PDAM Berorientasi Untung, Rakyat Buntung

Oleh : Ummu Najla 
(Aktivis Muslimah Kendari) 

Air adalah sumber yang vital bagi mahluk hidup. Di Indonesia sendiri dimana lebih dari 70 persen wilayahnya adalah perairan, namun masih banyak masyarakat Indonesia mengalami krisis air bersih.
Terbatasnya ketersediaan sumber daya air dan meningkatnya kebutuhan akan air menimbulkan persaingan antar pengguna yang berdampak pada menguatnya nilai ekonomi air. Untuk itulah perlu adanya aturan dalam pemanfaatannya.

Menyoroti pendapat Wakil Presiden Ma’ruf Amin tentang penyebab kerugian di PAMD(perusahaan air minum daerah) salah satunya adalah rendahnya tarif air bersih yang masih dibawah full cost recovery(FCR). Hal ini menjadikan sulitnya melakukan perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat.

Sebagai contoh tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok berkisar Rp 7 000 permeter kubik dan Bogor Rp 4 500 permeter kubik. Berdasarkan hal ini maka Ma’ruf berpendapat bahwa skema investasi antara pemerintah dan swasta dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan perluasan air minum kepada masyarakat. 
Sedangkan dari data Badan Pengelola Sarana Penyedia Air Minum dan Sanitasi (BP SPAMS) pertengahan Oktober 2019 sebanyak 160 dari 391 PDAM (sekitar 40%) kondisi kurang sehat. Jadi dengan kondisi ini kita menjalankan 40% PDAM mengalami kerugian pada tarif yang dibuat dibawah full cost recovery. 

Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya  dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Ini berarti air bersih termasuk yg di kelola negara dan tidak untuk dikomersilkan. Termasuk untuk mencari keuntungan. Karena sudah selayaknya negara mengurus urusan rakyatnya. Tanpa mencari keuntungan di dalamnya.

Menurut Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan kurang sehatnya PDAM beberapa disebabkan rendahnya tata kelola dan lembaga penyediaan layanan.

Dalam Undang-undang 17/2019 tentang sumber daya air pada BAB III pasal 5 – 7 disebutkan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara menjamin hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok minimalnya. Serta Sumber daya air tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat atau badan usaha. Ini bertolak belakang dengan pernyataan Ma’ruf yang disebutkan sebelumnya.
Akar Masalah

Masalah yang terjadi di negara kita adalah tidak terpenuhinya air bersih dan kesenjangan ketersediaan air bersih di tiap daerah dan tata kelola yang belum maksimal.

Solusi Islam
Dalam Islam kepemilikan terbagi 3 yaitu: kepemilikan individu, umum dan negara. Maka Air termasuk kepemilikan umum.  Kepemilikan umum dalam Islam adalah izin Allah SWT kepada komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan barang.  Barang ini dinyatakan Allah memang untuk komunitas masyarakat yang mereka saling membutuhkan di dalamnya. Kepemilikan umum ini  mencakup: 1. Barang kebutuhan umum, 2. Barang tambang besar dan 3. Sumber daya alam, yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu.

Sebagai barang kebutuhan umum, maka air dilarang Allah untuk diserahkan kepemilikan ataupun pengelolaannya pada individu atau swasta. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud  dari Ibnu Abbas berkata :                                          "Rasulullah SAW bersabda: “Kaum Muslimin berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang gembalaan dan api” (HR. Abu Daud).  Ditambahkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu abbas yang berbunyi: “......dan harganya adalah haram” (HR. Ibnu Majah). Maka makna mengambil harganya yaitu keuntungan dari harga yang diambil dengan menjual ketiga komoditas tersebut kepada rakyat hukumnya adalah haram.

Hadist yang lain menyebutkan: Rasulullah SAW bersabda “ Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun) yaitu air, padang gembalaan dan api (HR.Ibnu Majah). Ini berarti terdapat larangan bagi individu untuk memilikinya. Larangan Rasulullah ini bukan terletak pada larangan memiliki ketiga jenis barang ini, melainkan dari sifatnya, yaitu dari segi apakah barang tersebut dibutuhkan oleh orang banyak dalam satu komunitas tertentu atau kah tidak. Yang apabila barang tersebut langka maka akan menyebabkan terjadinya persengketaan untuk mendapatkannya.

Dengan demikian maka sumber daya air adalah milik bersama rakyat yang pengelolaannya diserahkan kepada negara. Kepemilikan ini tidak bisa berpindah tangan, baik kepada negara, swasta, apalagi swasta asing. Negara sebagai pihak pengelola hanya tugasnya sebagai pengelola bukan memiliki, maka tanggung jawabnya adalah mengelola sumber daya air untuk didistribusikan sepenuhnya untuk kepentingan kemakmuran rakyat. 

Bagaimana jika negara menjual sumber daya air ini? Baik berupa air bersih atau air siap minum? Maka kembali kepada hadist Rasulullah dari Ibnu Abbas “wa tsamanuhu Haromun (dan harganya adalah haram)”. Maka mengambil keuntungan dari selisih harga jual dan biaya produksi yang diperoleh dengan menjual air kepada rakyat hukumnya adalah haram. 

Oleh karena itu, negara sedapat mungkin untuk memberikan komoditas air tersebut secara gratis kepada rakyat secara adil dan merata, bila masih memungkinkan. Jika dalam mengelolanya atau memproduksinya harus mengeluarkan biaya produksi dan biaya ini tidak dapat ditutupi dengan pendapatan lain (belum mampu memberi subsidi silang), negara dapat membebankan biaya produksi ini kepada rakyat. Bukan menjualnya demi mengambil keuntungan. Serta jikalaupun terpaksa mengambil keuntungan dengan menjualnya kepada rakyat, maka wajib lah keuntungan tersebut dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik yang sebenarnya.

Mencermati dari sisi fakta yang terjadi dan penyebab yang ada akan ketersediaan air bersih bagi rakyat, serta pengelolaan yang ada maka masalah yang terjadi pada ketersediaan air bersih bukanlah terletak pada minimnya ketersediaan itu tapi disebabkan karena pengelolaan yang salah oleh negara yang menerapkan sistem kapitalis neolib. Dimana pengelolaan yang tidak maksimal karena tarif pembelian air yg masih minim sehingga tidak memenuhi full cosh recovery. Sehingga tidak menguntungkan bagi negara.  

Cara mengatasi masalah pengelolaan kepemilikan umum (publik) hendaklah diselesaikan dengan apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dengan tidak mengkomersilkan kepemilikan umum tersebut kepada rakyat dan mengkelolanya dengan kesungguhan dan ketakwaan hanya kepada Allah semata.
Wallahu A'lam bis asshowwab

Post a Comment

Previous Post Next Post