Serius Mengurusi Rakyat ?

Oleh : Annisa Fatimah

BPJS adalah salah satu dari bentuk lepas tangan pemerintah terhadap kewajibannya mengurusi rakyat. Bagaimana tidak, dengan diberlakukannya kebijakan wajib bayar “iuran BPJS” bahkan hingga meningkat 100%, atau menjadi 2 kali lipat dari harga semula,(sumber:https://politik.rmol.id/read/2019/10/30/408357/iuran-bpjs-resmi-naik-dpr-aceh-pemerintah-jokowi-hanya-menyengsarakan-rakyat) bukankah hal ini yang menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus rakyat ? Negara seakan lepas tangan dan tidak sudi mengurusi rakyatnya dengan ikhlas.

Fakta miris yang kita jumpai selanjutnya adalah bukan hanya dari segi kesehatan, namun dari segi perekonomian juga yang kian hari kian senjang antara si kaya dan si miskin, dimana yang kaya akan makin kaya dan yang miskin akan makin menderita dengan keadaan kebutuhan yang semakin mahal (sumber : https://www.kompas.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2019/10/09/15322331/wapres-kesenjangan-paling-besar-ada-di-jakarta). Selanjutnya dari segi politik yang tidak pernah lepas dengan kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotismenya.

Kemudian, dari segi pendidikan yang tidak gratis seluruhnya, kualitas fasilitas yang tidak merata dan adil. Pada segi moral pemuda-pemudi juga terdapat kerusakan akibat pergaulan bebas dan jauh dari islam, bahkan tidak paham dengan tujuan hidupnya.  Segi ketahanan pangan, dimana kita dapat jumpai fakta kelaparan hingga puluhan ribu orang di indonesia bahkan hingga segi keamanan pun juga terdapat banyak catatan hitam masyarakat yang terjangkit virus kejahatan, sehingga menimbulkan merasa was-was (tidak merasa aman) dari masyarakat. Bukankah kesemua hal tersebut adalah suatu kenyataan miris yang telah kita alami dan bahkan saat ini telah terjadi ? 

Semua fakta yang telah kita rasakan dan indra bahkan hal tersebut itu adalah seperti fenomena batu es yang hanya terlihat kecil di atas namun besar di bawah permukaanya. Itulah dari sekian bukti bahwa pemerintah tidak mengambil peran secara serius dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengurusi rakyatnya. Padahal saat di kampanye dan saat pelantikan mereka terlihat baik di mata ummat dan bahkan bersumpah dibawah kitab suci ummat muslim (Al-Qur’an). Namun ketika menjabat janji tinggallah janji manis yang bahkan kian terasa pahit dan menyengsarakan ummat dengan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap pengusaha, akibat jasa balas budi dari sistem politik demokrasi. 

Sesungguhnya sumber masalah daripada negeri kita ini bukanlah salah oknumnya, bukan juga salah dari aturan teknis. Akan tetapi, sumber masalahnya adalah dengan diberlakukannya sistem yang tidak sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia, yaitu sistem kapitalis-sekuler yang melahirkan berbagai macam sistem yang membuat penjajahan itu akan terasa sangat kental dari waktu kewaktu. Bukankah keadaan kita saat ini terasa sempit. Bukankah untuk mencari sesuap nasi juga sulit ? pengangguran banyak, kriminalitas kian merajalela baik kelas kakap hingga teri ? krisis moral dan sebagainya. Apakah ini gambaran hidup yang merdeka atau yang sedang terjajah ? terjajah oleh siapa ? oleh mereka yang berada di balik daripada pemerintah, mereka yang memiliki kepentingan kelompok bahkan individu. Mereka yang memiliki gelar penguasa namun di sisi lain juga sebagai pengusaha, sehingga tidak fokus dengan urusan pokok yang wajib dia kerjakan yaitu mengurusi urusan ummat dengan sepenuh hati, pikiran dan jiwa. Semua terkendalikan dan terbentuk oleh sistem kapitalis-sekuler.

Sehingga untuk mengembalikan keadaan sebagaimana mestinya, sebagaimana sesuai dengan fitrah manusia, maka dibutuhkan suatu pergerakan bersama dari semua kalangan masyarakat untuk memberantas ketidak adilan, penjajahan dan yang paling penting melepaskan penghambaan dari manusia menjadi penghambaan hanya kepada Allah semata. Yaitu pergerakan yang berlandaskan dengan keimanan dan ketakwaan, pergerakan revolusioner yang nantinya akan membawa kepada perubahan hakiki menuju kemuliaan. Karena hanyalah ketaatan kepada Allah dan Rasulullah saja tanpa syarat, sedangkan untuk taat kepada ulil amri (Pemerintah) bersyarat sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surah An-Nisa [4] : 59 “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan Rasul (Nya),dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Bukankah manusia akan saling menjadi mulia dunia akhirat apabila mengambil aturan Allah dan hanya mengahamba kepada sang pencipta dan sang pengatur ? sehingga, penjajahan itu tidak akan ada lagi dan manusia akan dengan senang hati dan penuh kesadaran beriman, beribadah dan juga bersama mengaharap ridho Allah untuk bertemu bersama kelak di surga. Sehingga untuk menggapai tujuan itu, maka dibutuhkan usaha yang sangat luar biasa, dengan berusaha sekuat tenaga menggapainya melalui niat ikhlas dan ittiba’(metode dakwah Rasulullah). Sesungguhnya, dalam diri Rasulullah itu ada suri tauladan, maka wajib bagi kita mengambilnya apabila ingin Surga-Nya. 
[Wallahu ‘alam].

Post a Comment

Previous Post Next Post