Oleh : Dwi Sarni
(Penulis, Aktivis Muslimah Jakarta Utara)
Jagat Maya heboh dengan statement nyeleneh yang sesat pemahaman tentang menutup aurat dengan jilbab.
Dilansir dari berita harian TEMPO.CO, Jakarta - Sinta Nuriyah, istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab. Ia pun menyadari bahwa masih banyak orang yang keliru mengenai kata jilbab dan hijab.
Menurut dia, hijab tidak sama pengertiannya dengan jilbab. "Hijab itu pembatas dari bahan-bahan yang keras seperti kayu, kalau jilbab bahan-bahan yang tipis seperti kain untuk menutup," kata Sinta di YouTube channel Deddy Corbuzier pada Rabu, 15 Januari 2020.
Ia mengakui bahwa setiap muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di Al Quran
Selama ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Al Quran secara kontekstual bukan tekstual. Sinta juga mengakui bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan ayat-ayat Al Quran karena sudah melewati banyak terjemahan dari berbagai pihak yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi.
Anaknya, Inayah Wahid yang berada di sebelahnya pun setuju dengan pendapat Sinta. Menurut dia, penafsir memang harus memiliki berbagai persyaratan untuk mengartikan ayat-ayat Al Quran. "Enggak boleh orang menafsirkan dengan sembarangan," kata Inayah.
Keduanya pun menyadari setelah berkata demikian akan banyak yang tidak setuju dengan pandangannya hingga mendapatkan perisakan oleh netizen. Namun mereka juga tidak ingin memaksakan orang di luar sana untuk setuju dengan mereka.
MENELISIK MAKNA JILBAB
Secara bahasa, hijab artinya penutup. Secara istilah, Abu Baqa’ Al Hanafi menjelaskan “hijab adalah segala hal yang menutupi sesuatu yang dituntut untuk ditutupi atau yang terlarang untuk digapai”
Hijab pada muslimah mencakup semua yang menutup aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Hijab adalah pelindung diri, penutup perhiasan, pakaian takwa yang merupakan identitas muslimah.
Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 59)
Ayat tersebut merupakan perintah berjilbab. Dalam kamus Al-Muhith dijelaskan jilbab adalah seperti sirdaab (terowongan) atau sinmaar (lorong) yaitu baju kurung yang longgar.
Di Indonesia pakaian seperti ini dikenal dengan sebutan gamis.
Allah SWT berfirman:
وَلْيَـضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ
"... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya...”
(QS. An-Nur: Ayat 31)
Dalam tafsir Ibnu Katsir khumur bentuk jamak dari khimar yaitu apa-apa yang menutupi kepala, leher hingga dada.
Menutup aurat dengan jilbab dan Khimar ini wajib hukumnya jika seorang wanita melakukan aktivitas dalam hayatul 'am, yaitu aktivitas di luar rumah atau di tempat umum seperti pasar, kampus, Rumah Sakit dll.
Esensi jilbab adalah pakaian takwa, Allah atur khusus untuk menjaga kemuliaan seorang wanita. Jilbab adalah pelindung Izzah Muslimah.
Maka pernyataan jilbab tidak wajib adalah salah, umat harus paham mengambil rujukan dalil. Bukan bersandar pada praktik orang terdahulu sekalipun dia tokoh publik.
Dahulu pernah ada wanita datang kepada Rasulullah dan bertanya, “ Rasul bagaimana jika salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab? “
Maka Rasulullah menjawab “ pinjamkanlah jilbab kepada mereka yang tidak memiliki”
Ini menegaskan betapa wajibnya jilbab sampai-sampai Rasulullah memerintahkan sesama muslimah harus saling meminjam kan jilbabnya.
Hal ini juga menunjukkan bahwasanya Rasulullah sebagai kepala negara turut serta mengatur bagaimana agar setiap muslimah menjalankan kewajiban menutup aurat dengan jilbab. Karena pemimpin bertanggung jawab terhadap ketaatan setiap individu.
Berbanding terbalik dengan pemimpin dan rezim saat ini. Tidak mendorong pelaksanaan syariat, justru memupuk tumbuh suburnya penista agama dan diam membiarkan penyesatan pemahaman agama di tengah masyarakat.
Post a Comment