Oleh : IROHIMA
Banyak beredar tulisan, meme lucu dan ungkapan keprihatinan terkait wacana sertifikasi perkawinan bagi calon pengantin. seruan agar bersegera menikah bagi para pemuda yang masih single pun berseliweran di media sosial. Wacana ini menjadi isu hangat yang beredar di masyarakat dan menimbulkan berbagai respon,pro dan kontra serta tak sedikit yang mengkritisi.
Program sertifikasi perkawinan yang digagas mentri koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, akan diberlakukan mulai tahun 2020. Program ini merupakan penguatan sosialisasi pernikahan yang sebelumnya dilakukan oleh kantor urusan agama (KUA). Program ini meliputi pelatihan mengenai ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi, program ini juga melibatkan kementrian agama, kementrian kesehatan, dan kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Program ini bertujuan menekan angka perceraian, mengatasi kasus stunting serta mencegah pernikahan dini.
Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakha”i turut mendukung sertifikasi layak kawin bagi calon pengantin. Menurutnya program ini merupakan upaya negara dalam membangun keluarga yang kokoh, berkesetaraan dan berkeadilan. Sehingga pasangan yang sudah menikah diharapkan mampu membangun keluarga sejahtera.
Masih menurut Imam, sertifikasi perkawinan menjadi sangat penting karena saat ini terjadi perang narasi ketahanan keluarga. Ada kelompok yang memaknai bahwa ketahanan keluarga dengan kembalinya perempuan ke ruang domestik, ketaatan penuh pada suami, dan kepemimpinan laki - laki. Sementara konsep perkawinan menurut Kemenag adalah perkawinan yang berdiri diatas prinsip keadilan, kesalingan, dan kesetaraan. Hanya dengan konsep perkawinan yang ditawarkan Kemenag, ketahanan keluarga yang menjadi bangunan ketahanan negara bisa dicapai.
Wacana sertifikasi perkawinan tak hanya mendapat dukukngan dari banyak pihak namun kritisi dan penolakan pun muncul dari para politikus, pejabat hingga masyarakat sendiri. Salah satunya wakil ketua komisi VIII DPR dari PKB, Marwan Dasopang yang menolak wacana ini dengan mengatakan bahwa sertifikasi tak menjamin pasutri terhindar dari perceraian, menurutnya program ini bisa membuka celah korupsi dan cenderung bisa menimbulkan masalah baru. Untuk itu Marwan meminta agar pemerintah tidak menggunakan alibi untuk mengurangi angka perceraian dan menurunkan angka stunting agar bisa mengadakan program sertifikasi layak kawin. Direktur YLBHI asfinawati yang tergabung dalam koalisi masysrakat sipil juga menilai program sertifikasi ini bisa membuka peluang penyalahgunaan wewenang dan kontrol terhadap ruang privat.
Tingginya angka perceraian di negeri ini, ketahanan keluarga yang sulit sekali dicapai, serta kasus stunting yang tiap tahun meningkat adalah salah satu dari sekian banyak persoalan yang tak kunjung selesai. Berbagai program dan berbagai kebijakan yang diberlakukan sejatinya adalah topeng dari kegagalan dalam menurunkan angka kemiskinan, stunting dan tingkat perceraian. Rakyat selalu saja jadi imbas dari kegagalan tersebut. Kewajiban adanya sertifikat layak kawin membuat banyak pihak mempertanyakan efektifitasnya. Prosedur yang makin dipersulit dan berbelit belit dalam masalah privat seperti perkawinan justru akan menambah beban rakyat. Menggenggam surat sertifikasi pun takkan bisa menghentikan keinginan pasutri yang ingin bercerai. Sungguh solusi yang digulirkan tak pernah solutif dan tuntas, malah cenderung menimbulkan masalah baru nantinya. Bisa dibayangkan masalah yang timbul jika terdapat pasangan yang gagal menikah karena tak lulus sertifikasi, dikhawatirkan akan membuat kegaduhan dan kecemasan tersendiri bagi masyarakat,Akan ada banyak orang mungkin enggan untuk menikah, atau memilih hidup bersama tanpa menikah, naudzubillah min dzalik, hal ini tentu bisa membuat perzinahan semakin merajalela.
