Aktivis Serdang Bedagai, Member AMK
Belakangan ini media kembali diramaikan dengan adanya pro dan kontra berbagai kalangan terkait keputusan Kejagung yang di anggap melanggar HAM. (Tirto.id)
Masih dalam laman yang sama bahwa persyaratan ujian seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kembali menimbulkan pertanyaan. Khususnya terkait persyaratan tertentu dalam penerimaan CPNS Kementerian Perdagangan dan Kejaksaan Agung. Keduanya menuangkan syarat pelamar tak memiliki “kelainan orientasi seks dan tindak kelainan perilaku (transgender)”. (Tirto.id, Kamis,14/11/2019)
Kejagung tentu memiliki landasan yuridis untuk melarang CPNS dari kalangan LGBT. Hal ini juga telah diatur dalam UU, dimana Kejagung bisa menambahkan beberapa syarat. Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019.
Adapun ketentuan yang dibuat adalah untuk kepentingan kinerja orang yang akan menjadi PNS, dan menjalankan berbagai tugas dari negara nantinya. Hal ini merupakan cara berfikir yang positif, sebab kita ketahui bahwa perilaku kaum pelangi terkategori menyimpang dan melanggar norma. Bahkan mereka bisa memberi dampak atau pengaruh buruk bagi lingkungan dan sekitarnya.
Namun sayang, ada bahkan banyak pihak yang tidak setuju dengan persyaratan yang dibuat Kejagung ini. Tidak hanya para pengusung ide liberal, namun juga banyak dari partai Islam yang turut mengecam keputusan ini. Mereka beranggapan bahwa hal ini adalah perbuatan diskriminatif pada kaum pelangi. Para pelaku transgender dan perilaku lain yang dianggap menyimpang kini telah banyak hidup di masyarakat. Sehingga keputusan ini seakan tidak memberikan mereka hak untuk hidup tenang dengan pekerjaan yang menjamin seperti masyarakat lain.
Inilah kerusakan akibat sistem kapitalistik, dimana manfaat dan materi dijadikan sebagai landasan hidup. Alhasil moral diabaikan, agama tidak dianggap, sementara kepentingan bisnis selalu dimenangkan dengan berbalut slogan kesetaraan dan HAM. Mereka yang pro dengan paham liberal dianggap sebagai pihak yang toleran. Sementara yang teguh dengan syariat dan norma dianggap sebagai kaum radikal yang intoleran.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang akan menjaga setiap norma agar tetap berjalan dan syariat sebagai sandaran hukum manusia.
Islam jelas dengan tegas melarang adanya perilaku menyimpang seperti LGBT. Bahkan dari awal sejak muncul gejala yang menjurus ke arah penyimpangan akan segera ditangani agar tidak menyebar kepada orang lain.
Sebab perilaku ini selain diharamkan oleh Allah Swt., juga berbahaya dari sudut pandang kesehatan. Salah satu dampak dari perbuatan tersebut berupa terpapar oleh penyakit mematikan seperti HIV/AIDS, dan penyakit kulit lainnya. Hal ini juga akan mempengaruhi kelangsungan untuk melahirkan generasi penerus di muka bumi.
Perilaku menyimpang ini juga pernah terjadi pada kaum Nabi Luth. Allah melaknat semua pelakunya, termasuk istri Nabi Luth sendiri.
Maka sudah sepatutnya kita sebagai umat yang terbaik untuk menolak LGBT apapun alasannya. Haram bagi kita memberikan perlindungan terhadap kaum terlaknat tersebut, kecuali bila mereka memutuskan untuk berubah dan bertaubat. Sebab Allah itu Maha Pengampun dan Penerima taubat. Tetapi jika mereka teguh dengan perbuatan kejinya, maka kematian sungguh lebih baik bagi mereka. Ibnu Abbas ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
"Siapa saja yang kalian mendapati mempraktikkan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR. Ibnu Majah)
Jadi, tidak ada alasan untuk kita mempertahankan kaum pelangi yang sudah kian menjamur. Sebaliknya, kita tentu harus memberantas bersama. Hal ini karena yang mereka butuhkan adalah pembinaan dan taubat, bukan ruang untuk mengembangkan aspirasi yang rusak. Apabila perilaku tersebut tetap kita biarkan justru akan menjadi bahaya besar. Karena perilaku LGBT ini bisa menyebar bak penyakit. Maka sudah semestinya untuk dihentikan.
Perilaku menyimpang ini terjadi akibat paradigm berfikir liberal yang menjunjung tinggi kebebasan. Maka solusi yang terbaik untuk mengatasi perbuatan ini adalah dengan menerapkan syariat Islam kafah dalam naungan khilafah.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Post a Comment