Oleh : Umi Kalsum
Pada kampanye Pemilu 2019, PAN melalui Amien Rais (Ketua Dewan Kehormatan PAN), merupakan salah satu partai yang paling getol "menyerempetkan" hal-hal berbau politik menjadi persoalan agama juga. Meski pada kenyataannya hasil yang didapat tidak terlalu positif.
Sepanjang kampanye Pemilu 2019, Amien Rais merupakan tokoh partai yang sering mengkait-kaitkan agama dengan politik. Misalnya ketika beliau menyatakan :
" Sekarang ini kita harus menggerakkan seluruh kekuatan bangsa ini untuk bergabung dan kekuatan dengan sebuah partai. Bukan hanya PAN, PKS, Gerindra, tapi kelompok yang membela agama Allah, yaitu Hizbullah. Untuk melawan siapa? Untuk melawan hizbusy-syaithan ". Kata Amien Rais.
Atau dalam topik yang lain, Amien Rais pernah mengatakan :
"Pengajian-pengajian disisipin politik itu harus. Kalau tidak, lucu".
Bahkan dalam Rakornas Persaudaraan Alumni (PA) 212 pada 2018, Amien Rais meyakini kalau pemimpin saat ini sudah melakukan banyak kekeliruan.
Beberapa model kampanye salah satu tokoh partai PAN ini, tentu saja sempat menjadi kontroversi. Namun, beliau terus melanjutkan kampanye seperti itu.
Hasilnya?
Diluar dugaan, PAN hanya mendapat 44 kursi di DPR RI pada Pemilu 2019. Jauh lebih sedikit dari target awal, yakni 60 kursi.
Melihat kenyataan itu, Zulkifli Hasan selaku Ketua Umum PAN, memberikan pernyataan saat menghadiri acara penutupan Silaknas dan Milad Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada tanggal 6-8 Desember 2019 di Padang, Sumatera Barat.
Dilansir dari www.antaranews.com. Zulkifli Hasan yang merupakan Wakil Ketua MPR RI dan sekaligus Ketua Dewan Pakar ICMI, menyatakan bahwa jualan surga neraka yang diterapkan saat Pemilu 2019 tidak relevan lagi, karena ternyata masyarakat lebih membutuhkan kebijakan yang berdampak luas.
"Belajar dari Pemilu Presiden 2019 yang sudah usai, ternyata publik tidak lagi membutuhkan jargon-jargon, tapi apa yang akan berdampak bagi kehidupan mereka," kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa ketika menjual isu agama, tidak seiring dengan hasil pemilu, perolehan suara partai PAN malah di urutan delapan.
Artinya lagi, kata dia, publik pemilu memilih tawaran kebijakan yang akan berdampak langsung dan siapa yang menawarkan itu, lebih mendapat dukungan.
Zulkifli Hasan menyadari kalau rakyat lebih mengutamakan partai-partai yang punya efek langsung secara harfiah. Masyarakat tidak mau lagi mengikuti partai-partai yang menjual hal-hal abstrak.
Selain itu, pernyataan Zulkifli Hasan merupakan otokritik bagi PAN sendiri agar kedepannya partai ini tidak lagi jualan agama lagi. Sebab, PAN dikenal coraknya sebagai partai yang lebih ke arah Islam-Nasionalis. Citra PAN mendadak jadi berubah saat Pemilu 2019. Bahkan bisa dibilang PAN di Pemilu 2019 itu terasa lebih PKS ketimbang PKS itu sendiri yang notabenenya sebagai partai yang kental dengan aroma relijiusnya.
Partai-partai islam yang ada saat ini tidak ubahnya dengan partai sekuler yang lainnya. Ketika islam tidak bisa "diandalkan" menjadi dagangan politiknya, maka tak sungkan-sungkan mereka merubah haluan cara pandang perpolitikan demi keuntungan. Demokrasi selalu memberi peluang bagi siapapun meraih tujuannya dengan menghalalkan segala cara. Itu sah-sah saja di negeri yang mengagungkan sekulerisasi.
Maka lihatlah umat di masa depan. Mereka senantiasa digiring agar semakin pragmatis dalam meraih tujuan hidupnya untuk kemaslahatan semata. Bahkan, melanggar aturan syariah pun, tak merasa berdosa.
Lantas, bagaimana seharusnya umat islam memilih partai shahih?
Didalam Alquran surat Ali imron ayat 104, Allah SWT telah berfirman yang artinya :
"Hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung".
Allah SWT telah memberikan panduan kepada umat islam agar mendirikan kelompok jamaah/partai yang aktivitasnya adalah menyeru kepada islam (hukum-hukum islam). Partai tersebut bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk membangun kesadaran umat agar kembali kepada aturan Sang Pencipta. Menjalankan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Partai tersebut bergerak semata-semata atas panggilan iman. LilLahi ta'ala. Bukan atas materi dan kompensasi.
Lalu partai tersebut memerintahkan umat islam untuk senantiasa mengerjakan kebaikan-kebaikan. Serta berusaha mencegah kemungkaran dan kebatilan.
Partai islam harusnya lebih fokus untuk mengedukasi serta mencerdaskan umat tentang islam dengan permasalahan hidup dan solusi penyelesaian yang komprehensif. Apabila umat telah memahami esensi berkontribursi dalam membangun kehidupan yang mulia dengan penerapan syariah kaffah, maka serahkan hak suara mereka pada pilihan mereka sendiri.
Sudah saatnya partai/kelompok jamaah islam kembali kepada fitrahnya untuk menunjukkan perjuangan hakiki demi kejayaan islam, bukan perjuangan pragmatis demi pundi-pundi kantong pribadi.
Ini semakin menegaskan bahwa dalam sistem kapitalisme-demokrasi saat ini, agama hanya menjadi instrumen untuk mengumpulkan dukungan/suara umat. Saat suara partai tidak bisa terdongkrak dengan isu Islam, maka mereka mengubah wajah menyesuaikan dengan selera pasar yang semakin anti islam.
Wallahua'lam bi showab.
Post a Comment