Oleh : Nur Ilmi Hidayah
Praktisi Pendidikan Madrasah, Member Akademi Menulis Kreatif
Salah satu perkembangan yang memprihatinkan dari para pelajar saat ini adalah kecenderungan meninggalkan akhlak ketika menghadapi kemajuan zaman. Saat ini, kita berada di zaman milenial, dimana semuanya serba modern. Sehingga anak-anak yang lahir di zaman ini juga terkena dampak modernisasi. Seperti sekarang, viral istilah ‘kids zaman now’ yang merujuk pada kerusakan akhlak generasi zaman sekarang. Jadi, mungkin memang benar adanya pernyataan belakangan yang menyatakan kids zaman now adalah representasi dari rusaknya generasi.
Persoalan akhlak harus menjadi perhatian utama setiap individu, karena akan mempengaruhi semua perbuatannya. Peradaban akan mempengaruhi moral manusia, jika moralnya baik dan berjalan sesuai koridor syara' maka tujuan kebahagiaan dunia akhirat akan tercapai.
Seperti peristiwa yang terjadi pada tanggal 10 Februari 2019 lalu, siswa SMP PGRI di Wringinanom, Kab. Gresik yang memegang kerah baju dan kepala guru saat ditegur. ( Tribunjatim, 10/2/2019)
Hal serupa juga terjadi di salah satu MTs. swasta di Kab. Luwu Sulawesi Selatan pada tanggal 5 Desember 2019. Siswa melawan guru olah raganya, berkelahi saat operasi rambut setiap bulannya. Perlakuan tersebut sangat tidak layak dilakukan oleh para pelajar.
Kasus seperti itu sejatinya tidak terjadi di negeri ini jika mereka mendapatkan pendidikan akhlak yang memadai. Perilaku tersebut sama sekali tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara ketimuran yang sangat menghargai orang yang lebih tua. Bahkan budaya Indonesia, ada yang lebih spesifik lagi yaitu memuliakan tiga orang tua: ibu, ayah, dan guru.
Kemorosotan akhlak akibat dari buku bacaan, tontonan, dan pemikiran hedonisme sangat gampang merasuk ke dalam pergaulan pelajar. Pergaulannya dengan teman-teman lebih tinggi frekuensinya dibandingkan dengan pergaulan dengan orang tuanya di rumah. Dari pergaulannya di luar rumah ia mendapatkan buku bacaan, tontonan negatif dan pemikiran hedonisme yang dapat mempengaruhi pemikiran, sikap dan perilakunya.
Namun demikian, rentetan kejadian selama ini juga tidak sepenuhnya salah pelajar. Banyak yang ikut berperan. Sistem pendidikan yang dianut sangat berperan dalam menentukan kurikulum. Coba bandingkan berapa persen materi akhlak yang diterima pelajar dibandingkan dengan materi umum.
Rendahnya pendidikan generasi muda menyebabkan rendahnya kadar iman dan ibadah pada dirinya, sehingga kecenderungan nafsunya tidak dapat dikendalikan lagi. Ia tidak lagi memiliki rasa malu dan rasa sabar, hanya mampu menuruti keinginannya.
Faktor Kebobrokan Pendidikan
Salah satu faktor utama pemicu kebobrokan pendidikan adalah pemimpin bangsa yang tidak mampu melakukan pembangunan karakter bagi para pelajar, sehingga saat ini pelajar identik dengan tawuran, budaya percintaan dan lain sebagainya.
Faktor lain yang sangat kuat dalam pembentukan akhlak adalah lingkungan. Kekerasan akan mematikan mental para pelajar sehingga membentuk jiwa yang patuh dan tunduk pada kekuasaan. Melihat kenyataan ini, perilaku kekerasan di kelompokkan menjadi, lima yaitu: 1) kontak langsung, seperti memukul. 2) kontak verbal langsung, seperti mengancam. 3) perilaku non verbal, seperti ekspresi wajah yang merendahkan. 4) perilaku non verbal tidak langsung, dan 5) pelecehan seksual.
Pengaruh media sosial dan game online tidak bisa dibendung lagi. Mulai orang dewasa hingga anak-anak memiliki akun media sosial, bahkan memiliki akun youtube dan gemar bermain game online yang bertema kekerasan. Jika pemanfatan platform tersebut tidak mendapatkan kontrol maka akan berpotensi membawa dampak negatif.
Pendidikan Akhlak Islam Solusinya
Jika merujuk kepada sistem pendidikan Indonesia secara umum saat ini, porsi ilmu agama dan akhlak sangat sedikit. Belum lagi ada wacana-wacana penghapusan mata pelajaran agama di sekolah, hal itu dikhawatirkan akan membuat pelajar semakin merosot akhlaknya.
Hampir setiap hari, pelajar dibebankan dengan pekerjaan rumah yang membuat pelajar makin stress. Mereka tidak sempat belajar agama yang memadai. Jika pun ada beberapa tempat dibuka Taman Pendidikan Alqur’an (TPA) tetapi pelajar tidak sempat karena orang tuanya menginginkan mereka ikut les dan ekstrakurikuler lainnya.
