Uighur Kembali Menjerit , Pemimpin Islam Bungkam

Oleh : Nita Nopiana,S.Pd
Pemerhati Pendidikan

Muslim Uyghur adalah Muslim berdarah Turki yang sebagian besar tinggal di Xinjiang, di mana jumlah mereka adalah 45% dari keseluruhan penduduk di sana. Xinjiang sendiri merupakan provinsi terbesar di Tiongkok yang memiliki banyak sumber daya alam. Maka, tak heran apabila Pemerintah Tiongkok memutuskan untuk menjadikan Xinjiang (Negeri Baru) sebagai daerah kekuasaannya.

Xinjiang adalah sebuah kawasan besar, luasnya setara dengan tiga pulau Sumatra, atau sama dengan Pakistan dan Afghanistan digabung jadi satu. Sejak dulu, Xinjiang merupakan wilayah penting yang diperebutkan.

Dulu, Xinjiang merupakan urat nadi perdagangan dunia karena berada di Jalur Sutra. Kini, Xinjiang merupakan wilayah yang kaya sumber daya alam. Ungkapan ‘di mana ada azan di situ ada minyak’, juga terbukti di sini.

Namun kini penduduk muslim Xinjiang tidak merasakan aman berada ditanah mereka sendiri. Hal sebaliknya yang merasakan. Muslim Uyghur Menjerit Kembali!  Kekerasan terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang, Tiongkok (Cina), kembali terjadi. Lebih dari satu juta Muslim diduga ditahan secara sewenang-wenang di kamp-kamp penahanan di barat Cina. Pemerintah Cina menahan Muslim Uighur dengan alasan memerangi ekstrimisme dan secara paksa menjalani program-program indoktrinasi. Muslim Uighur dipaksa mempelajari propaganda komunis dan meninggalkan pilar-pilar fundamental Islam dari hal yang paling sederhana. Seperti  beribadah, mengenakan jilbab, menumbuhkan janggut, dan membaca Alquran, dan sebagainya. 

Etnis Uighur menjadi target utama Sinicisasi agama-agama. Sebuah kebijakan yang pernah diterapkan oleh sekretaris Partai Komunis Xinjiang, Chen Quanguo di Tibet untuk mempercepat percepatan politik dan transformasi budaya setempat. “Informasi tentang mereka dikumpulkan mulai dari pengenalan wajah, kartu identitas, dan sampel DNA. Data itu dimasukkan ke dalam database. Ia mengatakan pencapaian Cina diberbagai sektor menutup mata dunia. Negara Muslim juga lebih mementingkan kepentingan ekonomi sebagai agenda global ketimbang soal kemanusiaan etnis Uighur di Xinjiang. 

Sikap ormas-ormas Islam dan pemerintah Indonesia yang cenderung "bungkam" atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnik minoritas Uighur di Xinjiang, China, dianggap berkaitan dengan urusan ekonomi.

Muslim Uyghur mendapatkan perlakuan diskriminasi di dalam negerinya sendiri, oleh negaranya sendiri, dan berlangsung sekian tahun lamanya tiada henti. Pemerintah Tiongkok telah lama berlaku kejam terhadap kaum Muslim Uyghur di wilayah Xinjiang. Pihak berwenang di Tiongkok telah melakukan sebuah kampanye berskala besar dan sistematis terhadap komunitas Muslim yang minoritas di negara itu.

Mengapa Pemerintah Tiongkok melakukan penindasan terhadap Muslim Uyghur? Penyebabnya hanya satu, karena mereka Muslim. Karena mereka memeluk Islam. Artinya, yang dimusuhi oleh Pemerintah Tiongkok adalah segala hal yang berkaitan dengan Islam. Itu pula yang hendak mereka musnahkan dari bangsa Uyghur. Mereka melucuti segala yang berbau Islam. Kebencian mereka terhadap kaum Muslim dengan jelas diberitakan dalam firman-Nya:
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
“Sungguh kamu akan mendapati manusia yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah kaum Yahudi dan orang-orang musyrik.” (TQS al-Maidah [5]: 82).
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“Mereka (kaum kafir) tidak pernah berhenti memerangi kalian (kaum Muslim) sampai mereka bisa mengembalikan kalian dari agama kalian (pada kekafiran) andai saja mereka sanggup.” (TQS al-Baqarah [2]: 217).

