Oleh: Aniyatul Ain, S.Pd
(Pendidik)
Bintang sepakbola asal Jerman keturunan Turki, Mezut Ozil, menjadi buah bibir. Ini lantaran sikap gagahnya dalam menggugah seluruh masyarakat dunia agar peduli pada nasib umat Islam Uighur, di Xinjiang-China. Ozil mencuit di akun twitternya mengecam pemerintahan China akan perlakuannya terhadap Muslim Uighur yang begitu antagonis dan sadis! Dampaknya, fans Ozil asal China banyak mengecam cuitan yang cukup ekstrim itu. Dalam unggahannya, Ozil melontarkan kritik tajam kepada pemerintahan China yang dianggap tidak adil kepada minoritas Uighur. Selain itu, pesepak bola Jerman keturunan Turki ini juga mempertanyakan sikap umat Muslim yang hanya diam mengetahui ketidakadilan itu. (Serambinews.com, 20/12/2019).
Apa yang terjadi di Uighur adalah fakta kekejaman sesungguhnya pemerintahan China yang berhaluan komunis. Diberitakan, bahwa umat Islam Uigur di Xinjiang diperlakukan sangat tidak manusiawi. Mereka disiksa dan dipaksa agar keluar dari agamanya. Muslim Uighur dicuci otaknya untuk melupakan Islam dan menggantinya dengan paham komunis. Muslim Uighur juga dilarang shalat, Alqur’an dibakar, madrasah dilarang, sarjana agama dibunuh satu persatu. Pemerintah China memobilisasi rakyat Uighur agar mereka masuk kamp-kamp konsentrasi. Aktivitas di dalam kamp konsentrasi itu sangat menyiksa umat Islam Uighur.
Tak kalah menyakitkan adalah ketika ramai diberitakan di berbagai media, pemerintah China melakukan penindasan kepada mereka tersebab rakyat Uighur etnis yang memberontak pada negara dan hendak melakukan separatisme. Hal ini yang membuat pemerintah China legal secara hukum untuk menindas mereka. Opini menyesatkan ini tidak lain keluar dari lisan manusia-manusia yang telah terbeli oleh sedikit rupiah. Mereka berani menutup mata dan membelokkan lisannya untuk melakukan kebohongan publik. Rakyat uighur ditindas oleh pemerintah China bukan karena mereka radikal dan melakukan separatisme, tetapi karena pemerintah China hendak menghapus etnis muslim di Xinjiang dan memaksakan ideologi komunis untuk seluruh masyarakatnya. China memang dikenal sebagai negara komunis. Berbagai penyiksaan di Uighur pun tidak jauh berbeda mengadopsi cara-cara komunis yaitu “bertangan besi”.
Sebetulnya, penindasan demi penindasan terhadap umat Islam, tidak hanya terjadi di Uighur-Xinjiang. Siapapun yang mempunyai mata hati akan melihat dengan jelas, bahwa dunia saat ini berlaku tidak adil kepada umat Islam. Dunia diam seribu bahasa tatkala umat Islam dibantai dengan keji. Sebut saja, umat Islam Palestina, Rohingnya (Myanmar), Kashmir, Suriah, Mali (Afrika), Bosnia, Irak, Afganistan dan terhangat di Uighur (Xinjiang). Dimana para pejuang Hak Asasi Manusia (HAM), ketika darah-darah kaum muslim bersimbah? Dimana PBB ketika anak-anak muslim kehilangan orang tua? Dimana pejuang perempuan ketika banyak Muslimah ternodai kehormatannya? Cuitan Ozil sangat menyentil kita. Menghentakkan kesadaran bahwa setiap muslim itu bersaudara. Ini sesuai dengan firman Allah SWT: “…Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”(QS; Al-Hujurat: 9-10).
Seorang Ozil sangat merdeka menyuarakan empatinya kepada saudaranya sesama Muslim. Seharusnya Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar dunia mampu melakukan lebih dari itu. Namun, fakta menunjukkan sebaliknya. Indonesia sebagai pemimpin ASEAN dan anggota Dewan Keamanan PBB belum juga memberi sikap kepada dunia, khususnya kepada pemerintah China, sebagai bentuk penolakan segala jenis penyiksaan kepada etnis Muslim Uighur. Bahkan, pada April tahun 2019, sejumlah delegasi Uighur yang datang diantar oleh Prof. Din Syamsuddin dengan membawa Al-Qur’an tulisan tangan sebagai hadiah kepada Presiden RI, ditolak oleh Presiden di Istana Kepresidenan. Banyak pihak menganalisis diamnya Indonesia terhadap penderitaan rakyat Uighur karena tersandera hutang demikian besar kepada China, melalui proyek OBOR nya.
Sunguh ironis. Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia alih-alih memberi pembelaan dan perlindungan kepada sesama Muslim Uighur, kali ini tidak bereaksi apapun karena tertawan oleh hutang. Sudah saatnya kaum Muslim menyadari, penindasan yang terjadi di seluruh dunia akan terhenti tatkala mereka berhimpun dan bersatu. Kaum Muslim di dunia ibarat “raksasa tertidur”. Jumlah populasi Muslim di dunia mencapai 1,6 miliar jiwa. Jumlah ini begitu besar dan potensial, jika mereka bangkit dan bersatu. Kaum Muslim butuh pemersatu umat.
Pemersatu umat itu bernama Khalifah. Khalifah yang akan membela dan menjadi perisai umat dari segala bentuk kekejian bangsa manapun. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW: “Sesunggunnya Imam/Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim). Khalifah dalam institusi politiknya (yaitu khilafah), akan memutuskan hubungan diplomatik dan menindak siapapun yang sudah menghilangkan nyawa seorang Muslim, merenggut kehormatan, harta dan tanah kelahiran mereka dari caplokan bangsa penindas dan penjajah.
Khalifah pula dalam kebijakan politiknya, akan membangun negara sebagai tiang peradaban tanpa berbasis hutang. Sehingga negara benar-benar berdaulat dan merdeka tanpa dikte negara manapun. Sumber-sumber pemasukan negara untuk membangun negara kelak diperoleh dari segala sesuatu yang diizinkan oleh Syari’, semisal: dari pos zakat, kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, dll. Inilah solusi Islam kaffah dalam menghentikan segala bentuk kezhaliman yang dilakukan bangsa manapun. Saatnya kita membangunkan dan menyadarkan “raksasa” yang tertidur ini. Agar kelak umat bangkit dan segera menyatu menghimpun kekuatan dan menebar rahmat ke seluruh alam. Wallahua’lam.
Post a Comment