Oleh : Sumiyah Ummi Hanifah
Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik
Aku anak sehat, tubuhku kuat
Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi, selalu diberi ASI
Makanan bergizi, dan imunisasi
Lagu iklan yang muncul pada tahun 80-90'an silam ini, kiranya menggambarkan keceriaan seorang anak yang mendapatkan kasih sayang, perhatian dan segala kebutuhan hidup yang tercukupi, sehingga tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat.
Saat ini, merupakan suatu kebahagiaan bagi orang tua ketika mampu memenuhi kebutuhan makanan yang sehat dan bergizi untuk keluarganya secara sempurna. Namun dapat mencukupi kebutuhan makan sehari-hari saja sudah beruntung. Mengingat harga kebutuhan pokok hari ini melambung tinggi, dimana rakyat kecil sulit untuk menjangkaunya. Untuk memenuhi rasa lapar saja susah, apalagi untuk memenuhi gizi sempurna, kasus stunting yang menghebohkan media masa baik cetak maupun elektronik belum lama ini adalah buktinya.
Stunting adalah kondisi anak kurang normal baik dari sisi pertumbuhan fisik maupun mentalnya.
Karena memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga mudah sakit, penderita mengalami penurunan tingkat kecerdasan, gangguan berbicara dan kesulitan belajar. Pertumbuhan fisiknya mengalami keterlambatan, terlihat dari postur tubuhnya yang lebih pendek dibanding dengan anak-anak seusianya.
Pada kasus lain ditemukan ciri-ciri penderita stunting salah satunya adalah memiliki sifat pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang tuanya. Menurut penelitian para ahli, penyebab terjadinya stunting ini disebabkan karena Kekurangan gizi kronis dengan manifestasi kegagalan pertumbuhan (growth faltering) yang dimulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.
Masalah stunting ini adalah masalah yang besar. Pemerintah harus segera memikirkan solusi solutif untuk keluar dari masalah ini. Karena masalah stunting berkaitan dengan rusaknya generasi penerus bangsa ini. Namun sangat disayangkan, solusi yang ditawarkan pemerintah dalam mengatasi stunting itu diluar dugaan.
Dilansir oleh cnnindonesia.com, (24/11/209), solusi yang diambil pemerintah dalam mengatasi masalah stunting ini dengan menganjurkan kepada setiap keluarga memelihara 1 ekor ayam.
Kita harus berpikir cerdas lagi mengenai penanggulangan stunting ini, sebab dampaknya sangat berbahaya bagi pertumbuhan generasi muda kita.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang hegemoni, yaitu memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Baik itu menyangkut wilayah, tempat tinggal mereka, maupun dari kebiasaan atau pola hidup mereka. Bagi masyarakat yang sudah terbiasa hidup di pedesaan, atau perkampungan yang jauh dari keramaian kota dan masih memiliki lahan yang luas dan dapat dimanfaatkan untuk beternak, maka pekerjaan memelihara ayam ini adalah pekerjaan yang mudah. Bahkan kemungkinan sudah menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari.
Tapi bagaimana dengan masyarakat perkotaan yang tinggal di kamar-kamar kontrakan atau mereka yang tinggal di tempat-tempat kumuh dan sempit, dimana rumah mereka berdempetan satu sama lain. Contohnya mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat penduduk seperti di kampung Venus, kecamatan Tambora, Jakarta barat, dimana daerah tersebut banyak terdapat gang-gang kecil dan sempit yang mirip dengan labirin.
Begitu pun bagi masyarakat kita yang tinggal di tenda-tenda pengungsian karena mengalami musibah bencana alam. Seperti yang dialami oleh pasangan Suherman (53 tahun) dan istrinya Sueni (49 tahun), warga miskin yang tinggal di kampung Bueuk, desa Cisangu, kecamatan Cibadak, Lebak Banten. Keluarga miskin ini harus kehilangan tempat tinggal dan kini terpaksa tinggal di pos ronda lantaran rumahnya ambruk diguyur hujan lebat.
Kasus merebaknya stunting ini tak lepas dari melonjaknya grafik angka kemiskinan di negeri ini.
Maka pemerintah harus segera menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Dan hal ini jelas tidak dapat diserahkan kepada individu-individu atau keluarga. Kemiskinan merupakan masalah pelik yang hingga saat ini masih menjadi persoalan bagi pemerintah, baik itu pemerintah daerah atau pun pemerintahan pusat.
Tugas untuk menyejahterakan rakyat adalah kewajiban seorang pemimpin negara, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadistnya:
"Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus".
(HR. Bukhari)
Negara bertanggung jawab untuk mengurusi seluruh kebutuhan rakyatnya. Mengelola sumber daya alam yang dimiliki seperti minyak, gas bumi, hasil laut, sungai, hutan dan sebagainya untuk kesejahteraan seluruh warga negara. Dalam pengelolaannya tidak dibenarkan mengadakan kerja sama dengan pihak swasta maupun asing, karena akan mendatangkan kerugian bagi negara dan bertentangan dengan prinsip dasar ekonomi Islam. Negara juga tidak boleh memberikan hak istimewa kepada pihak asing, agar kepemilikan umum tetap terjaga dan tidak dimonopoli.
Dalam ajaran Islam, setiap problematika kehidupan senantiasa merujuk kepada hukum Islam (syara') yang berasal dari Allah Swt, yaitu Al-Qur'an dan Assunah. Termasuk masalah stunting yang merupakan buah dari sistem yang bukan berasal dari Islam yaitu kapitalisme.
Masalah stunting tidak bisa hanya diselesaikan dengan beternak. Tetapi harus dicari dulu akar masalahnya yaitu sistem yang tidak tepat. Sistem ekonomi kapitalis yang hanya mencari manfaat dalam solusi problematika hidup, sudah selayaknya diganti dengan sistem ekonomi Islam yang telah terbukti menyejahterakan rakyat. Perlu peran individu, masyarakat dan negara dalam upaya penanggulangan stunting.
Islam diturunkan oleh Allah Swt. melalui Rasul-Nya sebagai agama yang komprehensif, tidak hanya mengurusi ibadah ritual saja, akan tetapi mengurusi pola seluruh aspek kehidupan. Dan kebenaran Al-Qur'an telah dijamin oleh Sang Khalik sebagai satu-satunya petunjuk (pedoman) yang benar bagi seluruh manusia. Ajaran Islam yang diterapkan secara menyeluruh (kaffah) di suatu negeri, maka akan terwujud negeri yang penuh keberkahan, _baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur._
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Post a Comment