Oleh : Sumiati
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif
Dilansir dari TIMESINDONESIA, BANDUNG. Praktik rentenir dengan istilah "bank emok" (bank keliling), saat ini tengah menjamur di beberapa wilayah di Jawa Barat. Bahkan beberapa di antaranya yang berbadan hukum.
Produk Lokal Moslem Clothing di Kota Madiun tidak kalah bersaing, sekitar 80 stand akan sambut pasar rakyat UMKM di Tulungagung gandeng Kemensos RI, LPG 3 kilogram dibagikan lewat voucher gas ke KPM-UMKM.
Namun Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Diskop UKM) Kabupaten Bandung, Agus Firman Zaini, menyatakan, di Kabupaten Bandung belum ditemukan bank emok yang berbadan hukum.
“Menurut laporan hasil monitoring di lapangan, Kabupaten Bandung belum ditemukan (bank emok) yang berbadan hukum. Jadi itu praktik rentenir, yang tentu saja tidak kami rekomendasikan keberadaan maupun pemanfaatannya oleh masyarakat,” ungkap Kepala Diskop UKM saat ditemui di ruang kerjanya di Soreang, Selasa (14/1/2020).
Untuk mencegah menjamurnya bank tersebut, pihaknya berkoordinasi dan bekerjasama dengan aparat kewilayahan, untuk mendata dan memaksimalkan peran koperasi di wilayahnya masing-masing.
“Kami berkoordinasi dengan para Camat dan Kepala Desa sebagai pembina koperasi, untuk mendapatkan data jumlah koperasi di Kabupaten Bandung. Selain itu juga sebagai langkah represif dan alternatif solusi penanganan masalah, kami lakukan sosialisasi pemahaman perkoperasian. Terutama di wilayah yang disinyalir terdapat bank emok,” kata Agus Firman.
Menurut data yang tercatat dalam aplikasi ODS (Online Data System) Kemenkop, ada 1.634 koperasi yang badan hukumnya terdaftar, sebanyak 855 di antaranya koperasi aktif dan 779 koperasi tidak aktif.
“Kami terus berupaya meningkatkan pemberdayaan dan pengembangan koperasi, baik dari segi kualitas manajemen maupun dari kuantitas keanggotaannya,” ujar Agus menanggapi merebaknya "bank emok" di Kabupaten Bandung.
Dari sisi ekonomi kapitalis, keberadaan bank keliling ini seolah membantu masyarakat. Mereka beramai-ramai meminjam uang ke bank keliling. Banyak diantara mereka mengatakan, "jika tidak meminjam ke bank keliling, bagaimana saya bisa menyekolahkan anak? Bagaimana kalau tiba-tiba anggota keluarga ada yang sakit kemudian tidak ada uang untuk berobat? Kami sangat tertolong dengan adanya bank keliling." Padahal siapapun orang yang sudah terjerat, sulit bagi mereka lepas. Seolah-olah kecanduan.
Dari sisi sosial, banyak orang rela meminjam uang ke bank keliling dengan berbagai jaminan. Demi segala keinginan terpenuhi. Baik pendidikan, untuk membeli kendaraan, rumah, bahkan aksesoris seisi rumah. Tujuannya hanya gengsi, hanya penilaian manusia. Agar dianggap orang lain serba ada dan mampu. Mereka tidak memikirkan dampak buruk jangka panjang untuk ekonomi mereka. Terlebih, mereka tidak memikirkan bagaimana kehidupan kelak di akhirat.
Kemudian, jika penyakit masyarakat yang satu ini tidak segera dihentikan, ini menunjukkan bahwa dakwah dari sistem kapitalis demokrasi berhasil dari sisi ekonomi. Menjadikan negara berekonomi ribawi hingga ke masyarakat bawah sekalipun. Dengan demikian, musuh-musuh Islam akan semakin kuat mencengkeramkan hegemoninya di negeri ini.
Karena ditopang dengan dukungan masyarakat, masyarakat sendiri tanpa disadari senang diperbudak mabda yang tidak sesuai dengan fitrahnya.
Dalam pandangan Islam, pelaku riba amat besar dosanya. Karena hakikatnya menolong hanya menipu orang yang bodoh saja, faktanya mencekik. Bayangkan saja ketika seseorang meminjam uang 1 juta rupiah harus kembali lebih dari itu. Jika menolong tentu tidak ada pamrih, karena dalam Islam menolong merupakan aktivitas insaniyah (kemanusiaan) tidak boleh ada pamrih.
Allah Swt berfirman :
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿٢٧٥﴾
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS 2:275)
Sebagai seorang muslim, ketika diingatkan terkait hal yang haram, maka segeralah tinggalkan. Untuk itu, dalam sebuah negara seharusnya tidak memberlakukan sistem ekonomi kapitalis, melainkan sistem Islam. Pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara dengan benar untuk kesejahteraan masyarakat.
Wallaahu a'lam bishshawab
Post a Comment