Bagaimana Bisa Terpikat Kerajaan Agung Sejagat



By : Kurnia
Komunitas Muslimah Peduli Generasi)

Kelucuan demi kelucuan atas polah warga negeri ini semakin menjadi-jadi. Terakhir adalah fenomena dideklarasikannya kerajaan baru di Purworejo, Jawa Tengah pada awal Januari lalu. Kerajaan ini bernama Keraton Agung Sejagat. Kerajaan ini muncul karena berakhirnya perjanjian 500 tahun antara Kerajaan Majapahit dan Portugis. Dalam klaimnya, perjanjian ini dibuat tahun 1518 M oleh Prabu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya dan seorang wakil dari Portugis. 

Berakhirnya perjanjian itu pertanda berakhir pula dominasi Amerika Serikat atas dunia. Kontrol Amerika atas dunia harus beralih pada penerus Kerajaan Majapahit, yaitu Keraton Agung Sejagat. Termasuk lembaga-lembaga internasional dan properti yang dimiliki Amerika Serikat pun harus pindah kepemilikan menjadi milik Keraton Agung Sejagat. Jadi, gedung Pentagon, World Trade Center, dan kantor milik PBB juga diakui kini sebagai milik mereka. Wah, ini luar biasa halu!

Zaman sudah demikian maju bahkan dunia bergerak menuju revolusi industri ke-5 (RI 5.0). Pendidikan di Jawa sudah merata, mengapa masih ada yang sukarela dibohongi terang-terangan? Ternyata pengikut Keraton Agung Sejagat ini diiming-imingi akan diberi jabatan, digaji, dan dicukupi kebutuhan ekonominya hingga sejahtera. Pengikutnya juga dijanjikan terbebas dari malapetaka dan bencana.

Terkuaknya kasus Keraton Agung Sejagat diikuti terungkapnya kerajaan-kerajaan lainnya. Ada Sunda Empire di Bandung dan Keraton Selacau Patrakusumah di Tasikmalaya. Sungguh ini fenomena yang menarik untuk dikupas.

Titik Jenuh Janji Sebatas Janji
Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan kerajaan sangat kental dengan sejarah Indonesia. Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit telah menghadirkan romantisme historis di benak-benak masyarakat awam. Gambaran tentang rakyatnya yang makmur  sejahtera dan jauh dari percekcokan sesama warga menjadi kenangan sekaligus harapan. Rajanya memimpin dengan adil bijaksana. Seluruh gambaran ini berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kehidupan yang dijalani rakyat sekarang.

Di awal tahun baru 2020 ini saja, rakyat harus menelan pil pahit untuk kenaikan beberapa kebutuhan yang menjadi hajat hidup mereka. Tarif listrik 900 watt dicabut subsidinya, iuran BPJS naik dua kali lipat, gas melon pun ikut-ikutan dinaikkan. Kenaikan kebutuhan pokok ini pasti diikuti kenaikan harga sembako. Belum lagi sulitnya mencari lapangan pekerjaan bagi bapak-bapak. Di sisi lain, dengan mata telanjang rakyat dipertontonkan mega skandal ugal-ugalan: Jiwasraya dan Asabri. Semua tentu gerah dengan fakta ini. Ingin segera keluar dan menjalani hidup tentram.
Bagi warga berpendidikan rendah, iming-iming dari kerajaan-kerajaan jadi-jadian ini seolah memberi harapan baru. Mereka tidak perlu berpikir panjang karena mereka hanya butuh tercukupi sandang, pangan, dan papannya. Mereka butuh pekerjaan dan ‘kerajaan’ memberikan, meskipun sejatinya di luar nalar. Karena di dalam sejarahnya, tidak ada raja berdusta. Tidak ada raja mengobral janji tanpa ditepati. Dengan birokrasi sederhana dan praktis, kebutuhan rakyat tercukupi. Sesederhana itu sebenarnya harapan rakyat atas pemimpinnya.

Kiranya sebagian masyarakat awam telah sampai pada titik jenuh janji sebatas janji. Mereka merindukan dan mengelukan pemimpin adil bijaksana. Mereka mengidamkan pemerintahan bersih , melayani tanpa pamrih, dan amanah pada seluruh rakyatnya. Pemerintahan yang menomorsatukan kepentingan rakyat, bukan yang memprioritaskan pengusaha. Sementara kini, dengan kasat mata masyarakat dapat menyaksikan ‘perselingkuhan’ antara penguasa dan pengusaha. Negara menjelma menjadi korporatokrasi dengan kebijakan-kebijakan yang sangat pro pengusaha dan banyak ditentukan oleh kekuatan pengusaha.  

Berharap adanya perbaikan dan kebaikan dari sistem ini adalah mustahil karena DNA-nya adalah azas manfaat. Pun menjadikan sistem ala kerajaan sebagai harapan baru adalah kenaifan. Satu-satunya harapan adalah kembali kepada sistem pemerintahan Islam yang telah teruji kebenarannya dan ketahanannya selama 13 abad. Ketika syariat Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka kesejahteraan niscaya akan menghampiri. 

Post a Comment

Previous Post Next Post