Kelayakan menikah yang diukur dengan sertifikat dikhawatirkan juga bisa membuka celah penyalahgunaan wewenang oleh oknum. Kesetaraan peran laki laki dan perempuan dalam perkawinan yang diklaim sebagai faktor pembangun ketahanan keluarga bukanlah solusi dalam menekan angka perceraian. Ide kesetaraan yang menempatkan wanita bisa mengambil peran laki - laki dan keluar dari ruang domestik justru menjadi pemicu rapuhnya sebuah perkawinan dan ketahanan sebuah keluarga.Tuntutan ekonomi yang terkadang memaksa perempuan meninggalkan ranah kewajibannya adalah salah satu akibat dari iklim ekonomi yang tidak kondusif bagi pencari nafkah keluarga. Makin sulit dan bengkaknya biaya hidup serta rendahnya tingkat kesejahteraan adalah persoalan yang mesti jadi prioritas penguasa untuk diatasi karena ini adalah salah satu dari sekian banyak penyebab rentannya sebuah ketahanan keluarga. Meningkatkan kesehatan keluarga melalui program sertifikasi juga rasanya sulit terealisasi karena sejatinya kesehatan keluarga tak cukup disiapkan oleh individu dengan pengetahuan dan skill yang dimiliki namun juga membutuhkan peran negara dalam menyediakan dan memfasilitasi kesehatan yang berkualitas serta tanpa biaya bagi rakyatnya. Dan itu memang kewajiban negara dalam meriayah umat.
Mencapai sebuah ketahanan keluarga yang nantinya akan menjadi pondasi ketahanan bangsa membutuhkan daya dukung negara dan sistem yang terintegrasi untuk menanamkan taqwa pada setiap individu dan tentunya akan membentuk individu yang betul betul memahami makna serta tanggung jawab sebuah perkawinan. Menciptakan kondisi ekonomi yang bagus dan kondusif serta penyediaan fasilitas kesehatan dan pelayanan publik yang layak dan berkualitas akan sangat mendukung tercapainya ketahanan keluarga.
Hanya dengan sistem islam persoalan ini bisa diatasi. Tak ada prosedur yang rumit dalam pernikahan dengan konsep islam. Karena menikah dalam islam adalah sebuah ibadah dan sangat dianjurkan bagi yang sudah mampu. Menikah dalam islam adalah salah satu cara memenuhi kebutuhan gharizah nau yang sudah menjadi fitrah manusia. Syarat menikah dalam islam pun sangat sederhana, cukup dengan adanya mempelai, mahar, ijab qabul, adanya saksi serta keridlaan
kedua belah pihak. Konsep yang sederhana ini tak akan menimbulkan kegaduhan atau ketakutan di kalangan masyarakat. Karena memang seharusnya itikad baik dari pasangan yang ingin menikah idealnya di permudah bukan dipersulit. Pandangan kesetaraan dalam islam juga bermakna sangat luas bukan sekedar laki - laki dan wanita harus mempunyai hak dan porsi yang sama rata di segala aspek. Bagaimanapun laki laki dan perempuan itu berbeda fitrah, aturan yang terkadang Allah buat berbeda untuk laki - laki dan perempuan bukan berarti untuk menghinakan atau meninggikan salah satunya namun lebih kepada fitrah dan kodratnya masing masing. Pencari nafkah dalam keluarga dalam hal ini adalah suami sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan syariat. Karena fungsi seorang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah berjalan sebagaimana mestinya, agar wibawa dan perannya dalam menjaga ketahanan keluarga bisa optimal. Sedangkan perempuan yang kembali ke ruang domestik juga punya peran besar dalam menciptakan keluarga yang kondusif, selain sesuai dengan fitrahnya, seorang istri adalah jantungnya sebuah rumah, kewajibannya tak kalah besar dari seorang suami, mengurus rumah, suami dan mendidik anak anaknya adalah sebuah karir yang paling tinggi bagi seorang perempuan, Seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Dia juga bisa menjadi salah satu faktor dibalik kegagalan atau berhasilnya seorang suami.
Islam yang memandang bahwa ketahanan keluarga terletak pada kembalinya seorang istri ke ruang domestik, ketaatan penuh pada suami dan kepemimpinan laki laki serta penempatan pria dan wanita sesuai kodratnya adalah tepat, sesuai syariah dan perintah Allah ta”ala. Hingga tudingan adanya diskriminasi gender dan kesetaraan sangat tidak beralasan. Justru kesetaraan dalam era kapitalistik saat ini banyak menimbulkan masalah seperti tergantikannya peran suami yang berpotensi hilangnya wibawa suami dan berujung pada perceraian, hingga terbengkalainya anak anak yang menyebabkan kondisi rumah rapuh. Suami yang sangat faham akan tanggung jawabnya ditambah dengan ketaatan penuh sang istri pada suami akan bisa menciptakan situasi yang kondusif dalam keluarga.
Juga dengan peran negara yang menciptakan ikilm ekonomi yang baik bagi pencari nafkah keluarga serta penyediaan berbagai fasilita pelayanan publik akan ikut mendorong terciptanya ketahanan keluarga yang menjadi basis ketahanan negara hingga kasus perceraian dan stunting tak perlu terjadi.
Wallahualam bis shawab
Post a Comment