Sertifikat Syarat Layak Kawin Perlukah ?

Oleh : Dewi Sartika 
(Pemerhati Umat)

Pemerintah merencanakan pemberlakuan aturan baru bagi calon pengantin yang mau menikah, sebagai salah satu syarat sah untuk dapat melangsungkan pernikahan yaitu, syarat layak kawin yang akan diberlakukan tahun 2020.

Dilansir dari Liputan6.com, Jakarta Mentri Koordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendorong penerapan sertifikat pernikahanuntuk calon pengantin baru. Sertifikasi rencananya mulai diterapkan pada 2020
“Setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga, terutama dalam kaitannya dengan reproduksi. Karena mereka kan akan melahirkan anak yang akan menentukan masa depan bangsa ini,” kata Muhadjir di SICC, Bogor, Jawa Barat, Rabu 13 November 2019.

Dengan sertifikasi tersebut, pengantin baru juga bisa memahami tentang kesehatan anak. Maka dari itu, pendidikan untuk pengantin baru perlu diberikan, khususnya calon ibu.
“Di situ lah informasi penyakit-penyakit yang berbahaya untuk anak, termasuk stunting segala itu harus diberikan. Untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat,” tuturnya.

KONTAN.CO.ID Pemerintah menyiapkan sertifikasi nikah sebagai salah satu langkah untuk mengatasi stunting atau anak tumbuh kerdil. 
Sertifikasi nikah tersebut diwajibkan sebelum melakukan pernikahan. Pada masa persiapan tersebut calon pengantin akan mendapatkan pembekalan terkait kesehatan termasuk masalah gizi. 
“Jadi ada informasi, seperti kursus, calon pengantin suami istri mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi, tentang gizi,” ujar Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari di kompleks istana kepresidenan, Jumat (15/11).

Masalah kesehatan juga ditekankan sebelumnya oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dalam program sertifikat nikah.
“Pencegahan terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berkaitan dengan janin, anak usia dini dan seterusnya itu bisa diantisipasi oleh kementerian kesehatan,” jelas Muhadjir usai Sidang Kabinet sebelumnya, Kamis (14/11).

Dipandang Tak Perlu

Sertifikat layak nikah dipandang tak perlu, selain merepotkan  sertifikat tersebut  tidak dapat memberi solusi serta menjamin tidak akan terjadi masalah setelah pernikahan. Adanya sertifikat siap kawin sebelum menikah pada hakikatnya tidak termasuk rukun nikah maupun syarat sah menikah di dalam Islam. Dengan demikian, menjadikan sertifikat nikah sebagai salah satu syarat pernikahan tentulah tidak sesuai dengan syariat Islam.
Jika menilik kembali adanya sertifikat layak nikah, justru akan menambah daftar panjang pernikahan dini dan bayi lahir diluar pernikahan, ini dikarenakan mereka yang sudah ingin menikah tetapi terkendala oleh batasan usia dan syarat tersebut.

Persoalan yang terjadi di dalam masyarakat saat ini seperti stunting, perceraian, serta persoalan ekonomi yang menjadi akar permasalahanya adalah sistem yang mengatur tatanan kehidupan tidak sesuai yang syariatkan oleh agama. 

Menurut sebagian kalangan adanya  sertifikat layak kawin, baik karna bertujuan untuk meningkatkan ketahanan keluarga dari kehacuran serta dianggap sebagai bekal setelah menikah. Namun apakah benar demikian?
Banyak persoalan yang bisa kita amati di antaranya :
Pertama stanting
Sejatinya banyaknya kasus stunting,  terjadi dikarenakan kondisi keluarga yang berada di  bawah garis kemiskian, jangankan untuk memenuhi makanan empat sehat lima sempurna untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja mereka jauh dari kata layak.
Jika untuk sekedar makan saja sulit, bagaimana mereka harus memenuhi standar gizi untuk bayi-bayi mereka.

