Dibalik Penderitaan Muslim Uighur

Byn : Ummu Aqil


Sebelum ekspansi China terhadap wilayah Uighur, Uighur telah terdepan dalam hal peradaban. Menurut sejarah, bangsa Uighur merdeka, dan telah lebih dari 2000 tahun tinggal di Uighuristan. Hal ini untuk menyangkal klaim China, yang menyatakan bahwa Uighur tidak dapat dipisahkan dari China. Padahal fakta tersebut tidak berdasar atas upaya ekspansi wilayahnya dan kepentingan China. Jika menoleh sejarah, Uighur sendiri merupakan keturunan Klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di propinsi China, Xinjiang. Faktanya sejarah etnis Uighur sendiri menyebut daerahnya dengan nama Uighuristan atau Turkestan Timur.

Keturunan Klan Turki di Asia Tengah telah memiliki asal, bahasa, kebudayaan maupun tradisi dan agama yang sama. Uighuristan juga merupakan tanah yang subur. Berabad-abad yang lalu, Uighur juga telah menggunakan skrip tulisan. Yang akhirnya menjadi tulisan Uighur ketika bersatu di bawah kerajaan Uighur-Kok Turk di abad ke-6 dan ke-7 yang saat itu telah di adopsi menjadi tulisan Uighur.

Orang Uighur juga terkenal sebagai pengajar di kekaisaran China, dan menjadi duta besar di Roma, Istana, Baghdad. Banyak peninggalan kuno yang ditemukan oleh ekspedisi keilmuan dan arkeologis.   Maka tak heran dari laporan penjelajah Eropa, Amerika, dan Jepang sehingga mengundang orang-orang datang kesana.

Sejak tahun 934, Uighur telah memeluk Islam pada saat pemerintahan Satuk Bughra Khan seorang pengusaha Kharanid. Dan dibangun sebanyak 300 Masjid yang megah di kota Kashgar. Saat kejayaan tersebut di Kashgar telah berdiri 18 Madrasah besar yang masuk lebih dari 2000 siswa setiap tahunnya. Islam berkembang dan menjadi agama satu-satunya orang Uighur di Uighuristan. Dan banyak hal-hal yang menarik jika ditelusuri sejarah Uighur di masa silam.
(Republika.CO.ID, 18/03/2012).

Tapi kini Uighur telah di dominasi China. Uighur yang dulu damai kini telah di bangun kamp-kamp konsentrasi. Dengan alasan bahwa China akan melakukan program deradikalisasi sebagai upaya pemberantasan Terorisme dan Radikalisme. Namun hal-hal yang ditutup-tutupi China akhirnya terkuak juga. Walaupun hal ini disinyalir telah lama diketahui publik. Namun karena banyak pihak yang mendukung China sehingga China selalu menyangkal hal tersebut. Namun orang Uighur yang bisa menyelamatkan diri dari kamp tersebut menjadi saksi nyata adanya pembersihan etnis dan genosida budaya.

Di kamp konsentrasi tersebut, muslim Uighur kerap mendapat perlakuan yang diluar batas kemanusiaan. Mereka kerap mengalami tindakan keji. Menurut sumber, perempuan Uighur dimasukkan ke dalam program sterilisasi yang bertujuan untuk mengganggu kemampuan perempuan dalam melahirkan. Yang nantinya akan berhenti sendiri dari menstruasi. Perempuan Uighur juga dipaksa untuk push- up dengan tidak menggunakan busana sehelaipun. Pemerkosaanpun kerap diterima muslim Uighur. Perempuan yang melawan dari pemerkosaan akan dibunuh. Banyak Makam Uighur yang dihancurkan. Walaupun melakukan perlawanan tapi tetap dihancurkan. Salah seorang Uighur mengatakan, hal ini semua atas kampanye pemerintah China. Yang menginginkan Uighur seperti orang China Han. Sehingga situs sejarah Uighur dimusnahkan agar tidak berbekas.
(Serambinews).

Dilansir Journal of Political Risk, bahwa China dilaporkan telah membangun kamp dan asrama anak-anak Uighur yang dianggap terus bertambah jumlahnya  Tidak ada kebebasan beragama di Uighur. Ketika mereka menjalankan ibadah diawasi bahkan ditangkap untuk dibunuh.

