Oleh : Susi Ummu Zhafira
(Pendidik generasi, Pecinta dunia literasi)
Isu terorisme kembali merebak. Bukan karena tindakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh seorang muslim dengan jenggot lebat dan celana cingkrang. Tapi pelakunya adalah si hewan melata dengan racun berbisa yang mematikan.
Masyarakat diteror dengan banyaknya kasus kemunculan ular kobra di berbagai daerah. Semua kanal media ramai memberitakan. Membuat masyarakat dihinggapi rasa khawatir yang berlebihan. Karena ular-ular itu menampakkan diri di tengah pemukiman warga. Puluhan ular ditemukan berkeliaran di berbagai daerah. Mulai dari Jember, Jakarta Timur, Depok, Surakarta, Klaten, hingga Bekasi.
Dilansir oleh Vivanews.com, 15 Desember 2019 lalu, warga di Perumahan Springville Residence, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, berhasil mengevakuasi puluhan ekor anak ular kobra. Niska, salah seorang warga menyatakan bahwa anak ular yang berhasil ditemukan berjumlah 25 ekor. Penemuan ini berawal saat ada warga yang melihat keberadaan ular dan menangkapnya. Ternyata ada banyak anak dan telur kobra di lubang-lubang yang dikira warga sebagai lubang tikus.
Begitu juga di Depok. Liputan6.com, (15/12/2019), juga memberitakan bahwa seorang pedagang sayuran telah dipatuk anak ular kobra saat berdagang di Pasar Kemirimuka, Beji Kota Depok. Korban pun langsung dibawa ke RSUD Kota Depok untuk menjalani perawatan.
Benarkah hewan melata ini sedang meneror masyarakat? Amir Hamidy, Peneliti Herpetologi dari LIPI, menjelaskan bahwa sebetulnya ular itu bukan teroris. Jadi mereka tidak sengaja melakukannya untuk meneror. Justru memang awalnya merekalah yang tinggal di sana. Di pemukiman yang dulunya menjadi habitat asli mereka. Sedangkan elang, sang predator juga mengalami kepunahan yang mengakibatkan ular berada di puncak tertinggi urutan rantai makanannya.
Secara alami pun, musim kawin ular itu pada musim kemarau. Sehingga musim penghujan memang waktunya telur-telur ular itu menetas. Jika saat ini ditemukan adanya anak ular, berarti itu merupakan hasil penetasan 3-4 bulan lalu.
Dengan demikian, seharusnya menjadi hal yang lumrah saja ketika saat ini banyak anakan ular dan telurnya ditemukan warga. Justru yang jadi persoalan adalah kenapa ular memilih memunculkan diri di tengah pemukiman warga?
Seperti yang sudah dijelaskan oleh Amir Hamidy di atas. Saat ini habitat asli ular yang berupa sawah, kebun dan hutan telah beralih fungsi. Para pemilik modal telah menyulapnya menjadi pemukiman, ruko, perkantoran bahkan pusat perbelanjaan.
Hewan-hewan ini harus bertahan dengan mencari tempat berlindung dan menemukan mangsanya. Di manakah mereka harus mencari? Ketika tempat-tempat yang seharusnya menjadi habitat mereka telah raib berganti dengan perumahan, pertokoan dan gedung-gedung menjulang tinggi.
Sesungguhnya inilah wajah sistem ekonomi kapitalisme yang mencengkeran negeri ini. Sebuah konsep warisan barat yang selalu menjadikan para kapitalis sebagai pemegang kendali. Konsep ekonomi yang melegalkan kebebasan dalam hal kepemilikan. Tak peduli dengan kerusakan yang ditimbulkan atas pembangunan yang mereka lakukan di lahan-lahan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Keuntungan materi menjadi tujuan utama dalam setiap proyek yang dikerjakan.
Padahal kita memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup di muka bumi. Allah telah menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk mengemban amanah sebagai khalifah. Bertugas untuk mengelola bumi. Tentu pengelolaannya tidak boleh dilepaskan dari syariat yang telah diturunkan-Nya.
Islam membagi konsep kepemilikan secara jelas. Ada kepemilikan individu (private property); kepemilikan publik (collective property); dan kepemilikan negara (state property). Sedangkan hutan, sungai, danau, laut merupakan bagian dari kepemilikan publik yang tidak diperbolehkan bagi individu atau swasta mengambil hak kepemilikannya. Negara tidak boleh memberikan ijin kepada mereka untuk melakukan pengelolaan pada lahan-lahan tersebut. Apalagi melakukan alih fungsi yang sedemikian menggila seperti hari ini. Membuat kerusakan yang berdampak tidak hanya pada manusia, juga pada hewan-hewan yang akhirnya kehilangan tempat tinggal.
Begitu pun dengan pengelolaan lahan pertanian dan perkebunan. Salah satu sumber primer ekonomi negara adalah sektor pertanian. Di samping perindustrian, perdagangan, dan jasa. Dengan demikian negara akan berupaya dengan baik untuk menjaga keberadaan lahan-lahan pertanian ini. Bahkan negara bisa mengupayakan pembukaan-pembukaan lahan baru demi terwujudnya kemandirian pangan, terjaganya salah satu pilar ekonomi negara. Tanpa menggantungkan kebutuhan mendasar ini kepada negara asing.
Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa habitat asli ular ini, hanya akan terjaga ketika pengelolaanya berdasarkan aturan Islam. Rantai makanan pun akan terpelihara kelestariaannya. Sejatinya tak ada istilah teror ular kobra. Melainkan kerakusan kaum kapitalislah yang telah meneror ular kobra. Memaksa hewan berbisa itu menghantui warga.
Sudah selayaknya, kita mulai mengalihkan opsi kepada Islam sebagai solusi atas segala problematika yang kita hadapi. Islam merupakan agama paripurna dengan seluruh aturannya yang wajib diterapkan di muka bumi. Dengannya akan melahirkan rahmat bagi seluruh alam semesta tanpa kecuali.
Post a Comment