Manajemen Korporasi Dalam Tubuh BUMN

Oleh : Siti Hajar, S.Pd.SD

BUMN adalah badan usaha milik negara yang menyediakan dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan publik. Namun sungguh sayang, perusahaan milik negara yang menjadi penopang usaha negara kini ditempa oleh berbagai persoalan yang serius. Kasusnya merentang luas mulai dari pengadaan barang, anggaran fiktif, terjerat suap, hingga gratifikasi proyek.

Terbongkarnya aksi penyelundupan motor gede Harley Davidson dan sepeda antik bermerek milik Dirut PT Garuda beberapa pekan yang lalu cukup menyita perhatian publik. Ini menunjukkan betapa buruknya sistem manajemen perusahaan negara terutama dalam melahirkan pucuk kepemimpinan perusahaan. Betapa telah banyak para pejabat BUMN yang tersandung berbagai kasus korupsi dan kasus lainnya telah banyak meringkuk dibalik jeruji besi. 

Bukan rahasia umum, bahwa selama ini gaya hidup pejabat di negeri ini sangat jauh dari kata sederhana. Hidup kaya bergelimang harta penuh dengan kemewahan dan terhormat, seolah menjadi tuntutan hidup para pejabat dinegeri ini, sebagai wujud eksistensi diri. Para pejabat negara bahkan berlomba-lomba memperkaya diri, tak jarang untuk mempertahankan eksistensi diri mendorong mereka melakukan berbagai aktifitas yang melanggar aturan perundang-undangan seperti praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehingga mereka lupa akan kewajiban dan amanahnya sebagai pelayan yang melayani kebutuhan rakyat.

Aroma politik pun sangat kental mewarnai pemilihan pejabat di tubuh BUMN, karena ditentukan oleh pemenang konteslasi pemilu. BUMN tidak lagi mengelola perusahan negara dengan berorientasi pada tercapainya kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Tetapi lebih kepada kemajuan bisnis semata, sehingga hak-hak rakyat yang semestinya harus terpenuhi terampas dan terabaikan. Hal ini semakin diperkuat dengan pernyataan sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bahwa "BUMN memiliki fungsi dan menjadi alat negara untuk meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, dalam kenyataannya saat ini BUMN hanya diperlakukan seperti 'korporasi swasta' yang mengedepankan bisnis semata atau yang saat ini dikelola dengan konsep business to business," (merdeka.com).

BUMN tak ubahnya bermetamerfosa menjadi perusahaan negara yang bertransaksi bisnis mengejar keuntungan untuk menompang kantong-kantong partai politik dan pejabat tertentu. Monopoli usaha BUMN dalam menyediakan barang dan jasa publik pun tidak lepas bagi pejabat mendapatkan panggung untuk menyelewengkan kekuasaan.

Sementara dalam Undang-Undang No 19 tahun 2003 yang mengamanahi BUMN sebagai perusahaan negara dengan tujuan menyediakan barang dan jasa publik untuk memberikan layanan sekaligus mendapatkan keuntungan (detik.news.com). Namun, amanah tersebut tidak lagi sejalan dengan pengelolaan yang dilakukan bahkan cenderung diabaikan. BUMN pun tidak lagi berpegang teguh pada prinsip ideal yang ditetapkan oleh Good Corporate Governance (GCG) juga berdasarkan keputusan Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2011 tentang penerapan tata Kelola perusahaan yang baik pada BUMN yakni transparansi, akuntabiitas, responsibilitas, kemandirian, kewajaran, dan kepentingan (detik.news.com).

Memberikan sanksi tegas dan larangan hidup mewah bagi para pejabat tidaklah cukup merubah tatanan dan manajemen pengelolaan perusahaan milik negara selama sistem neolib mengatur jalannya pengelolaan dan perekrutan pejabat yang mengelola perusahaan milik negara. Sementara Islam mengatur dalam pengelolaan harta publik dengan prinsip pelayanan tanpa embel-embel mencari keuntungan apalagi dengan tujuan bisnis serta memprioritaskan kepentingan  individu atau kelompok di atas kepentingan rakyat. Negara juga akan memastikan bahwa pejabat yang mengelola perusahaan negara adalah orang-orang yang amanah, bertakwa yang senantiasa takut kepada Allah. Sehingga tidak ada lagi ruang bagi pejabat untuk melakukan penyelewengan dan tindakan korupsi. 

Wallahu 'alam bishowwab...

Post a Comment

Previous Post Next Post