Diamnya Dunia terhadap Kekejaman pada Muslim Uyghur
Sudah bisa diperkirakan, sikap warga negara termasuk media-media lokal dan internasional terkait perlakuan Tiongkok terhadap Uyghur tidak selalu terwakili oleh kebijakan para pemimpin dan mayoritas pemerintahan negara-negara di dunia. Mereka memilih jalan berhati-hati, bahkan cenderung menghindar dari membahas isu tersebut. Sikap bungkam semacam ini sangat mengherankan. Pemerintah Indonesia juga tidak merespon, Presiden Jokowi tidak bersuara. Wakil Presiden JK menganggap Indonesia tak dapat ikut campur dalam permasalahan ini karena itu merupakan masalah dalam negeri Tiongkok. (Cnnindonesia.com). sekat nasionalisme sudah mendarah daging ditubuh kaum muslimin.

Inilah gambaran hipokrit wajah hak asasi manusia “HAM” yang diagung-agungkan dunia. Bila itu terkait dengan dunia Islam dan pembantaian kaum muslimin oleh “negara-negara teroris hakiki’, maka dunia seakan bisu termasuk media-media mainstream. Inilah kondisi kaum muslimin ketika tidak ada Kepemimpinan Islam yang melindungi dan menjamin keamanan dari berbagai gangguan dan ancaman dunia luar.

Wajib Menolong Muslim Uyghur
Perintah Alquran kepada kaum Muslim sangat jelas. Saat saudara mereka ditindas dan meminta pertolongan, kaum Muslim wajib memberikan pertolongan kepada mereka. Allah SWT berfirman:
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
“Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan.” (TQS al-Anfal [8]: 72).

Uyghur telah lama menjerit meminta tolong kepada kaum Muslim. Mereka ingin diselamatkan. Karena itu wajib atas kaum Muslim sedunia, termasuk Pemerintah dan rakyat Indonesia, melindungi mereka, memelihara keimanan dan keislaman mereka, sekaligus mencegah mereka dari kekufuran yang dipaksakan kepada mereka.

Sayang, saat ini tak ada seorang pemimpin Muslim pun yang mau dan berani mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan mereka. Sungguh tak ada yang memedulikan mereka. Termasuk penguasa negeri ini, yang penduduk muslimnya terbesar di dunia. Jangankan memberikan pertolongan secara riil, bahkan sekadar kecaman pun tak terdengar dari penguasa negeri ini.

Dunia Butuh Kepemimpinan Islam dalam Naungan Khilafah
Semua realitas di atas menambah daftar panjang betapa besar penderitaan umat Islam sekarang. Sebab Uyghur tak sendirian. Nasib serupa juga dialami oleh Muslim Rohingya, Pattani Thailand, Moro Filipina, Palestina, Suriah, dan lain-lain. Semua penderitaan kaum Muslim ini semakin meneguhkan kesimpulan tentang betapa butuhnya umat terhadap Khilafah.

Mengapa Khilafah? Tentu karena umat Islam di berbagai wilayah mengetahui bahwa keselamatan mereka hanya ada pada Islam, juga pada kekuasaan Islam (Khilafah). Sebab Khilafah adalah perisai/pelindung sejati umat Islam.
Ini berdasarkan sabda Nabi saw.:
وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim akan berperang dan berlindung di belakang dia.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Makna frasa “Al-Imâm junnat[un] (Imam/Khalifah itu laksana perisai)” dijelaskan oleh Imam an-Nawawi, “Maksudnya, ibarat tameng, karena Imam/Khalifah mencegah musuh untuk menyerang (menyakiti) kaum Muslim; mencegah anggota masyarakat satu sama lain dari serangan, melindungi keutuhan Islam…”

Mengapa hanya Imam/Khalifah yang disebut sebagai junnah (perisai)? Karena dialah satu-satunya yang bertanggung jawab. Ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam/Khalifah itu pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam khususnya dan rakyat umumnya meniscayakan Imam/Khalifah harus kuat, berani, dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya, yakni Khilafah. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi (Khalifah) dan negara (Khilafah)-nya sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang ada pada diri kepala negara Islam pada masa lalu, baik Nabi Saw. maupun para Khalifah setelah beliau.

Semoga kita diistiqomahan untuk mempejuangan janji Allah, khilafah ala minhajjin nubuwwah. Wallahua’lam bi showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post