Sekalipun sektor air bersih menduduki posisi sebagai penyumbang terbesar Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia (cncbindonesia.com, 19/07/2019). Namun faktanya tidak begitu membawa angin segar bagi perusahaan air minum tanah air. Pasalnya, sejumlah PDAM dikabarkan terus- menerus menuai kerugian. Terbukti, dari total 391 PDAM di Indonesia, 160 mengalami ‘sakit’ karena gangguan pada kas keuangannya (cncbindonesia.com, 02/12/2019).
Tidak sedikit mereka terlilit utang. Yang jumlahnya mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah. Sebagaimana PAM Jaya milik pemerintah DKI yang membukukan rugi bersih Rp 1,2 triliun. Juga PDAM di Palopo dan Bone yang masing-masing merugi sebesar Rp 2,7 miliar dan Rp 1,4 miliar (cncbindonesia.com, 19/07/2019). Oleh Pengamat termaksud Wakil Presiden RI Makruf Amin menilai rendahnya tarif dasar layanan, adalah penyebab meruginya Badan Usaha Milik Daerah ini (cncbindonesia.com, 02/12/2019). Benarkah semua kerena ulah tarif yang rendah sehingga PDAM terus- menerus merugi?
Rugi karena Privatisasi
Sayangnya kerugian ini tidak semata bertumpuh pada besaran tarif yang ditentukan. Sektor air Indonesia sejak tahun 90-an telah dikuasai oleh beberapa perusahaan swasta baik lokal maupun mancanegara. Mulusnya privatisasi Sumber Daya Air (SDA) ini tidak lepas dari campur- tangan IMF selaku junjungan kapitalis dunia (neraca.co.id, 31/10/2013).
World Bank laksana pahlawan di kala Indonesia tengah menghadapai krisis di masa-masa terakhir rezim orde baru. Melalui sejumlah kucuran dana, dua perusahaan asing meluncur bebas ke tanah air untuk ikut serta dalam mengelola jalannya pasokan air bersih dalam negeri. Sejak saat itu, air tidak lagi menjadi kebutuhan asasi umat manusia. Melainkan telah berubah menjadi komoditas yang diperjual-belikan. Dan ini menyumbang andil terhadap kerugian yang dialami oleh sejumlah perusahaan air pelate merah.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pada 1998-2000 ketika perusahaan swasta di tanah air belum lama berdiri. Di sana tidak ditemukan perbaikan. Dari sisi kualitas, pengelolaan air oleh swasta justru cenderung menunjukan tren negatif (tirto.id, 29/03/2016). Bahkan bebeberapa kali rakyat melayangkan protes atas hal ini kepada pemerintah setempat (detik.com, 27/01/2019).
Begitu pula dalam skala global. Hadirnya pihak swasta dalam mengelola jalannya air bersih hanya menyisakan kerugian bagi negara (kumparan.com, 29/07/2019). Anehnya, Indonesia tetap kukuh mempertahankannya.
Transnational Institute (2014) dalam Kumparan.com edisi 29/07/2019, memberitakan bahwa beberapa kota di dunia telah menghentikan privatisasi air karena performanya yang buruk. Di Grenoble, Paris dan Berlin privatisasi dihentikan karena lemahnya transparansi keuangan dan sulitnya monitoring kinerja operator-operator swasta.
Mantra awal privatisasi yang katanya akan menyediakan air bersih dengan kualitas yang baik justru yang dihasilkan malah sebaliknya. Kualitas air kian memburuk. Sama halnya dengan yang terjadi di Ibu kota. Perusahaan swasta banyak mengingkari janji.
Harusnya bangsa ini dapat memetik hikmah dari beberapa negara besar di dunia. Prancis misalnya. Negeri Napoleon ini, tak berdaya ketika sektor air di negerinya diurus oleh korporasi. Itulah mengapa sektor air bersih yang semula dikelola swasta ditarik kembali ke negara dan dikelola secara langsung oleh pemerintah.
---
Menurut Gatot Irianto Dosen Analisa Sistem Hidrologi Pascasarjana IPB, dampak buruk privatisasi penyediaan air minum dapat memunculkan depedensi, eksploitasi tarif serta keterpurukan ekonomi. Indonesia akan lebih mudah disetir karena terlalu bergantung dengan para pemilik modal. Alhasil para pemilik modal (swasta) akan lebih mudah melakukan sabotase dari hal ringan sampai yang paling berat. Dan ini sangat berbahaya bagi kedaulatan bangsa.
Selain itu, lemahnya kontrol pemerintah dalam memonitoring jalannya kinerja para perusahaan serta kentalnya aroma Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di tubuh birokrasi membuat penyelewengan kebijakan dengan mudahnya terjadi. Maka tidak heran bila di tubuh PDAM aktivitas KKN juga dengan mulus terjadi (membunuhindonesia.net, 2014).
---
Meski demikian, agaknya pemerintah enggan untuk mendepak swasta dari arena pasar negeri. Mengingat hadirnya para investor merupakan salah satu komponen penting yang menunjang keberlangsungan ekonomi berbasis kapitaslime yang hari ini dijalankan rezim.
Tercatat bahwa investasi menyumbang 33,84 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sehingga dapat dibayangkan ketika investasi ini ngacir dari tanah air, tentu akan mengancam pertumbuhan ekonomi bangsa (cncbindonesia.com, 19/07/2019).
Sungguh betapa lemahnya sistem kapitalisme yang hari ini diemban oleh bangsa ini. Investasi menjadi tumpuan ekonominya. Padahal jalan ini hanya semakin merontokan kedaulatan suatu bangsa.
Penutup
Kondisi perairan negeri selamanya akan ‘suram’ ketika pola demikian ini masih diadopsi. Menaikan tarif tentu bukan solusi agar PDAM sehat kembali. Karena kerugian bukan soal tarif yang rendah. Melainkan karena pengaturan hajat publik yang salah karena berbasis pada prinsip kapitalis neolib. Dimana hal-hal yang menyangkut hajat hidup publik diserahkan kepada mekanisme pasar, dan negara diminta berlepas-tangan darinya. Sungguh inilah biang masalahnya.
Sejatinya, air bersih tidak dibenarkan untuk dikuasai oleh segelintir orang. Karena hakikat penciptaannya ditujukan untuk kemaslahatan bersama umat manusia. Sebagaimana yang dipesankan oleh Nabiullah Muhammad Saw, “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, tanah dan api” (HR Ibnu Majah). Selain itu, Rasul juga bersabda: “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).
Itulah mengapa, dalam sudut pandang Islam, air dikelola oleh Negara untuk kemaslahatan bersama umat manusia. Tanpa membedakan latar belakang ras, suku dan agama. Negara dalam hal ini penguasa diharuskan untuk melakukan pemenuhan hajat publik dengan baik dan benar tanpa membebani. Karena posisi pemimpin di dalam Islam digambarkan bak perisai yang berfungsi sebagai tameng atau pelindung atas rakyat dari segalah bentuk kerusakan yang mungkin saja terjadi. “Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya” (HR. Muslim).
Wallahu’alam
Post a Comment