Buang Beras, Bukti Kegagalan Negeri Agraris Urus Pangan

Oleh : Merli Ummu Khila 
Kontributor Media, Pegiat Dakwah 

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Gambaran betapa Indonesia mempunyai tanah yang subur lagi luas. Cadangan air terbesar di dunia. Kaya akan matahari. Sebuah potensi yang tidak dimiliki negara lain. Namun aneh tapi nyata, untuk memenuhi kebutuhan beras pun harus bergantung pada negara lain. 

Kebijakan rezim yang membuka keran impor beras tanpa perhitungan dan terkesan ada permainan kartel di balik setiap kebijakan impor. Sebut saja berita yang menghebohkan masyarakat baru-baru ini.  Bulog yang dalam hal ini mengatur ketersediaan pangan berencana akan memusnahkan 20 ribu ton beras. 

Seperti dilansir oleh CNN Indonesia, Jumat (29/11/2019), Perum Bulog menyatakan akan membuang 20 ribu ton cadangan beras pemerintah yang ada di gudang mereka. Nilai beras tersebut mencapai Rp160 miliar.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi Saleh mengatakan, pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi satu tahun. Data yang dimilikinya, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,3 juta ton.

Hal ini tentu saja mengherankan karena beras merupakan kebutuhan dasar yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari Bulog. Bisa jadi ada yang tidak beres dalam mekanisme penyalurannya, hingga ada beras lama yang tidak terdistribusi. Atau ada kelebihan kuantitas impor yang menyebabkan penumpukan. Jika ada penumpukan, harusnya segera disalurkan. Bisa berupa bantuan kepada masyarakat kurang mampu dari pada membusuk dan mubazir. 

Kebijakan impor pada rezim ini memang selalu mendapat sorotan. Tidak sejalannya kebijakan impor kementerian perdagangan dengan Bulog menjadi masalah internal, sehingga kerjasama kedua lembaga ini tidak selaras. Belum lagi masalah kartel yang menggurita, membuat Bulog tak berdaya dalam mengatur logistik. 

Kegagalan negara dalam menjamin ketersediaan pangan semakin menguatkan opini publik bahwa rezim saat ini tidak lebih sebagai legislator bagi kepentingan korporasi. Kebijakan impor menjadi lahan bagi kapital untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Kita tidak bisa berharap pada rezim neoliberal yang tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat. 

Islam memberi solusi 

Sistem perekonomian Islam dibentuk untuk mewujudkan fungsi negara yang benar. Sistem khilafah adalah negara yang menerapkan syariah untuk seluruh interaksi dalam masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi. Sehingga dalam sistem ini tidak ada supply, demand dan asas yang tidak sesuai dengan syariah. 

Dalam kitab Muqaddimah Addustur pada pasal 123 yang membahas kebijakan ekonomi (Siyasah Aliqtishad) yang berbunyi: "Kebijakan ekonomi adalah pandangan terhadap apa yang harus dijadikan landasan bagi masyarakat pada saat memandang pemenuhan kebutuhan. Selanjutnya, landasan masyarakat tersebut dijadikan asas untuk memenuhi kebutuhan. 

‌Maka, pemenuhan kebutuhan rakyat adalah kewajiban negara. Sumber anggarannya berasal dari kepemilikan umum yaitu air, api dan padang rumput. Di dalamnya termasuk semua hasil tambang dan kekayaan bumi lainnya. Negara hanya sebagai pelaksana hukum syariah. Sedangkan kedaulatan sepenuhnya di tangan Allah Swt., sehingga negara tidak bisa menjadi legislator para pemilik modal. 

Saatnya mencampakkan demokrasi sistem rusak buatan kafir penjajah yang menyengsarakan. Slogan untuk rakyat tak ubahnya seperti fatamorgana. Keterpurukan sudah sampai pada titik nadir. Saatnya bangkit dengan harapan baru. Kembali pada kehidupan Islam yang diridhai dan menyejahterakan. Yaitu bersatu dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Post a Comment

Previous Post Next Post