Oleh : Fatmawati Thamrin
(pemerhati masalah social)
Hujan deras mengguyur Jakarta dan sekitarnya sejak malam pergantian tahun 2020, sehingga menyebabkan banjir di sejumlah titik di ibu kota dan sekitarnya atau Jabodetabek, Rabu (1/1/2019). Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tujuh kelurahan dari empat kecamatan di Jakarta dilaporkan terendam banjir. Ketujuh kelurahan itu tersebar di Jakarta Pusat, Selatan, Utara dan mayoritas Jakarta Timur. (KOMPAS.com 2/1/2020)
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, banjir Jakarta dan sekitarnya disebabkan curah hujan ekstrem. Berdasarkan hasil pemantauan BMKG di Landasan Udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur curah hujan mencapai 377 milimeter.
Akibat banjir tercatat 31.323 warga yang berasal dari 158 kelurahan, mengungsi karena rumahnya terendam banjir. Banjir tak hanya merendam permukiman warga, tetapi juga jalan-jalan protokol Jakarta. (tribunnews.com 2/1/2020)
Banjir adalah salah satu masalah besar jakarta, pemerintah DKI Jakarta selalu berupaya dan mencari cara menanggulangi banjir sehingga kerugian yang diakibatkan dari Banjir juga bisa diminimalisir. Namun, peranan masyarakat di dalam menanggulangi banjir juga sangatlah penting. Berbagai upaya dilakukan guna mengatasi masalah menahun Jakarta itu, yaitu pembangunan bendungan, normalisasi sungai, pembangunan sodetan Ciliwung, dan tanggul laut raksasa. (KOMPAS.com 12/2/2018)
Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta memastikan proses pengerukan waduk akan berlanjut pada 2020. Tahap awal normalisasai waduk akan dilakukan di wilayah Marunda Jakarta Utara, Waduk Brigif Jakarta Selatan dan Waduk Cimanggis Jakarta Timur. Dengan mengeruk lumpurnya untuk memperbanyak daya tampung air. Normalisasi atau naturalisasi terhadap sungai dan kali terus dilakukan sejak tahun lalu. Hal itu dilakukan untuk mengembalikan dimensi kali dan sungai dengan lebar 20-30 meter.(wartakota.tribunnews.com 6/1/2020)
Penyebab utama dari Banjir adalah tidak tersedianya wilayah resapan air yang cukup. Selain itu, hujan yang durasinya cukup lama dan intensitas nya tinggi juga kerap kali menjadi penyebab adanya banjir. Selain itu, banjir kiriman yang berasal dari Bogor juga merupakan salah satu bagian penyebab banjir yang terjadi di wilayah DKI Jakarta.
Pada beberapa wilayah Puncak yang sebenarnya digunakan untuk daerah resapan banjir ternyata sudah dibangun sejumlah bangunan. Penyebab lain dari Banjir adalah pembuangan sampah secara sembarangan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk dari ketidakpedulian masyarakat pada lingkungan. Dengan banyaknya sampah maka akan membuat terjadinya pendangkalan sungai serta tersumbatnya aliran air.
Banjir berulang setiap tahun jelas bukan karena faktor alam semata. Juga tidak hanya problem teknis (tidak berfungsi drainase, resapan air, kurang kanal dsb) tapi masalah sistemik yang lahir dari berlakunya sistem kapitalistik.
Tata kota dan pembangunan infrastruktur diserahkan pada kemauan kaum kapitalis berorientasi memenangkan bisnis dan tidak memperhatikan lingkungan, sementara itu masih terjadi kemiskinan massal yang mempengaruhi pola kehidupan (perumahan di bantar kali, tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan dst).
Dibawah pengelolaan sistem Kapitalisme, penguasa telah berhasil melegalkan asing untuk mengintervensi berbagai UU. Dengan sistem demokrasi dan kapitalisme tersebut, membuat
pengambilalihan fungsi alam sebagai pengatur keseimbangan.
Inilah kebijakan liberal negara korporasi yang kebijakannya melegalkan penyempitan peran pemerintah yang hanya sebagai pembuat regulasi dan lebih memprioritaskan kepentingan korporasi.
Diterapkannya sistem bathil liberal-kapitalis yang membebaskan pengusaha yang bertujuan mendapatkan keuntungan materi semata. Sehingga memiliki andil besar dalam menyebabkan bencana banjir yang berfek longsor. Maka dari itu, sudah saatnya sistem bathil ini dicampakkan karena sudah jelas menyebabkan kerusakan dan bencana.
Penyelesaian tidak cukup hanya perbaikan teknis tapi harus menyentuh perubahan ideologis. Dengan menyadari system kapitalistik mufsiduna fil ardh, sedangkan pemberlakuan islam akan mewujudkan khilafah fil ardh. Momentum banjir harus menjadi pengingat agar dilakukan taubat nasional, mengubah pola hidup dan membuang pandangan hidup kapitalisme serta mengadopsi Islam.
Untuk mengatasi banjir dan genangan, Khilafah Islamiyyah tentu saja memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. Penyelesaian secara teknis dan Kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir yaitu;
Pertama, kasus banjir yang disebabkan masalah teknis karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, rob, dll. Maka Khilafah akan Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.
Kedua, Dalam aspek UU dan kebijakan, Khilafah membuat kebijakan terkait: (1) pembukaan kawasan baru, izin pembangunan bangunan , sanksi pelanggaran, penangan bencana, menetapan kawasan hutan lindung, dan sosialisasi kebersiahan lingkungan.
Ketiga, Khalifah sebagai junnah (perisai) dalam menjaga akidah umat dan mencegah kemaksiatan sehingga Daulah terhindar dari bencana sebagai bentuk azab Allah SWT.
Sudah seharusnya kita menggangti sistem kapitalis yang bathil dengan kembali pada sistem islam. Dengan mengubah pola hidup liberal dan membuang pandangan hidup kapitalis kemudian mengadopsi sistem islam.
Wallahu a’lam.
Post a Comment