Generasi kita perlu diperkenalkan dengan kebudayaan kita sendiri di Indonesia yang masih kental dengan budaya ketimuran. Budaya yang berpegang teguh terhadap norma, sikap dan nilai dari satu generasi berikutnya. Budaya Timur yang lain, saling menghormati antara satu sama lain, saling tolong menolong, bahu membahu, selalu ramah, dan lain-lain.
Begitu juga persoalan pendidikan moral pelajar, jangan semua diserahkan kepada guru di sekolah, tetapi orang tua juga perlu mengajarkan akhlak yang baik kepada mereka sejak dari rumah. Jika tidak mampu, orang tua juga bisa membawa anak-anaknya ke tempat-tempat pengajian.
Pembentukan karakter/akhlak yang baik dimulai dari pendidikan anak pada saat golden age, dimana anak mampu menyerap apa yang ditanamkan dan diajarkan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang seimbang antara segi akademik (kognitif) dengan akhlak, sehingga penanaman karakter pada anak dapat berjalan secara optimal.
Selain dengan penanaman pendidikan yang baik pada anak golden age, pembentukan karakter juga dapat berjalan optimal apabila orang tua dan seluruh elemen yang berhubungan dengan pendidikan anak dapat menyaring segala efek globalisasi yang menerpa sang anak.
Penanaman ilmu akhlak sangat diperlukan untuk sifat dan karakter seseorang. Di sekolah, guru sebagai pendidik tidak hanya memberikan materi mengenai akhlak, namun pendidikan harus menerapkan nilai akidah dalam kesehariannya sehingga dapat dijadikan contoh bagi pelajar dalam bertingkah laku. Apabila akhlak tersebut telah tertanam dengan baik, maka akhlak yang akan dihasilkan adalah para pelajar yang memiliki moralitas tinggi.
Keyakinan tentang kebajikan (husnul ‘amal), membuat manusia sebagai makhluk yang berbeda dari makhluk lain di muka bumi ini. Kebajikan akan terwujud dalam karakter baik (akhlak mahmudah). Tanpa karakter baik, manusia kehilangan segala-galanya, terutama akan hilang kemanusiaannya sebagai fitrah yang diamanahkan oleh Allah Swt.
Pendidikan yang berorientasi pembangunan karakter sangat diperlukan dalam rangka mengembangkan dan menguatkan sifat mulia kemanusiaan, agar manusia yang sering mengaku sebagai makhluk tertinggi di muka bumi ini, tidak terpeleset jatuh menjadi makhluk yang tidak manusiawi bahkan lebih tersesat dan lebih rendah dari binatang yang hina. Oleh karenanya, dibutuhkan sosok contoh dan teladan yang ‘haq’ yang harus dipatuhi dan diikuti, tiada lain adalah sosok Rasulullah Saw sebagai tauladan bagi kita semua.
Keteladanan Rasulullah Saw dapat dijadikan inti dan sumber pembelajaran pendidikan karakter itu ialah berperilaku atau bersikap dan bertata krama yang baik dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku.
Membiasakan pelajar dengan akhlak yang baik, maka hasilnya tidak sebatas di lingkungan sekolah atau tempat proses pembelajaran berlangsung, namun out putnya terbawa sampai ke lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Dalam prespektif Islam, akhlakul karimah atau moral memiliki kedudukan yang tinggi. Demikian tingginya kedudukan akhlak dalam Islam, hingga Rasulullah Saw bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Suatu hal yang ditekankan dalam Islam adalah pendidikan akhlak wajib dimula sejak dini karena masa kanak-kanak adalah masa yang paling kondusif untuk menanamkan kebiasaan yang baik.
Sistem pendidikan Indonesia yang sekarang sedang menerapkan kurikulum karakter ternyata gagal dan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Justru sebaliknya, out put dari pendidikan karakter banyak menghasilkan para koruptor dan pelajar yang rusak moralitasnya.
Pembentukan karakter tentunya dimulai dari dalam keluarga terutama orang tua sebagai pendidiknya. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama yaitu akhlak, adab dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk pada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk pada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik mengikuti keteladan Rasulullah Saw. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter akhlak dalam Islam.
Pandangan Islam terhadap pendidikan karakter menganggap bahwa pendidikan karakter itu sama dengan pendidikan akhlak. Akhlak atau karakter sangat penting, karena akhlak adalah kepribadian yang mempunyai tiga komponen, yatu pengetahuan, sikap dan perilaku.
Pendidikan karakter pada hakekatnya merupakan pembinaan personal pelajar secara terprogram dengan tujuan tertentu bagi lembaga pendidikan. Konsep adanya pendidikan karakter pada dasarnya berusaha mewujudkan pelajar atau manusia yang berkarakter (akhlak mulia) sehingga dapat menjadi insan kamil.
Penerapan pendidikan karakter yang diterapkan dalam pandangan pendidikan Islam sangatlah komplit, tidak hanya pada kejujuran saja, akan tetapi juga terkait dengan bagaimana mereka menjadi anak yang selalu terbiasa hidup disiplin, hemat, berpikir kritis, berperilaku qanaah, toleran, peduli terhadap lingkungan, tidak sombong, optimis, terbiasa berperilaku rida, produktif dan obyektif.
Sebagai solusinya adalah pemerintah harus merubah sistem pendidikan nasional dan mengadopsi kurikulum Islam dengan menggunakan sistem pendidikan akhlakul karimah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Wallahu a’lam bish shawab.
Post a Comment