Manajemen Korporasi Ala Rezim Neolib

Oleh : Siva  Askia

Berita tertangkap basahnya penyelundupan Moge dan Sepeda Mahal oleh Menteri Erick Tohir telah menguak skandal busuk yang terjadi di BUMN penerbangan kita yaitu PT Garuda. Ari Ashkara akhirnya mengakhiri singgasananya dengan kisah tragis dengan bumbu perselingkuhan yang telah merugikan negara milyaran rupiah. Kisah ini bukanlah kisah baru, para dirut BUMN hanya sedang menunggu antrian kapan takdir menjemput mereka, seperti halnya berakhirnya karir diru PLN beberapa waktu lalu. 

BUMN dengan statusnya sebagai perseroan terbatas telah diberikan peluang yang cukup luas untuk dipermainkan. Perseroan terbatas artinya memungkinkan BUMN menerima investasi dari pihak swasta dan menjadikannya berorientasi untung, bukan lagi perfokus pada pengelolaan sumber daya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, BUMN kita rentan ditumpangi banyak kepentingan, apalagi politik kita yang serba penuh dengan politik transaksional. Pusaran politik demokrasi dimana para calon penguasa sangat ketergantungan kepada para investor yang memodali kampanye mereka, membuat posisi apapun yang ada dalam pemerintahan penuh dengan suasana perebutan kepentingan dan pengaruh. Siapa yang punya uang, maka dia punya kesempatan lebih besar untuk menduduki posisi strategis dalam pemerintahan kita, terlepas apakah dia mampu mengelola atau memiliki integritas atau tidak. 

Walhasil, BUMN hanya menjadi ladang untuk meraup keuntungan, baik keuntungan pribadi maupun keuntungan kelompok tertentu. BUMN kita pun diberikan keluasan penuh untuk mengelola dirinya sendiri. Seperti misal PLN yang akhirnya mencabut subsidi, PDAM yang memberikan sinyal kenaikan, atau tarif penerbangan yang tidak lagi terjangkau. Rakyat tidak mampu membeli? Itu menjadi urusan rakyat, yang penting BUMN dan pihak-pihak tertentu diuntungkan.

Saat ini kasus korupsi terus mendera BUMN kita, kasusnya merentang luas mulai dari pengadaan barang, Anggaran fiktif, terjerat suap hingga gratifikasi proyek. Begitu banyak kasus korupsi yang terjadi pada BUMN mereka mencari kepuasan dari kepentingan mereka sendiri. Pernyataan negara yang mengelola aset negara dan harta milik umum dengan model pengelolaan korporasi swasta. Penetapan target pencapaian keuntungan layaknya korporasi padahal jenis usahanya adalah hajat publik dan bersifat monopolistik yang menyebabkan pengelolaan nya berkesempatan menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Wajah buruk menajemen BUMN ini tidak bisa diatasi dengan sangsi tegas dan larangan hidup mewah para direksi saja. Kasusnya akan terus bermunculan selama sistemnya dibuat longgar dan memungkinkan untuk dipermainkan. Sejatinya BUMN adalah lembaga yang mengelola sumberdaya alam yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum, dimana negara hanya memiliki hak kelola saja, bukan mendapatkan keuntungan. Hasil dari pengelolaan sumber daya alam harus dikembalikan kepada pemiliknya yaitu rakyat. Komersialisasi sumberdaya alam bertentangan dengan aturan Islam dimana kepentingan umum tidak boleh diperjualbelikan apalagi diswastanisasi. 

Penguasa dalam Islam memiliki hak penuh untuk mengelola. Sementara para petugas yang menjalankannya tidak memiliki keleluasaan untuk membuat kebijakan, mempermainkan anggaran apalagi menerima investasi dari pihak swasta. Para pegawai di BUMN dalam Islam hanya melaksanakan apa yang sudah ditetapkan oleh khalifah, dia tidak memiliki sentiment politik untuk memperebutkan posisi sebagai dirut atau posisi apapun karena memang tidak ada politik transaksional. 

Akar masalahnya model menajemen korporasi yang di tetapkan dalam system neolib adalah yang menjadi biangnya. Dasar sekulerisme yang telah menjadikn sistem neolib sudah selayaknya ditinggalkan dan sudah selayaknya melirik Islam sebagai solusi dalam mengelola sumber daya alam kita. Wallahu A’lam Bishshowwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post