Oleh : Wulansari Rahayu, S.Pd
Penulis dan pemerhati keluarga
Tahun 2020 menikah akan lebih ribet. Bagaimana tidak, di tahun 2020 para pasangan calon pengantin akan di perbolehkan menikah ketika sudah lulus sertifikasi nikah. Aturan ini sendiri diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy. Ia menyebut bahwa setiap pasangan yang akan menikah wajib ikut dalam pembekalan pra nikah. Nantinya, setelah ikut pembekalan akan ada sertifikat bukti. Nah, dengan sertifikat inilah mereka bisa menuju ke pelaminan. Tanpa sertifikat layak kawin, maka tidak diperbolehkan untuk menikah. Melansir dari Kompas.com, ide ini dibuat agar pasangan punya pengetahuan soal reproduksi sampai kondisi-kondisi berbahaya bagi anak seperti stunting.
Pelatihan itu nantinya agar bekerjasama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan. Selain seluk beluk kesehatan, pasangan akan dibekali pengetahuan soal ekonomi keluarga hingga saran yang bersifat spiritual. Muhadjir Effendy akan bekerjasama dan juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Yang pertama jelas saja pihak KUA dan gereja. Selain itu, pihak dari kementerian kesehatan juga akan terlibat langsung dalam memberikan wejangan seputar reproduksi hingga perawatan anak. Tak mau kalah Komnas Perempuan juga mendukung adanya aturan ini. Berharap bisa menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan memberikan nutrisi tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Tujuan lain yang ingin di capai dari adanya aturan ini adalah meminimalisir angka perceraian yang ada di Indonesia
Meskipun aturan ini baik dari sisi niat, namun solusi ini tidak mendasar. Dan pasti akan menimbulkan masalah baru. Jika dilihat dari tujuannya setidaknya ada 3 hal yang ingin dicapai oleh pemerintah dengan adanya aturan ini yaitu mengatasi masalah stunting, meminimalisir angka perceraian dan menekan pernikahan dini. Masalah stunting misalnya, bukan di karenakan karena ibu tidak mnegerti nilai gizi yang baik untuk anak namun disistem kapitalis saat ini ibu lebih dituntut keluar rumah dan menitipkan anak mereka dengan orang tua atau asisten rumah tangga. Tanpa memperhatikan apakah gizi anak sudah baik atau belum. Disisi lain karena anggapan kesetaraan gender antara laik-laki dan perempaun sehingga para ibu lebih memilih karier di luar rumah daripada mengurus rumah tangganya.
Tingginya angka perceraian di Indonesia lebih disebabkan karena banyaknya kasus hamil diluar nikah dikalangan remaja usia SMP dan SMA, dan pernikahan yang terjadi bukan pernikahan yang diharapkan melainkan “terpaksa” karena terlanjur menanggung malu . hal inilah yang banyak menyumbang angka perceraian bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Juga hal inilah yang memicu pernikahan dini marak di Indonesia. Sehingga sertifikasi nikah dengan program pembekalan Pra nikah bagi para calon pengantin tidak akan banyak berpengaruh banyak pada penurunan angka perceraian dan pernikahan dini, .justru akan membuka lebar pintu perzinahan karena pintu pernikahan lebih ribet.
Dari sini perlu diwaspadai untuk apa sebenarnya program diadakan? Bukan tidak mungkin jurtru lewat program ini sebenarnya pemerintah menginginkan keluarga di Indonesia khususnya keluarga muslim menjadi keluarga yang jauh dari nilai-nilai Islam . Hal ini terlihat dari program pembekalan yang nantinya diberikan kepada calon pasangan pengantin salah satunya adalah kesehatan reproduksi, dimana dalam hal ini perempuan boleh menolak ajakan suami diatas ranjang jika tidak berkenan, jika suami memaksa akan dikenai hukuman sebagai tindakan pemerkosaan. Ini sangant bertentangan dengan nilai Islam.
Lebih jauh jika program ini terealisasi maka akan semakin banyak nilai-nilai Islam dalam keluarga yang diburamkan yaitu hilangnya fungsi ayah dan fungsi ibu dalam kelurga lewat program yang nantinya juga akan di berikan kepada calon pengantin yaitu kesetaraan gender. Dimana laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam hak dan kewajibannya. Bisa saja perempuan tidak menjalankan kewajibannya karena ini termasuk HAM begitu pula laki-laki tidak mejalankan kewajibanya karena termasuk HAM.
Padahal Islam agama yang mulia ini sudah mengatur seluruh urusan termasuk dalam urusan keluarga . Allah berfirman dalam Alquran. Surah Ar- Rum 21
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Dan dalam hadist
Takutlah kepada Allah dalam (memperlakukan) wanita karena kamu mengambil mereka dengan amanat Allah, dan engkau halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Dan kewajibanmu adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan baik”
Begitulah Allah mengatur hubungan suami istri dalam Islam serta pembagian hak dan kewajibannya. Jika seluruh lini kehidupan manusia di atur oleh Islam termasuk dalam kehidupan keluraga maka akan terwujud kehudupan yang rahmatan lil alamin. Dan selama pemerintah tidak melihat permasalahan secara detail hingga ke akar nya serta memberikan solusi yang mendasar sesuai dengan aturan Allah maka seluruh masalah keluarga hingga tetap tidak dapat diselesaikan secara tuntas.
Post a Comment