Ketika "Jualan" Surga Neraka Tak Laku Lagi

Oleh : Ahyani R.S.Pd 
(Pemerhati Umat) 

Dalam pembukaan Rakernas PAN, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan atau Zulhas menilai partainya harus berpikir pragmatis. Menurut dia, sudah saatnya PAN berhenti untuk jualan surga dan neraka dalam politik (Liputan6.com, 07/12/2019).

Hal itu, lanjut dia, dibuktikan dengan posisi PAN dalam pemilu lalu yang hanya mendapatkan posisi ke delapan. Padahal, partai lain yang dituding sebagai partai penista agama justru mendapat suara yang moncer.

Zulfas menambahkan karena ternyata publik sekarang ingin merasakan yang begitu dirasa oleh mereka. Bukan lagi slogan-slogan, tetapi bukti nyata yang diambil manfaat oleh masyarakat (CNNIndonesia. 07/12/2019). 

Terjebak Pragmatisme 

Menyimak pernyataan Zulfas di atas, menegaskan bahwa partai politik cenderung  menjadi pragmatis. Alih-alih menjadi partai yang ideologis, partai politik justru terjebak politik pragmatis.

Agama bahkan hanya dijadikan instrumen untuk mendulang suara. Ketika tidak berhasil, maka mereka mengubah wajah menyesuaikan selera masyarakat yang juga pragmatis. 
  
Padahal pragmatisnya masyarakat hakikatnya menjadi indikasi gagalnya partai politik. Sebab, memberikan edukasi politik pada masyarakat adalah tugas partai. Terlebih partai politik adalah penyambung lidah rakyat. Jadi sudah semestinya partai melakukan evaluasi terhadap kinerjanya selama ini. 

Bila dicermati tidak terarahnya masyarakat kepada Islam, tidak lain karena sistem yang ada saat ini yang sekuler. Sistem ini menjauhkan agama dari kehidupan. Ini yang juga mesti disadari oleh partai pengusung Islam. 

Dalam sistem sekuler, umat jelas tidak teredukasi Islam. Maka, jika partai hanya menjadikan agama sebagai “jualan” untuk mendongkrak suara, tanpa menjelaskan Islam secara kaffah, wajar apabila kemudian pilihan umat justru ke partai yang lain. 

Jadi persoalan sesungguhnya bukan masalah “laku atau tidaknya” mengusung agama. Namun, sejauh mana partai tegas menampilkan diri sebagai partai yang mengusung Islam dan kemudian memberikan edukasi Islam di tengah umat. 

Hanya saja, sistem sekuler mengkondisikan agar agama dijauhkan dari kehidupan. Termasuk dalam urusan politik. Inilah yang menjadi biang tumbangnya idealisme partai politik dan pasrah terjebak dalam politik pragmatisme.

Partai Politik Dalam Pandangan Islam 

Islam memandang keberadaan keberadaan partai politik adalah wajib. Kewajiban ini untuk memenuhi seruan Allah SWT dalam QS Ali Imran [03]: 104. Dengan tegas, Allah memerintahkan adanya ummat, yang berarti kelompok yang terorganisasi.

Tujuannya telah tercantum dalam ayat tersebut yaitu untuk menyerukan Islam, baik dalam konteks menerapkan Islam secara kaffah, maupun mengajak orang non Muslim agar bersedia memeluk Islam dengan sukarela.

Selain itu, juga menyerukan pada kebaikan, dan mencegah dari tindak kemungkaran, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun negara.

Karenanya, akidah Islam mutlak menjadi asas dan kaidah berpikirnya, sekaligus ikatan yang mengikat anggota partai politik ini. Serta tidak boleh menyimpang dari Islam yang menjadi dasarnya.

Dengan kata lain, agama tidak digunakan sebagai instrumen untuk meraih simpati rakyat. Namun justru menjadi standar dan patokan dalam aktivitasnya, yaitu dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. 

Karenanya, partai politik hadir di tengah umat untuk menjalankan perannya tersebut. 
Mengedukasi umat dengan Islam. Dengan standar yang jelas, maka partai politik tidak akan mudah terjebak dalam pragmatisme. 

Tidak itu saja, dalam konteks sistem pemerintahan, fungsi dan peranan partai politik ini adalah untuk melakukan check and balance. Bisa juga disebut fungsi dan peran muhasabah li al-hukkam (mengoreksi penguasa). Inilah fungsi dan peranan yang dimainkan oleh partai politik Islam dalam pandangan Islam.

Maka, jika partai politik ini eksis, dan melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka umat jelas akan tertunjuki pada Islam. Begitu sebaliknya.

Termasuk partai politik ini akan menjalankan fungsi dan tugasnya untuk memastikan negara bersama-sama umat tetap berada pada riil Islam yang selurus-lurusnya. Demikianlah, mekanisme yang telah ditetapkan oleh Islam. Wallahu a’lam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post