Kenapa Masjid Diawasi?

Oleh : Tawati 
(Muslimah Revowriter Majalengka)

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan ucapannya di Festival Tajug 2019 di Cirebon, Jawa Barat, Jumat (22/11/2019) lalu, bukan berarti menugaskan polisi untuk berjaga di tiap masjid. "Ndak, bukan begitu," katanya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (2/12/2019)

Saat klarifikasi, Ma'ruf hanya menegaskan kalau pernyataannya bulan lalu bukan berarti agar polisi berjaga--secara fisik--di masjid-masjid. Ma'ruf juga membantah memerintahkan polisi membuat tim khusus untuk itu. Namun pengawasan itu harus tetap ada, katanya. Masjid-masjid itu, Ma'ruf menegaskan, harus "diberikan pengertian." (tirto.id, 3/12)

Masjid adalah tempat yang mulia. Tentu karena masjid telah Allah muliakan. Masjid menjadi tempat yang paling sakral bagi umat Islam. Masjid menjadi salah satu tempat hamba ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya. Masjid sekaligus merupakan tempat syiar-syiar Allah SWT diagungkan. Siapa saja yang meninggikan syiar-syiar Allah, khususnya di masjid, berarti ia termasuk orang yang bertakwa. Allah SWT berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu timbul dari ketakwaan hati (QS al-Hajj [22]: 32).

Dengan demikian masjid idealnya adalah tempat yang paling menenteramkan jiwa di antara semua tempat di dunia ini. Dari dalam masjid inilah jiwa seorang Muslim secara total terkoneksi dengan Allah SWT. Di masjid, terutama saat menunaikan shalat, seorang hamba pada dasarnya sedang ‘berkomunikasi langsung’ dengan Penciptanya. Saat shalat di masjidlah seorang Muslim melupakan sejenak urusan duniawinya. Karena itu masjid seharusnya dikondisikan senyaman mungkin. Jangan pernah membuat kegaduhan yang bisa mengganggu orang-orang yang sedang beribadah kepada Allah SWT di dalamnya. Apalagi orang-orang yang memakmurkan masjid pun pastinya adalah mereka yang beriman kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Sungguh yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang mengimani Allah dan Hari Akhir, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali kepada Allah. Mudah-mudahkan mereka termasuk kaum yang mandapatkan petunjuk (QS at-Taubah [9]: 18).

Karena itu aneh jika belakangan ada wacana bahwa Pemerintah—sebagaimana dilontarkan oleh Wapres Ma’ruf Amin—akan mengawasi (memata-matai [tajassus]) masjid-masjid. Jika benar ada instruksi kepada polisi untuk mengawasi masjid-masjid yang notabene rumah-rumah Allah SWT, ini merupakan tindakan keji dan melampuai batas. Apalagi jika alasannya hanya sebatas dugaan bahwa banyak masjid telah terpapar radikalisme.

Alasannya:
Pertama, tindakan tajassus (memata-matai) kaum Muslim, apalagi di masjid-masjid, adalah haram dan bahkan termasuk dosa besar. 

Kedua, tudingan basi radikalisme oleh Pemerintah yang faktanya selalu menyasar kaum Muslim adalah tudingan tak berdasar. Apalagi jika dasarnya sebatas cadar, celana cingkrang, jenggot, dan sebagainya.

Ketiga, jika pun faktanya tudingan radikal ditujukan kepada siapa saja yang kritis terhadap Pemerintah, ini pun keliru. Pasalnya, Pemerintah bukanlah ‘malaikat’ yang tak pernah salah. Bahkan dalam sistem pemerintahan Islam pun—yakni Khilafah—seorang khalifah wajib dikritisi dan dikoreksi jika keliru, menyimpang dan menyalahi syariah.

Apalagi dalam sistem sekular, umat terutama para ulamanya wajib untuk terus mengingatkan Pemerintah. Tentu agar Pemerintah tunduk pada aturan-aturan Allah SWT. Agar Pemerintah menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab itulah yang memang Allah SWT perintahkan. 

Keempat, harusnya siapapun paham, apalagi Wapres Ma’ruf Amin, bahwa narasi radikalisme hanyalah narasi ciptaan Barat kafir penjajah untuk menciptakan ketakutan pada Islam (Islamophonia). Tujuannya tentu agar warga dunia memusuhi Islam dan kaum Muslim. Narasi radikalisme adalah narasi Barat untuk melumpuhkan ajaran Islam sekaligus mengadu-domba sesama Muslim dan memecah-belah persatuan mereka. 

Dengan demikian narasi radikalisme adalah jebakan Barat kafir penjajah untuk terus menguasai Dunia Islam, termasuk negeri ini yang mayoritas penduduknya Muslim. Karena itu tentu ironis jika Pemerintah dan para aparatnya malah menjadi alat Barat kafir penjajah untuk memusuhi dan menundukkan kaum Muslim yang notabene rakyatnya sendiri.

Kepada para polisi, seharusnya menangkap para kriminal. Bukan memata-matai masjid. Sejak kapan masjid jadi sarang penjahat? Anggota DPR saja yang banyak ketangkap KPK, gedungnya tidak dimata-matai polisi. Mengapa masjid dimata-matai? Kejahatan apa yang dilakukan para da’i dan jamaah di dalam masjid? Anggota parpol saja banyak yang juga ketangkap KPK, kantornya tidak dimata-matai polisi. Mengapa masjid di mata-matai? Kejahatan apa yang dilakukan kaum Muslim di dalam masjid?

Kehadiran polisi di masjid seharusnya semakin menambah ketenteraman dan kenyamanan kaum Muslim dalam beribadah. Bukan malah menimbulkan ketidaknyamanan, apalagi ketakutan bagi jamaah. Wallahua'lam bishshawab[].

Post a Comment

Previous Post Next Post