Di rumah tangga Uighur, mereka akan dididik dengan ideologi mereka. Setelah laki-laki dari keluarga Uighur ditahan di kamp pendidikan ulang. Dengan tujuan memantau kegiatan keluarga Uighur dengan cermat. Walaupun alasan pemerintah China hal itu dilakukan untuk mempromosikan persatuan etnis. Juga dilansir dari Independent, Uighur kerap mendapat berbagai macam siksaan, dibunuh, dan dipanen organ tubuhnya.
(Serambinews, 25/12/2019) 

Kepedulian umat Islam dan pemerintah Indonesia terkait muslim Uighur tidak terbukti. Pemerintah seolah bungkam atas berbagai pelanggaran HAM yang diterima muslim Uighur di Xinjiang. Hai itu disinyalir ada kaitannya dengan urusan ekonomi. Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi dan juga sebagai juru bicara wakil presiden, membantah adanya isu terkait organisasinya dirayu oleh China. Masduki Baidlowi menyatakan bahwa mereka menempuh diplomasi lunak terkait Uighur.
(BBC NEWS INDONESIA, 18/12/2019).

Dikabarkan dari surat 'Wall Street Journal' adanya kucuran dana dari China untuk delegasi asal Indonesia untuk organisasi Islam dan wartawan agar berkunjung ke Xinjiang untuk membentuk opini publik dan meraih dukungan internasional agar tidak menyuarakan penderitaan muslim Uighur di Xinjiang. Namun hal itu dibantah oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Mereka malah menyangkal hal itu, dan mengatakan bahwa di Xinjiang hanya ada kelas-kelas pelatihan untuk orang-orang yang terpapar radikalisme. Padahal menurut sumber yang ada, bantuan-bantuan donasi atau funding untuk NU dan Muhammadiyah telah berlangsung bertahun-tahun, sejak Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan China sekitar tahun 1990an.
(BBC NEWS INDONESIA, 18/12/2019).

Hal tersebut sungguh sangat disayangkan. Sebagai umat Islam, tentu di manapun keberadaannya seperti di Uighur maupun dibelahan bumi yang lain, seperti Rohingya, Kashmir, Gaza, dan banyak lagi yang lain, mereka adalah saudara kita yaitu saudara seakidah. Bukankah hadits Nabi Shalallahu alaihi wassalam dari Abu Hamzah Anas Bin Malik Radhiyallahu Anhu pembantu Rasulullah shalallahu alaihi  wassalam, Nabi Shalallahu alaihi wassalam bersabda:
'salah seorang diantara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri'
(HR. Bukhari dan Muslim).

Faktanya sekarang umat Islam yang cenderung kepada materi maupun kekuasaan tidak lagi perduli atas penderitaan saudaranya. Hal ini tentu tidak pada semua kalangan. Namun sebagian besar telah tampak keberpihakannya, apakah bungkam atau bersuara lantang menyuarakan penderitaan muslim Uighur terkait pelanggaran HAM yang terjadi.

Padahal muslim Uighur sangat membutuhkan pertolongan muslim yang ada di dunia untuk menghentikan kebiadaban komunis China di Xinjiang. Sudah berapa banyak nyawa yang terbunuh yang sebelumnya disiksa dengan keji di kamp-kamp China. Apakah uang dan kekuasaan telah membutakan mata hati mereka? Sehingga tindakan biadab China diangggap hal yang lumrah. Padahal Allah sekali-kali tidak pernah lengah dengan apa yang kita perbuat.

Semua ini disebabkan tidak adanya perisai bagi umat Islam. Demokrasi yang diagung-agungkan, faktanya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang terjadi dibelahan dunia maupun negeri sendiri. Umat Islam dianggap harus rela menerima apapun yang terjadi.

Namun tidak didalam Islam. Islam tidak membiarkan manusia satu menzalimi manusia yang lain. Apalagi menguasainya untuk diperbuat sesuka hatinya. Sejak kedatangan Islam yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam intimidasi dan perbudakan dihapuskan dan tidak boleh terjadi. Dan hal ini bisa diwujudkan kembali dengan menerapkan hukum Islam dengan sistem keKhilafahan di seluruh penjuru dunia. Untuk itu umat Islam harus bangkit dari tidur panjangnya. Sehingga dengan kekuatan Islam dan bersatunya umat Islam di seluruh penjuru dunia akan membuat takut musuh-musuh Islam. 
Wallahu A'lam Bish Shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post