Oleh: Wity
(Aktivis Muslimah Purwakarta)
Tahun telah berganti. Berbagai problematika umat masih menanti solusi. Tak satupun dapat teratasi dengan baik.
Di awal tahun, pemerintah justru memberikan kado pahit berupa kenaikan harga berbagai fasilitas umum dan kebutuhaan pokok. Mulai dari tarif tol, parkir, damri hingga BPJS Kesehatan. Bahkan, subsidi gas melon pun akan segera dicabut sebagaimana diberitakan media daring republika.co.id.
Di tengah naiknya berbagai kebutuhan hidup, rakyat khususnya para buruh—harus menghadapi ancaman PHK masal dan serbuan pekerja asing. Mereka yang selamat dari PHK pun masih menghadapi ancaman lain, yaitu gaji per jam yang dinilai akan menurunkan pendapatan. Sungguh, hal ini menjadikan rakyat semakin sengsara. Maka wajar bila rakyat mempertanyakan, “Kepada siapa pemerintah mengabdi?” Mengingat, tak satu pun kebijakan yang dihasilkan memihak rakyat.
Dalam kondisi seperti ini, berbagai skandal korupsi kembali terungkap. Mulai dari kasus garuda, Asabri, Pelindo, proyek fiktif di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga suap di KPU yang melibatkan partai penguasa. Sungguh hal ini semakin mengiris hati rakyat. Para penguasa yang telah diberi amanah untuk mengurus urusan rakyat, justru sibuk memperkaya diri dengan cara yang merugikan rakyat dan negara.
Kapitalisme Sumber Segala Masalah
Berulang kali telah disampaikaan, bahwa berbagai permasalahan yang ada saat ini adalah dampak penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Sistem ini hanya mementingkan individu-individu—dalam hal ini para pemilik kapital—saja. Sekalipun mereka bergabung dengan satu partai atau berkoalisi dengan partai lainnya, semata-mata karena ada kepentingan masing-masing. Maka tak heran, bila suap-menyuap pun kerap terjadi. Hal itu untuk memuluskan kepentingan masing-masing.
Lalu apa yang bisa diharapkan dari para pemimpin yang demikian? Tidak ada. Karena para pemimpin yang dihasilkan dalam sistem kapitalisme-sekuler takkan benar-benar mengurusi urusan rakyatnya. Mereka akan lebih mengutamakan para pemilik modal. Slogan dari, oleh, dan untuk rakyat sejatinya adalah dari, oleh, dan untuk para pemilik modal.
Terlebih, dalam kapitalisme-sekuler hubungan penguasa dengan rakyat tak ubahnya pedagang dan pembeli. Penguasa sang pedagang, rakyat sang pembeli. Umumnya, pedagang selalu mengharapkan keuntungan. Maka tak heran, bila harga-harga terus melonjak, berbagai subsidi dicabut, dan tarif fasilitas umum kian mahal. Itu karena penguasa tengah meraup keuntungan dari rakyat.
Islam Solusi Fundamental
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT. Sang Pencipta sekaligus Pengatur alam semesta, manusia, dan kehidupan ini. Islam tidak hanya mengatur urusan manusia dengan Tuhannya, tapi juga mengatur urusan manusia dengan dirinya sendiri dan dengan manusia lainnya. Artinya, Islam punya seperangkat aturan untuk mengatur berbagai urusan kehidupan ini. Aturan yang bila diterapkan akan membawa keberkahan dari langit dan bumi. Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)
Iman dan takwa tak cukup hanya di bibir. Harus direalisasikn dalam perbuatan. Bentuk realisasi itu adalah dengan penegakkan khilafah yang akan menerapkan aturan Islam secara kaffah di muka bumi ini.
Karena itu, sudah seharusnya umat menyadari bahwa berbagai permasalahan yang melanda negeri ini termasuk yang melanda umat di seluruh dunia adalah karena tidak diterapkannya aturan Islam secara kaffah. Maka, sudah saatnya ummat mencampakan kapitalisme-sekuler dan beralih pada sistem Islam secara kaffah. Wallahu a’lam.
Post a Comment