagi umat. Tentu, dengan pertimbangan kebolehan syariat dan atas dasar kemaslahatan rakyat, bukan malah merugikan rakyat.
Penentuan upah buruh dalam Islam memang bukan dengan pematokan standar minimum sebagaimana mekanisme UMR saat ini, namun kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan karena Negara/khilafah bertanggung jawab menjamin layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis. Begitu pula pemenuhan hajat air, energi/listrik, bahan bakar minyak, jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi sebagaimana saat ini.
Oleh sebab itu sudah saatnya kita beralih kepada sistem islam yang berasal dari Sang Maha bijak, yakni sistem yang berasal dari Allah SWT. Sistem yang datang dari Al Khaliq (maha pencipta) dan Al mudabbir (maha pengatur) akan mampu mensejahterakan manusia di dunia dan menyelamatkan manusia di akhirat kelak.
Wallahu'alam bi ash showab.
Post a Comment