Oleh : Sumiati
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengaku prihatin dengan penyebaran radikalisme karena sudah menyasar kepada anak-anak.
Ma'ruf Amin mengatakan bahwa fenomena itu bukan hanya terjadi pada tingkatan Sekolah Dasar (SD). Namun, sudah menyasar kepada anak kecil yang bersekolah di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD).
"Dari PAUD ini sudah mulai ada gejala, ya, dari taman kanak-kanak seperti membawa poster-poster tokoh, yang justru dia itu tokoh-tokoh radikal," kata Ma’ruf di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).
Ia pun meminta kepada pihak pengajar supaya tidak menyuruh anak-anak membawa poster-poster dengan wajah tokoh yang membawa senjata. Sebab dia menilai, secara tidak langsung anak-anak dipaksa untuk menyelami paham radikalisme.
"Nah, ini memberikan pengaruh-pengaruh sikap radikalisme," ujarnya.
Selain itu, narasi yang mesti dibangun antar masyarakat pun mesti baik. Bagaimana narasi yang diberikan semisal dari kalangan Islam atau non-Islam itu bernada kerukunan.
Menurut Ma'ruf Amin tidak perlu antar masyarakat, itu malah menggunakan narasi yang memicu konflik.
"Narasi kalau bahasa agamanya tawadlu, tarahum, taawaun, tanassur, artinya tawadlu saling mencintai, mawaddah, kemudian tarahum itu saling menyayangi, kemudian taawun saling membantu, kemudian tanasur itu saling menolong," ujarnya.
Dengan begitu, narasi kerukunan malah membangun lingkungan di Indonesia menjadi lebih damai. Karena narasi yang berkembang itu lebih merujuk kepada kebaikan daripada menyulut emosi.
"Oleh karena itu jangan membawa narasi-narasi konflik ke Indonesia," tandasnya.
Ungkapan di atas sama sekali tidak menunjukkan sebagai pengikut Rasulullah Saw, karena menuding anak-anak yang berempati terhadap konflik Gaza dengan terpapar radikalisme.
Mengapa? Karena jauh dari cara Rasulullah Saw dalam menanamkan aqidah kepada anak-anak. Inilah hasil dari pemikiran kapitalis demokrasi yang individualis. Kapitalis mengajarkan kepada pengusungnya menjadi orang yang abai terhadap perintah-perintah Allah Swt. Walaupun mengungkapkan kecaman atas tragedi di Gaza Palestina, namun hanya sebatas mengecam tanpa ada tindakan apapun. Apa artinya kecaman bagi warga Gaza jika tanpa tindakan nyata? Tentu tidak berarti apapun, kecuali makin perih hati mereka yang notabene sebagai saudara sebagaimana sabda Rasulullah Saw dalam haditsnya. Sistem kapitalis demokrasi telah menghilangkan empati, dan ini menunjukan ketidaktaatan umat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Lebih parahnya lagi sistem kapitalis demokrasi ini telah menutup mata hati pengembannya. Bahkan empati pun dituduh sebagai narasi radikalisme. Ada benarnya ungkapan sang profesor Mahfud MD, malaikat pun jika masuk dalam sistem ini maka akan berubah menjadi iblis. Na'udzubillaahi min dzaalik.
Dalam Islam, pendidikan terhadap anak dimulai sejak memilih pasangan, kemudian menikah, dan hamil. Ketika hamil pun orang tua mengajari anaknya yang masih dalam kandungan itu dengan aktivitas yang sesuai dengan agama Islam. Bahkan sang janin harus diperdengarkan lantunan ayat suci Alquran dan kalimat-kalimat thoyyibah. Terlebih jika sudah lahir, anak-anak diajarkan berbagai aktivitas mulai dari ibadah mahdhah dan ghair mahdhah. Sehingga tidak heran jika terjadi konflik di luar negeri yang menindas kaum muslim, lalu anak-anak dikenalkan empati dengan berbagai aksi yang disesuaikan dengan usia mereka. Itulah pengamalan hadits Rasulullah Saw, bahwa umat Islam adalah satu tubuh. Namun jika ada umat muslim enggan empati, bahkan melarang empati, perlu dipertanyakan terkait keimanan dan ketaatannya kepada Allah Swt. Apalagi kasus Gaza, bukan hanya masalah Hamas dan Fattah, namun ini masalah besar, di mana umat Islam membutuhkan institusi negara adidaya untuk melepaskan cengkeraman Yahudi di sana. Sistem tersebut adalah khilafah Islamiyah yang mampu menjadi junnah bagi seluruh umat muslim dunia. Karena Islam tidak mengenal nasionalisme. Dimana mereka adalah saudara kita. Sakit, derita, air mata, dan terlukanya mareka maka seluruh dunia akan ikut merasakannya. Jadi, seseorang yang peduli Gaza itu tidak bisa dikatakan terpapar radikalisme.
Wallaahu a'lam bishshawab.
Post a Comment