Oleh: Kunthi Mandasari
(Pemerhati Generasi, Member AMK)
Akhir-akhir ini, penganiayaan luar biasa yang dialami suku Uighur oleh pemerintah China kian menyeruak ke permukaan.
Usai sejumlah organisasi HAM internasional merilis laporan yang menuding China menahan satu juta umat muslim Uighur di kamp penahanan layaknya kamp konsentrasi di Xinjiang.
Ditambah viralnya cuitan pesepak bola asal klub Arsenal, Mesut Ozil. Dalam cuitannya, Ozil melontarkan kritikan pedas pada pemerintah China yang dianggap tidak adil terhadap minoritas Uighur. Selain itu, Pesepak bola asal Jerman yang memiliki darah Turki ini juga mempertanyakan sikap kaum muslim yang memilih diam saat mengetahui ketidak adilan tersebut.
Keberanian Mesut Ozil seharusnya menjadi contoh para pemimpin Muslim yang ada. Nama besar yang dimiliki tidak menghalanginya untuk menyuarakan kebenaran. Padahal akibat dari cuitannya tersebut, pertandingan Arsenal vs Manchester City batal ditayangkan di China. Selain itu, Mezut Ozil juga resmi dihapus dari game Pro Evolution Soccer (PES) 2020. Dikutip Tribunnews dari BBC, NetEase, yang menerbitkan waralaba PES di Cina, mengatakan mantan pemain Jerman itu telah dihapus dari tiga gelar yang ada di negara itu.
Namun, bukankah dalam setiap tindakan pasti ada konsekuensi yang harus diterima? Memilih diam membiarkan kezaliman atau berusaha mencegah kezaliman merupakan sebuah pilihan. Dan segala sesuatu yang bisa kita pilih pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Ketika kita lebih memilih diam terhadap kezaliman berarti kita juga sedang menzalimi mereka.
Sayangnya, sebagian besar negeri muslim justru memilih untuk bungkam. Walaupun penduduk negeri tersebut memiliki penduduk mayoritas muslim di dunia. Dengan alasan yang klise, tak ingin mencampuri urusan dalam negeri China. Padahal yang terjadi sebenarnya, mereka tidak mampu bersuara karena telah diikat dengan utang yang telah digelontorkan China. Sehingga para pemimpin muslim tunduk tak berdaya. Atas dasar kemanfaatan dunia yang fana, para pemimpin kaum muslimin rela menggadaikan darah saudaranya.
Kaum muslimin merupakan saudara yang disatukan oleh akidah Islam. Bahkan di dalam hadist diibaratkan satu tubuh. Apabila ada bagian tubuh yang sakit maka yang lain ikut merasakan. Begitupula penderitaan mereka seharusnya menjadi penderitaan kita juga.
Allah Swt. Berfirman:
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 103)
Pada ayat ini, Allah telah menekankan agar orang-orang yang beriman bersatu dalam melaksanakan agama Islam.
Orang-orang yang beriman hendaknya memegang erat-erat dan melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara serempak dan tidak keluar darinya. Beraqidah, berakhlak, beramal serta berhukum dengan kaidah tuntutan Al-Quran dan Sunnah.
Melalui persatuan, kaum muslimin akan memiliki kedudukan yang kuat. Untuk mewujudkannya kaum muslimin harus memiliki seorang imamah atau pemimpin. Persatuan yang ada hendaknya atas dasar agama, akidah dan mengikuti Sunnah Rasulullah, bukan atas dasar akal fikiran manusia, bukan persatuan suku, ras atau ashabiyah.
Kondisi kaum muslimin saat ini yang lemah dan tertindas adalah merupakan akibat berlepas tangan dari agama Allah. Dengan mengambil hukum-hukum buatan manusia. Sehingga kondisi kaum muslimin terpecah-pecah, dijajah, lemah dan tak berdaya menerima penganiayaan.
Sekuler ini pula yang akhirnya membuat kaum muslimin menilai segala sesuatu hanya berdasarkan manfaat. Mengabaikan halal dan haram. Bergandengan mesra dengan para tiran penganiaya kaum muslim.
Kejahatan yang dilakukan oleh sebuah negara tidak akan mampu dilawan dengan kekuatan perorangan atau kelompok saja. Sebuah negara harus dilawan dengan kekuatan negara pula. Namun, negara muslim manakah yang bersedia menyelamatkan etnis Uighur dan negeri muslim lain yang dalam penjajahan?
Hanya pemimpin yang memiliki keberanian dan kemandirian dalam bertindak yang akan mampu membebaskan mereka.
Seorang pemimpin yang memiliki keberanian dan kemandirian dalam bertindak tidak akan lahir dari sistem yang rusak. Pemimpin semacam ini hanya akan lahir dari rahim Islam. Hanya melalui persatuan kaum muslim dibawah satu panji. Dengan khalifah sebagai pemimpin yang akan menyerukan jihad. Memberikan penjagaan atas kehormatan dan keamanan kaum muslim. Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment