Oleh : Maya Dhita E. P, ST
Aktivis Dakwah dan Member Akademi Menulis Kreatif
Dilansir oleh CNBC Indonesia (26/12/2019) mengenai wacana sejumlah negara Islam untuk menjadikan emas sebagai alat pembayaran pengganti dollar AS disebut Pemrakarsa Modern Monetary Theory (MMT), Mardigu Wowiek sebagai bagian dari upaya untuk melepas ketergantungan terhadap dolar (dedolarisasi). Mengingat sejak tahun 1971 AS telah mendeklarasikan bahwa negara ini mencetak dolarnya tidak menggunakan jaminan emas. Rencana dedolarisasi dan menggantinya dengan dinar menjadi angin segar bagi perekonomian Indonesia yang sedang menghadapi berbagai permasalahan sistemik. Walaupun masih banyak pro dan kontra, diharapkan upaya dedolarisasi mampu menjadi solusi alternatif di tengah krisis yang berkepanjangan.
Mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) merupakan mata uang milik bangsa Romawi dan Persia. Kata dinar berasal dari bahasa Romawi yaitu "Denarius". Sedangkan dirham berasal dari bahasa Persia yaitu "Drachma". Dinar dan dirham mulai beredar di Jazirah Arab dibawa oleh para pedagang Arab yang berdagang ke Syam (di bawah pengaruh Romawi) dan Yaman (di bawah pengaruh Persia). Kemudian penggunaan dinar dan dirham sebagai sistem mata uang berlangsung hingga masa nabi Muhammad saw. Selain menetapkan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran yang sah pada waktu itu, beliau juga telah membuat standar tiga jenis dirham yang beredar kala itu menjadi satu jenis saja yaitu dirham 14 qirot.
Adapun dinar pertama milik pemerintahan Islam baru lahir pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Tepatnya, sekitar 50 tahun setelah wafatnya nabi Muhammad saw.
Di Nusantara, khususnya Sumatra memiliki hubungan yang erat dengan Timur Tengah sejak abad ke-14. Pada zaman itu, berdiri kesultanan Islam pertama di Nusantara yang dipimpin oleh Malik al-Saleh yang kemudian digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326). Beliaulah yang memelopori pencetakan uang emas berornamen Islam pertama di Nusantara. Pada salah satu koin tersebut tertulis nama ”Muhammad Malik al-Zahir”.
Sejarah telah membuktikan bahwa emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil di dunia. Nilai inflasi mata uang ini selama 14 abad lamanya adalah nol persen. Meskipun memiliki kelebihan, yakni nilainya yang cenderung tetap serta dapat digunakan untuk menunaikan zakat, pemanfaatan emas dan perak sebagai mata uang telah lama ditinggalkan.
Sejak 1400 tahun silam, Nabi Muhammad saw. telah bersabda:
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada saat itu orang yang tidak memiliki putih (perak) dan kuning (emas), dia akan kesusahan dalam kehidupan” (H.R. Imam Thabrani).
Kemudian muncul pertanyaan terkait pengaplikasian dedolarisasi adalah apakah negara yang memiliki cadangan emas banyak akan diuntungkan? atau sebaliknya, jika ternyata negara yang tidak memiliki cadangan emas akan mengalami kesulitan? Jawabnya tentu tidak demikian. Di dalam sistem mata uang emas dan perak adalah emas dan perak digunakan sebagai jaminan banyaknya dinar dan dirham yang akan dicetak untuk dimiliki suatu negara. Sedangkan negara yang tidak memiliki emas maka devisa negaralah yang dikonversikan ke dalam dinar atau dirham. Sehingga devisa negara dalam bentuk dinar bukan dalam bentuk dolar lagi.
Selanjutnya, bagaimana sikap AS dengan kondisi ini. Apakah AS akan diam saja dengan hal ini? Tentu saja AS tidak akan tinggal diam, mereka akan menyerang negara-negara yang melakukan praktik dedolarisasi. Menurut Mardigu Wowiek, "Kita harus segera berpindah ke dinar. Segera lepas dari ketergantungan dolar apalagi yuan."
Saat wacana dedolarisasi telah terealisasi dan negara kita sudah menggunakan dinar sebagai mata uang baru berbasis emas, apakah semua permasalahan perekonomian di negeri ini akan teratasi? Apakah seluruh rakyat akan makmur? Jawabnya tentu tidak, karena pada dasarnya penetapan nilai mata uang dinar dan dirham bukan sebagai tolok ukur dalam menyelesaikan persoalan ekonomi di suatu negara. Akan tetapi merupakan salah satu cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam penetapan mata uang di dalam syariat islam. Jadi saat solusi yang ditawarkan untuk mengatasi satu cabang masalah diselesaikan hanya cabangnya saja, tentunya seberapa pun hebatnya cara yang dilakukan untuk mengatasi suatu masalah tertentu hanya akan menjadi euforia. Karena sesungguhnya persoalan penting dalam menyelesaikan masalah ekonomi adalah diterapkan sistem ekonomi Islam secara kafah dalam bingkai institusi negara yakni negara khilafah. Sehingga seluruh aktivitas yang menyimpang seperti korupsi, kriminalitas, kesenjangan sosial, pelecehan seksual dan masih banyak permasalahan lain yang akan segera terselesaikan secara tuntas.
Allah Swt. berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak setan karena sesungguhnya setan adalah musuh besar bagi kalian.” (TQS. al-Baqarah: 208).
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS al-Maidah: 48)
Sehingga ketika kaum muslimin kembali kepada ajaran Islam yang benar, menerapkan seluruh aturan yang Allah Swt. tetapkan dengan melaksanakan seluruh syariat Islam secara sempurna, maka seluruh permasalahan yang ada di negeri ini akan dapat teratasi. Sehingga kemakmuran akan tercapai.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment