Korupsi Bikin Miris di Sistem Kapitalis

Oleh : Layli Hawa

Belum lama usai keluarnya dari tahanan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok baru-baru ini dikabarkan ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir, sebagai Komisaris Utama PT. Pertamina (persero).

Penunjukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk menjadi salah satu petinggi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menuai pro dan kontra. Ada yang menganggap Ahok tak pantas jadi petinggi di salah satu perusahaan besar BUMN. Sebab, mantan Gubernur DKI Jakarta itu dianggap bukan sosok yang ‘bersih’.

Seperti yang kita tahu, beberapa waktu lalu Ahok ditangkap atas dasar tuduhan penistaan agama, dan telah menjalani masa pidana selama 1 tahun 8 bulan. Mantan suami dari Veronica Tan itu pula memiliki rekan jejak kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Salah satu kasusnya, yakni kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.

Seperti pernyataan yang dilayangkan oleh Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara. Dilansir dari berita kompas.com, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai sosok Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak akan mampu memberantas mafia di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 
“Kalau mau menyapu halaman secara bersih, gunakanlah sapu yang bersih. Tapi, kalau sapu belepotan banyak kotoran ya tidak bisa," ujar Marwan di Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira juga menilai Ahok dipilih bukan untuk memperbaiki kinerja bisnis perusahaan BUMN. Tapi atas dasar pertimbangan politik. 

Meneliti cara kerja para kapitalis nampaknya semakin kentara. Dengan asupan pundi-pundi rupiah, segalanya bisa diraih dengan mudah. Termasuk jual beli kekuasan dan jabatan. Yang hanya akan menghasilkan manusia-manusia korup yang tamak akan harta. Maka tidak heran, dengan realita yang ada menjadikan rakyat kehilangan kepercayaan penuh terhadap penguasa yang nyata pro terhadap para pemilik modal. 

korupsi (ikhtilas) adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri atau orang lain. Korupsi merupakan salah satu dari berbagai jenis tindakan ghulul, yakni tindakan mendapatkan harta secara curang atau melanggar syariah, baik yang diambil harta negara maupun masyarakat. 

Dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah di tempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang bagus.
Pertama: pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua, pengawasan dari kelompok, dan ketiga, pengawasan oleh negara. Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sangat sedikit ruang untuk melakukan korupsi. Spirit ruhiah yang sangat kental ketika menjalankan hukum-hukum Islam, berdampak pada menggairahnya budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.
Diberlakukannya juga seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri.
Sedangkan dalam upayanya untuk menghindari terjadinya kasus suap dalam berbagai modusnya, sistem Islam melarang pejabat Negara atau pegawai untuk menerima hadiah. Bisa kita lihat, pada masa sekarang ini banyak diantara pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan. (HR. Abu Dawud).
Oleh karena itu, Islam mengutuk tegas tindakan korupsi bagaimanapun bentuknya. Namun nyatanya, Demokrasi-Kapitalis telah menghasilkan berbagai kejahatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotis. Sistem semacam ini tidak mampu mewujudkan kebaikan bagi penguasa, justru hanya akan melestarikan individu-individu yang egois dan acuh terhadap rakyat. 
Sudah sepantasnya, negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia menjalankan segala aspek kehidupan sesuai dengan aturan Islam. Bukan sistem Demokrasi Kapitalis, produk kafir yang hanya mengantarkan kita pada jurang neraka. Nauzubillahi min dzalik.

Post a Comment

Previous Post Next Post