Oleh : Safiatuz Zuhriyah, S.Kom
Aktivis Dakwah Muslimah
Ancaman stunting masih menghantui Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh United Nations Childrens Fund (UNICEF), prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2015 sebesar 36,4%. Prevalensi stunting/kerdil balita Indonesia ini merupakan yang terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%.
Menurut Menteri Kesehatan RI,
Nila Moeloek, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG), angka stunting pada tahun 2019 telah turun menjadi 27,67 persen. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Namun tetap saja, angka tersebut berada di atas ambang yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 20%. Artinya hampir sepertiga atau sekitar 6,7 juta balita di Indonesia mengalami masalah gizi.
Sungguh ironis, mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, namun banyak balitanya yang kekurangan gizi. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi.
Mengenal Stunting
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus dua (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
Stunting diakibatkan oleh banyak faktor, seperti gizi makanan, penyakit atau infeksi yg berkali-kali. Kondisi lingkungan, baik itu polusi udara maupun air bersih, bisa juga mempengaruhi stunting. Tidak jarang pula masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, seperti masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, tekanan terhadap ibu hamil dan menyusui, serta masalah degradasi lingkungan.
Selain mengalami gangguan pertumbuhan, stunting pada anak juga mempengaruhi perkembangannya. Anak dengan stunting akan mengalami penurunan tingkat kecerdasan, gangguan berbicara, dan kesulitan dalam belajar. Akibatnya, prestasi anak di sekolah akan buruk. Dampak lebih jauh adalah pada masa depan anak, yaitu menurunnya kreativitas dan produktivitas di usia produktif.
Anak dengan stunting juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah, sehingga lebih mudah sakit, terutama akibat penyakit infeksi. Selain itu, anak yang mengalami stunting akan lebih sulit dan lebih lama sembuh ketika sakit. Stunting juga memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak. Setelah dewasa, anak akan rentan mengalami penyakit diabetes, hipertensi, dan obesitas.
Proses stunting sebenarnya kronis. Dalam mengatasi stunting, perlu peran dari semua sektor dan tatanan masyarakat. Pada 1000 hari pertama kehidupan harus benar-benar dijaga baik nutrisi maupun faktor di luar itu yang dapat mempengaruhi stunting. Seribu hari pertama kehidupan adalah masa kehamilan ditambah usia 2 tahun balita. Saat itulah stunting harus dicegah dengan pemenuhan nutrisi dan lain-lain. Jika memang ada faktor tidak baik yang bisa mengakibatkan stunting, di 1000 hari pertama itulah semua dapat diperbaiki. Pola hidup sehat, terutama kualitas gizi dalam makanan perlu diperhatikan.
Edukasi tentang persalinan yang aman di fasilitas kesehatan, serta pentingnya melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) hingga pemberian colostrum air susu ibu (ASI) juga wajib disosialisasikan. Akses terhadap sanitasi dan air bersih yang mudah dapat menghindarkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. (Sumber: www.sardjito.co.id)
Upaya Pemerintah
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka stunting. Pemerintah bahkan telah menggelontorkan dana sebesar Rp60 triliun. Angka yang fantastis.
Sejumlah terobosan telah dilakukan. Sebanyak 22 kementerian dilibatkan untuk berkontribusi. Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Meida Octarina mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dan mencegah stunting. Di antaranya membuat payung hukum agar instansi pusat dan daerah dapat melakukan upaya penurunan dan pencegahan stunting.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Puan Maharani, juga mengintensifkan program perbaikan gizi, program perbaikan sanitasi dan MCK, juga program bagaimana perilaku hidup sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang terintegrasi ke dalam semua kementerian/lembaga yang ada.
Sedangkan Kementerian Kesehatan juga mempunyai 2 program, yang bersifat spesifik dan sensitif. Program bersifat spesifik adalah berkaitan dengan kesehatan, contohnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif pada anak. Untuk program yang sensitif contohnya adalah akses air bersih dan sanitasi. Itu akan dilakukan dengan bekerja sama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PERA).
Namun, semua program yang dirancang nampak belum membuahkan hasil maksimal. Maka, seiring dengan menguatnya desakan menurunkan angka stunting ini, Kepala Staf Kepresidenan pun angkat bicara. Moeldoko mengusulkan agar satu keluarga memelihara satu ayam untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Ia mengatakan pemenuhan gizi anak bisa dilakukan dengan memberi asupan telur dari ayam yang dipelihara tersebut supaya bahaya stunting bisa segera teratasi. Usul ini disetujui oleh Menteri Pertanian Syahrul. Efektifkah?
Solusi Hakiki
Stunting, bukan sekedar masalah kesalahan paradigma orang tua dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya. Tetapi lebih dari itu, stunting adalah masalah kemiskinan akut dan kesenjangan sosial yang mendera bangsa ini. Oleh karena itu, masalah ini harus diselesaikan secara sistemik. Tidak hanya bertumpu pada program kesadaran masyarakat semata, sedangkan pemerintah berlepas tangan karena merasa sudah menggelontorkan dana sedemikian besar.
Apabila kita cermati narasi solusi Moeldoko tersebut, kita akan temui pengakuan atas fakta masih rendahnya kesejahteraan rumah tangga. Khususnya yang tinggal di pedesaan. Mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan gizinya setiap hari. Solusi memelihara ayam dari Moeldoko secara tidak langsung juga mengakui terjadinya kesenjangan ekonomi yang tinggi, khususnya di rumah tangga pedesaan.
Artinya, solusi jangka panjang untuk pengentasan stunting sebenarnya adalah meningkatkan kesejahteraan atau perekonomian masyarakat itu sendiri.
Diakui atau tidak, penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini telah menyebabkan dikuasainya fasilitas ekonomi oleh segelintir orang, seraya menutup akses sebagian besar masyarakat. Sumber-sumber pendapatan yang seharusnya merupakan kepemilikan umum, dikuasai oleh para pemilik modal demi kesejahteraan dirinya dan kelompoknya. Akibatnya, rakyat tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Termasuk kebutuhan akan makanan bergizi, perumahan layak dan sanitasi yang baik.
Oleh karena itu, sudah selayaknya pemerintah mengembalikan harta kepemilikan umum kepada pemiliknya, yaitu rakyat. Pemerintah bisa mengelolanya dengan baik dan membagikan keuntungannya secara langsung kepada rakyat. Atau bisa juga keuntungan tersebut dikelola kembali untuk membangun fasilitas publik yang vital, seperti jalan raya, alat transportasi, sarana kesehatan dan pendidikan, dan sebagainya. Dengan demikian, rakyat bisa mengakses seluruh layanan publik tersebut dengan gratis sehingga kesejahteraannya meningkat.
Tentu saja, hal ini hanya bisa dilakukan apabila pemerintahnya amanah, menganggap jabatan pemerintahan adalah tanggung jawab besar untuk menyejahterakan rakyat. Bukan seperti pemerintah kapitalis saat ini yang hanya memandang jabatan sebagai sarana memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw. bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya". (HR.Bukhari: 4789)
Para pemimpin dalam sistem Islam, sangat faham akan hal ini sehingga mereka tidak akan berani menelantarkan rakyatnya. Rindu pemimpin sekaliber Umar bin Khaththab ra. Beliau memikul sendiri sekarung gandum karena menjumpai seorang wanita dan anak-anaknya yang kelaparan.
Bila kita menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah kepemimpinan orang-orang yang amanah, maka tidak akan ada lagi kasus stunting di Indonesia.
Post a Comment