Selain itu, tingginya kasus stunting dikarenkan absennya Pemerintah dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Terutama  makanan dengan asupan gizi yang seimbang. Kalaupun ada kebutuhan pokok yang bergizi namun harganya tidak terjangkau oleh masyarakat kalangan bawah, yang pada akhirnya mereka memenuhi kebutuhanya hanya sekedar kenyang dan jauh dari kata bergizi. Di sinilah negara seharusnya menjamin asupan nutrisi setiap anak. Bukan hanya dibebankan pada orang tua. Sebab, persoalan gizi buruk ini juga tidak lepas dari persoalan ekonomi. Rendahnya penghasilan memicu orang tua tak mampu memberikan makanan yang sehat kepada anak-anaknya. Karena kasus stunting rata-rata terjadi pada keluarga menengah ke bawah atau masyarakat miskin.

Kedua, rendahnya ekonomi keluarga disebabkan sulitnya  untuk mendapatkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan sandang pangan  dan papan, yang berakibat pada tidak terpenuhinya kebutuhan pokok yang semakin hari harganya semakin  melambung. Sehingga bagi masyarakat yang tidak mampu mereka hanya akan membeli semampunya. Walhasil, wajar jika banyak kasus stanting terjadi ditengah tengah masyarakat.
Sementara sistem ekonomi kapitalis menyebabkan rakyat susah. Susah mencari kerja, susah memenuhi kebutuhan dasar dan susah mendapat kehidupan yang layak. Keluarga pun terbelit persoalan ekonomi.

Ketiga, banyaknya perceraian.
Banyaknya perceraian ini diakibatkan pasangan suami istri tidak memahami tujuan dari pernikahan yang sebenar, kebanyakan dari mereka melangsungkan pernikahan  hanya atas dasar untuk memenuhi nafsu syahwat mereka, sehingga, jika terjadi perselisihan, perbedaan persepsi, terbelit ekonomi, maka akan rentan terjadi KDRT dan terjadi perceraian.  
Berbeda halnya ketika keduanya memahami tujuan sebenarnya mereka menikah, maka keluarganya akan dibangun atas dasar takwa dan keimanan. Selain itu, pasangan yang bertakwa akan memiliki pandangan bahwa anak adalah amanah maka akan senantiasa berusaha memberikan asupan makanan yang bergizi dan halal untuk anak-anak mereka.

Sejatinya rendahnya tingkat ekonomi rumah tangga yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak, hingga tingginya angka perceraian bukan hanya karena kurangnya ilmu sebelum menikah tetapi lebih disebabkan karena sistem kehidupan negeri ini yang berkiblat kepada Barat.  

Untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi ditengah tengah masyarakat tidak lain adalah dengan meninggalakan sistem saat ini dan mengganti dengan sistem yang berasal dari sang pencipta.

Islam adalah Solusi
Pertama, dari sisi pergaulan, islam melarang pria dan wanita berkhalwat(  berdua-duan tanpa disertai mahromnya) islam pun melarang untuk berikhtilat ( campur baur) serta memerintahkan untuk laki laki dan wanita untuk menundukkan pandangan yang akan menjauhkan dari pergaulan bebas.

Kedua , dari segi pemenuhan kebutuhan, islam memerintah bagi ayah untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan. Disisi  yang lain negara menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan, sehingga mempermudah bagi seorang suami untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Jika suami tidak mampu untuk memenuhinya maka tanggung jawab pemenuhan kebutuhanya diserahkan kepada kerabatnya, jika kerabatnya juga tidak mampu maka pemenuhan kebutuhanya diambil alih oleh negara.

Negara pun tidak berlepas tangan, negara bertanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan, kesehatan gratis, sekolah gratis, serta    menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok sandang pangan dan papan. Dan semua akan dapat terlaksanan dengan sempurna jika diterapkan hukum islam secara kaffah. Waallahu alam  bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post