ODHA, Buah dari Pemikiran Sekuler

Oleh : Ulivia Ristiana, S. P.

Sungguh disayangkan, negara yang katanya menjunjung tinggi moral pancasila dan nilai-nilai luhur, faktanya memiliki angka ODHA yang terbilang tinggi. Menurut Kemenkes RI per tanggal 27 Agustus 2019, penderita HIV di DKI Jakarta cukup banyak, yaitu 62.108 orang. Kemudian disusul Jawa Timur 51.990 orang, Jawa Barat 36.853 orang, Papua 34.473 orang, dan Jawa Tengah 30.257 orang. Sedangkan untuk penderita AIDS, paling banyak berada di Papua, yaitu 22.554 orang. Kemudian Jawa Timur 20.412 orang, Jawa Tengah 10.858 orang, DKI Jakarta 10.242 orang, dan Bali 8.147 orang. (Merdeka.com, 18 Oktober 2019). Faktor risiko penularan terbanyak melalui hubungan seksual berisiko heteroseksual (70,2%), penggunaan alat suntik tidak steril (8,2%), homoseksual (7%), dan penularan melalui perinatal (2,9%). Tentu saja penyebab tingginya angka ODHA tersebut dikarenakan perilaku menyimpang dari penderitanya. 

Meskipun ada juga sebagian kecil penderita yang tertular secara tidak sengaja, seperti anak-anak yang tertular dari ibunya sewaktu masih dalam kandungan, ibu rumah tangga yang tertular dari suami, remaja bahkan tenaga kesehatan yang menangani pasien HIV/AIDS. Pemikiran Sekuler membuat manusia merasa bebas mengatur kehidupannya sendiri tanpa ada campur tangan agama. Pemikiran semacam ini sangat bobrok dan terbukti merusak moral manusia.

Berdasarkan data yang diperoleh, persebaran kasus AIDS tertinggi ada pada kelompok umur 20-29 tahun (32,1%), kelompok umur 30-39 tahun (31%), 40-49 tahun (13,6%), 50-59 tahun (5,1%), dan 15-19 tahun (3,2%). Berdasarkan jenis kelamin, persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 58% dan perempuan 33%. Sementara itu 9% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah kasus AIDS berdasarkan pekerjaan atau status adalah: tenaga non profesional (karyawan) (17.887), ibu rumah tangga (16.854), wiraswasta/usaha sendiri (15.236), petani/peternak/nelayan (5.789), dan buruh kasar (5.417) (Tagar.id, 19 September 2019). 
Sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam dengan fakta tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan agar angka tersebut tidak bertambah. Diantaranya dengan melakukan sosialisasi terkait HIV/AIDS di berbagai kalangan, baik sosialisasi untuk praktisi kesehatan maupun masyarakat umum, pendampingan bagi penderita ODHA, dan upaya jemput bola. Pemerintah juga melakukan tindakan preventif kepada masyarakat untuk pencegahan HIV/AIDS yaitu dengan sosialisasi penggunaan kondom, tidak berganti pasangan, tidak melakukan seks bebas, melakukan vaksin hepatitis A dan hepatitis B, serta melakukan tes HIV secara teratur. Akan tetapi, semua tindakan tersebut belum membuahkan hasil sedikit pun, mengingat masih tingginya angka ODHA. 
Pemerintah ingin menekan laju pertumbuhan ODHA namun tetap membiarkan kemaksiatan dimana-mana. Solusi yang ditawarkan terkesan kurang matang untuk mengatasi permasalahan, sehingga tidak dapat mengatasi masalah ODHA sampai pada intinya. Berbeda dengan Islam yang selalu memiliki solusi paripurna untuk setiap permasalahan yang dihadapi manusia, diantaranya: 
1. Islam menganjurkan umatnya untuk menundukan pandangan dan menjaga kehormatan diri kepada lawan jenis. Sesuai dengan firman Allah ”Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” (QS. An-Nur [24] : 30).

2. Melakukan tindakan pencegahan dengan menanamkan Aqidah Islam kepada anak sedini mungkin. Selain itu diperlukan peran pemerintah untuk memberantas sarana-sarana maksiat, seperti diskotik, cafe remang-remang, night club, karaoke, dsb. 

3. Pengobatan bagi orang yang telah terinveksi virus HIV secara gratis, berkualitas, dan manusiawi termasuk mencegah agar virus tidak menyebar kemana-mana.

4. Memperbaiki kondisi psikologi penderita, dengan melakukan Taubat Nashuha dan meningkatkan ibadah.

Post a Comment

Previous Post Next Post